JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan membantah bahwa mereka berusaha menyembunyikan dana  buruh yang tersimpan dalam BPJS Ketenagakerjaan senilai Rp858,5 miliar. Tudingan tersebut sebelumnya disampaikan Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi atas ketidakjelasan status dana senilai ratusan miliar dalam bentuk deposito di sejumlah bank itu.

Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Latif Algaff mengatakan, tidak ada dana peserta BPJS Ketenagakerjaan  di deposito yang disembunyikkan. "Kami sudah cek bahwa data yang disampaikan pihak CBA tidak benar dan tidak jelas sumbernya," kata Abdul Latif kepada gresnews.com, menjawab tuduhan tersebut, Kamis (27/10).

Abdul Latif juga menyangkal jika semua dana deposito tidak tercatat di laporan keuangan. "Tidak benar kalau ada dana yang tidak tercatat di laporan keuangan, karena laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan sudah diaudit oleh auditor eksternal dan internal seperti BPK, KAP, bahkan OJK dengan hasil WTP," jelasnya.

Dia menyebutkan, seluruh pengelolaan dana termasuk biaya operasional dan investasi untuk dana DJS maupun BPJS tercatat di laporan keuangan termasuk portofolio deposito. "Jadi BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan kegiatan investasi berdasarkan regulasi yaitu PP 55 / 2015 dan PP 99 / 2013  dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian dan aspek kepatuhan," tegas Abdul Latif.

Bahkan ia mengklaim, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menyelenggarakan jaminan sosial ketenagakerjaan dengan senantiasa mengutamakan kepatuhan pada regulasi dan transparansi. "Serta prinsip efisiensi demi memberikan perlindungan dan manfaat yang sebesar-besarnya kepada pekerja Indonesia," jelasnya.

Secara terpisah,  anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PPP Irgan Chairul Mahfizs mengatakan, meskipun tidak ada dana yang disembunyikan oleh  pihak BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan harus bisa transparan dalam mengelola keuangan atau dana milik pekerja atau masyarakat .

"Saya minta BPJS Ketenagakerjaan berani transparan dalam mengelola dana peserta BPJS Ketenagakerjaan. Untuk itu harus diinformasikan ke publik, agar tidak terjadi kecurigaan dari masyarakat," kata Irgan kepada gresnews.com, Kamis (27/10).

Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan harus menyampaikan dana yang disimpan melalui deposito agar masyarakat juga tahu dengan jelas. "Jadi jangan takut disampaikan ke publik secara transparan soal pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa seenaknya, semua harus ada aturan yang jelas, karena ini menyangkut uang masyarakat," jelasnya.

BUKA DATA DEPOSITO - Sementara itu,  Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, meminta   BPJS Ketenagakerjaan harus mengelola dana buruh sesuai aturan baik UU 24 tahun 2011, PP 55 tahun 2015 dan regulasi lainnya terkait investasi.

Timboel juga meminta BPJS Ketenagakerjaan mau membuka data bila ada peserta yang menanyakan tentang instrumen-instrumen investasi yang dijalankan. "Misalnya deposito dimana saja, apakah investasi saham dilakukan di saham-saham blue chip, rating obligasi dan sebagainya," kata Timboel kepada gresnews.com, Kamis (27/10).

Dia juga berharap seluruh stakeholder seperti serikat pekerja dan serikat buruh diharapkan pro aktif memonitor investasi- investasi dana buruh di BPJS ketenagakerjaan.

Sebelumnya, Center For Budget Analysis (CBA) menuding ada deposito Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan senilai Rp858,5 miliar yang diduga hendak disembunyikan. Menurut Direktur CBA Uchok Sky Khadafi pada tahun 2014 pendapatan operasional BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp2,4 Triliun. Sedang pendapatan operasional pada tahun 2015 mencapai sebesar Rp3,1 triliun. Jadi ada kenaikan pendapatan operasional sebesar Rp703,6 miliar dari tahun 2014 ke tahun 2015.

"Tetapi, jika dibandingkan beban operasional BPJS Ketenagakerjaan antara tahun 2014 dengan 2015.  Maka tahun 2015 beban operasional lebih "boros" dibandingkan tahun 2014," kata Uchok dalam keterangan tertulis diterima gresnews.com, Senin (24/10) lalu.

Dia menilai pada tahun 2014, beban operasional hanya menghabiskan sebesar Rp2,5 triliun. Sedangkan pada tahun 2015, bisa sampai sampai sebesar Rp3 triliun.

"Tetapi, antara tahun 2014 sampai tahun 2015, ditemukan kejanggalan dalam pengelolaan laporan keuangan," tudingannya.

Menurut dia ditemukan sejumlah deposito yang tercatat tetapi tidak terdaftar dalam laporan keuangan per 31 Desember 2014 sebesar Rp858,5 miliar dan sejumlah deposito yang disimpan dalam bank seperti,   Bank Papua sebesar Rp.61 miliar,  Bank Permata sebesar Rp110 miliar. Selain itu, ada juga di Bank Muamalat  sebesar Rp179,7 miliar, CIMB Niaga sebesar Rp45 miliar. Juga ada di Bank BTN Ciputat sebesar Rp54,6 miliar, BRI cabang khusus sebesar Rp9,6 miliar. Serta  Bank BRI cabang Gatsu sebesar Rp7,6 miliar. Kemudian Bank Bukopin sebesar Rp231,2 miliar, BPD Bali cabang Renon sebesar Rp 50 miliar

Bahkan, terdapat di BNI cabang Utama Senayan sebesar Rp9,1 miliar, Bank Sumut cabang Utama Medan sebesar Rp5 miliar, Bank Mandiri Cabang Jamsostek sebesar Rp111,5 miliar

"Kami dari CBA sangat menyayangkan atas kelakuan BPJS Ketenagakerjaan atas pengelolaan keuangan yang "menyimpang" ini," tegasnya.

Menurutnya, yang namanya uang buruh yang mereka kelola harus tercatat dalam laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban. Bukan tidak tercatat atau disembunyikan dalam bentuk Deposito. Ini bisa merugikan para buruh atau pekerja.

"Kalau hal ini terus dilakukan, bisa menciptakan "uang gelap" untuk memasukkan  sejumlah deposito tanpa tercatat pada laporan keuangan. Bisa juga, atau jangan jangan hanya untuk mengambil bunga deposito untuk kepentingan kelompok dan pribadi," ungkapnya.

ia mengatakan, lama kelamaan sejumlah deposito itu bisa menjadi milik pribadi atau kelompok. Bila tidak segera dimasuki atau tercatat dalam keuangan mereka yang bisa sangat merugikan keuangan negara.

"Jadi, hal ini harus diusut oleh aparat hukum seperti Kejaksaan Agung atau KPK, minimal untuk mencari tahu kejelasan sejumlah deposito sebesar Rp858,5 miliar itu," ujarnya.

Dia juga meminta agar KPK dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian mencari tahu siapa pelaku yang bertanggungjawab atas usaha "mencuri" duit jaminan sosial buruh dan menaruhnya di sejumlah bank dalam bentuk Deposito. BPJS Ketenagakerjaan, harus bisa transparan dalam mengelola keuangan atau dana milik pekerja

BACA JUGA: