JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) bagi beberapa perusahaan BUMN yang belum menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun anggaran 2015. Sebab beberapa perusahaan BUMN telah mengeluarkan dana perusahaan untuk mengerjakan beberapa proyeknya.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku dirinya menyarankan kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro untuk menerbitkan SUN dan pemotongan pajak bagi perusahaan BUMN yang ingin melakukan revaluasi aset. Menurutnya meskipun Peraturan Pemerintah (PP) PMN sebagian sudah terbit, tetapi pembayaran PMN kepada sebagian perusahaan BUMN masih belum terealisasi karena ada beberapa alokasi pendanaan yang mesti dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

Dia menjelaskan untuk program revaluasi aset, nantinya pajak yang dibebankan kepada perusahaan BUMN akan dipotong dari PMN yang diterima perusahaan. Dengan begitu, perusahaan BUMN akan melakukan revaluasi aset dan mendapatkan alokasi PMN, sehingga PMN tersebut digunakan untuk membiayai pajak.

Dia mencontohkan seperti PT PLN (Persero) yang mendapatkan PMN sebesar Rp5 triliun, ketika diterbitkannya SUN dapat dilakukan dengan cara revaluasi aset. Artinya, perusahaan BUMN tidak membayar pajak atau bisa jadi perusahaan BUMN membayar sebagian dan sebagian lagi dibayar dengan menggunakan dana PMN.

"Jadi saya bertemu dengan Menteri Keuangan, mulai minggu ini PMN bisa diselesaikan. Belum tentu dengan uang tunai tetapi bisa terselesaikan, kemungkinannya bisa SUN dan revaluasi aset," kata Rini, Jakarta, Selasa (15/12).

PENCAIRAN BULAN INI - Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memastikan pemerintah akan mencairkan jatah PMN 2015 ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) paling lambat Desember ini. Untuk itu, ia membuka opsi pemberian PMN dalam bentuk surat utang atau obligasi negara.

"Pokoknya yang paling penting kami punya batasan menerbitkan surat utang, yaitu yang kami patuhi," jelas Bambang, Jumat (11/12).

Lebih lanjut, Bambang menjelaskan meskipun target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) 2015 sudah tuntas, opsi penerbitan obligasi menjelang akhir tahun masih mungkin dilakukan. Adapun skema penerbitannya dengan penempatan khusus atau private placement.

"Kalau itu dibutuhkan ya private placement," tuturnya.

Presiden Joko Widodo telah menandatangani dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) tiga BUMN Karya. Ketiga perusaan Karya pelat merah itu adalah PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Adhi Karya.

Dasar hukum pencairan PMN tersebut di tuangkan dalam tiga PP. Yaitu, PP Nomor 27 Tahun 2015 tentang Penambahan PMN ke Dalam Saham PT Hutama Karya. Kemudian, PP Nomor 28 Tahun 2015 tentang tentang Penambahan PMN ke Dalam Saham PT Adhi Karya, dan PP Nomor 29 Tahun 2015 tentang Penambahan PMN ke Dalam Saham PT Waskita Karya.

Total PMN untuk ketiga BUMN tersebut sebesar Rp8,5 triliun, dengan rincian Hutama Karya sebesar Rp3,6 triliun, Adhi Karya sebesar Rp1,4 triliun dan Waskita Karya sebesar RP3,5 triliun. "Penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2015," bunyi Pasal 2 Ayat (1) PP No 27 Tahun 2015 seperti dilansir dari situs Sekretariat Kabinet (setkab.go.id), Senin (15/6).

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 4 Juni 2015 itu.

Presiden Joko Widodo berharap, dengan dikeluarkan tambahan modal itu dapat memperkuat kapasitas ketiga perusahaan itu, untuk mengakselerasi target pembangunan yang telah ditetapkan.

PERLU KEHATI-HATIAN - Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman mengatakan pemerintah harus menyampaikan rencana penerbitan SUN tersebut kepada DPR. Menurutnya pemerintah seharusnya dapat berhitungan secara lebih detail karena dengan menambah utang negara tentunya akan menambah masalah baru bagi pemerintah. Apalagi kondisi target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di sektor fiskal tidak terpenuhi, sehingga berdampak mundurnya Dirjen Pajak Sigit Priadi.

Terkait rencana revaluasi aset, Azam menilai rencana tersebut sangat tepat dilakukan oleh perusahaan BUMN. Sebab revaluasi aset bertujuan untuk memperkuat aset BUMN dan bisa membuat perusahaan BUMN dapat bekerja menjadi lebih baik. Dia mengatakan untuk segera melakukan revaluasi, sebab rencana revaluasi aset sudah didengungkan beberapa tahun lalu tetapi tidak kunjung terealisasi.

"Ya pemerintah harus berhitung ulang, apakah menambah utang tidak menimbulkan masalah. Jadi pemerintah harus berpikir keras," kata Azam kepada gresnews.com.

Sebelumnya, beberapa waktu yang lalu dalam pembahasan PMN tahun anggaran 2016. Anggota Komisi VI DPR RI Lili Asdjudiredja