JAKARTA, GRESNEWS.COM - Defisit anggaran yang diperkirakan akan melebar melampaui perkiraan membuat rencana pemberian Penyertaan Modal Negara kepada 30 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 2015 terancam hangus. Pasalnya, masih banyak BUMN yang belum juga mendapatkan kucuran PMN yang sudah disetujui sebesar Rp70,37 triliun untuk 39 BUMN. Defisit anggaran jadi alasan pemerintah belum mencairkan PMN tersebut

Hanya saja, Komisi VI DPR sepertinya akan lebih memperketat pemberian PMN tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI Nasril Bahar mengatakan, pihaknya akan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam membahas masalah PMN. Pasalnya, untuk PMN yang sudah disetujui saja, ada yang belum dikucurkan oleh pemerintah. Hal ini pulalah yang membuat DPR menunda rencana pemberian PMN tahun 2016 senilai Rp40 triliun.

Pihak Kemenkeu memang baru mengucurkan PMN senilai Rp7,1 triliun dari total jumlah PMN 2015. Dengan demikian, Kemenkeu masih "berutang" dana PMN sebesar Rp63,27 kepada BUMN. BUMN yang sudah mengantongi pencairan PMN tersebut antara lain, PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya Tbk masing-masing senilai Rp3,5 triliun.

Sisanya hingga kini masih menunggu realisasi janji Kementerian Keuangan. Nasril mengatakan, sebelum masa reses DPR, Komisi VI DPR RI telah mempertanyakan perihal pemberian PMN yang tak kunjung dicairkan Kemenkeu.

"Pemerintah selalu mengeluarkan berbagai macam alasan terkait belum diberikannya PMN kepada BUMN. Salah satunya soal defisit anggaran," kata Nasril kepada gresnews.com, Sabtu (2/1).

Sejauh ini, kata dia, Komisi VI masih bisa memaklumi jika alasannya adalah kondisi keuangan negara yang mengalami defisit anggaran. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sendiri memang memprediksi defisit anggaran akan melebar dari angka 2,23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) karena penerimaan negara belum sesuai harapan.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran hingga 31 Agustus 2015 telah mencapai Rp186,7 triliun (1,6 persen terhadap PDB) atau 83,9 persen dari target APBN-P 2015 sebesar Rp222,5 triliun (1,9 persen terhadap PDB).

Defisit anggaran tersebut berasal dari pendapatan negara yang telah mencapai Rp867,5 triliun atau 49,3 persen dari target sebesar Rp1.761,6 triliun dan belanja negara Rp1.054,2 triliun atau 53,1 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun.

Meski defisit memang melebar, namun menurut Nasril, pemerintah seharunya memiliki perhitungan yang matang sebelum mengajukan besaran angka PMN sebelum disahkan dalam UU APBN. Ketika UU tersebut disahkan berarti pemerintah telah siap menggelontorkan uang untuk perusahaan BUMN.

"Artinya, masyarakat akan menilai komitmen pemerintah didalam menyanggupi memberikan suntikan modal kepada perusahaan BUMN dari seberapa jauh pemerintah mampu merealisasikan," katanya.

Oleh karena itu, Nasril mengatakan Komisi VI DPR RI sepakat tidak gegabah untuk menyanggupi keinginan pemerintah dalam pengajuan PMN karena ekspektasi pemerintah yang begitu besar dalam melakukan pengembangan investasi, tetapi tidak menyadari besaran dalam penerimaan dan pendapatan negara. "Ini sama saja lebih besar pasak daripada tiang. Defisit tidak menggambarkan pada awal pembentukan APBN," kata Nasril.

TERBITKAN SUN - Menanggapi hal itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku dirinya sudah menyarankan kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro untuk menerbitkan Surat Utang Negara dan melakukan pemotongan pajak bagi perusahaan BUMN yang ingin melakukan revaluasi aset agar sementara waktu BUMN memiliki dana sementara menunggu PMN cair.

Dia menuturkan meskipun PP sudah terbit, tetapi pembayaran PMN kepada sebagian perusahaan BUMN masih belum terealisasi karena ada beberapa alokasi pendanaan yang mesti dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Rini menjelaskan, untuk program revaluasi aset, nantinya pajak yang dibebankan kepada perusahaan BUMN akan dipotong dari PMN yang diterima perusahaan.

"Dengan begitu, perusahaan BUMN akan melakukan revaluasi aset dan mendapatkan alokasi PMN, sehingga PMN tersebut digunakan untuk membiayai pajak," kata Rini.

Dia mencontohkan seperti PT PLN (Persero) yang mendapatkan PMN sebesar Rp5 triliun, ketika diterbitkannya SUN dapat dilakukan dengan cara revaluasi aset. Artinya, perusahaan BUMN tidak membayar pajak atau bisa jadi perusahaan BUMN membayar sebagian dan sebagian lagi dibayar dengan menggunakan dana PMN.

"Jadi saya bertemu dengan Menteri Keuangan, permulai minggu ini PMN bisa diselesaikan. Belum tentu dengan uang tunai tetapi bisa terselesaikan, kemungkinannya bisa SUN dan revaluasi aset," kata Rini.

Terkait PMN bagi PLN, pencairannya memang dinilai penting meningat PLN butuh modal untuk menggenjot proyek pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 Megawatt. Terkait hal ini, emerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan nasional, khususnya untuk proyek 35.000 megawatt (MW) sehingga dapat berjalan lancar tanpa hambatan.

‎"Intinya memberi apa namanya keleluasan kekuatan pada PLN supaya program 35.000 MW itu bisa berjalan lancar‎. Misalnya ada satu pasal mengatakan apabila perlu mengubah RTRW, maka BPN atau Kementerian Agararia berwenang melakukan perubahan. Lalu bagimana kalau itu taman nasional, itu tugas Menteri Lingkungan Hidup," Menteri ESDM Sudirman Said, Rabu (30/12) lalu.

Tema utama dari Perpres tersebut adalah percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan. Ada beberapa poin yang melingkupi, yakni terkait dengan tata keuangan PT PLN, pengadaan lahan untuk pembangungan, dan pola kerja sama dengan pihak swasta, serta mendorong peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

"Jadi diatur jaminan soal bantuan meningkatkan kapasitas keuangan termasuk devidien di alokasikan untuk investasi tidak diambil seluruhnya. PMN (Penyertaan Modal Negara) dijaga, restrukturisasi keuangan, kemitraan segala macam. Sampai aspek kewajiban PLN untuk membeli listrik yang berasal dari EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Koservasi Energi). Ini kita konsisten," jelasnya.

Perpres tersebut sudah dalam tahapan finalisasi. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2,5 jam tersebut, hanya ada beberapa pasal yang perlu dikoreksi.‎ Sehingga pada awal tahun mendatang sudah bisa diterbitkan dan berlaku. "Pak Seskab menunggu. Besok pagi sudah disampaikan ke Seskab," tegasnya.

PERUBAHAN PERUNTUKAN - Terkait PMN bagi PLN sendiri, sebelumnya, Komisi VI DPR dan Menteri BUMN Rini Soemarno ‎menggelar rapat pada tengah malam hingga dini hari, Kamis (17/12) lalu. Rapat digelar di Ruang Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12) pukul 23.30 WIB hingg‎a Jumat (18/12) pukul 00.30 WIB dini hari.

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi VI DPR dari PAN Ahmad Hafisz Tohir dan dihadiri Direktur Utama PT PLN Sofyan Basyir. POin utama yang dibahas dalam rapat itu adalah perubahan peruntukan penggunaan dana PMN sebesar Rp5 triliun.

Rini menjelaskan, rencana awal penggunaan PMN itu adalah untuk pengalihan pendanaan proyek APBN ke Anggaran PLN semesar Rp4,3 triliun dan untuk uang muka pendanaan dengan export credit agency guna membangun PLTU Pangkalan Susu.

Namun dalam perkembangannya, peruntukan PMN sebesar Rp 5 triliun itu berubah. PMN itu digunakan untuk pembangunan PLTA Jatigede, PLTGU Grati, PLTU Lontar Extension, PLTA Upper Cisokan, PLTG Gorontalo Peaker, PLTD Wilayah Perbatasan dan Pulau Terluar, dan Trafo Transmisi. ‎

Kenapa ada perubahan peruntukan PMN?‎ "Karena ada proyek yang dihubungkan dengan proyek kementerian‎ ESDM akan dialihkan ke PLN. Tapi ternyata tidak bisa terlepas begitu saja dari Kemententerian ESDM. Pilihan ini (perubahan peruntukan PMN) jauh lebih baik malah," kata Rini dalam rapat.

‎Perubahan peruntukan PMN itu dilakukan lewat surat Menteri BUMN tanggal 27 November 2015. Dalam rapat kerja ini, semua fraksi menyetujui perubahan peruntukan PMN itu. "Kami sangat setuju sekali, demi kepentingan masyarakat," kata anggota dari PKB, Nasim Khan‎.

‎Kesimpulan rapat ini, Komisi VI DPR menyetujui perubahan peruntukan PMN 2015‎ untuk PLN, dalam APBN-P 2015. Namun demikian Komisi VI meminta Rini dan Dirut PLN Sofyan Basyir melengkapi dan menyampaikan dokumennya secara terperinci, untuk disampaikan ke Komisi VI DPR. (dtc)

BACA JUGA: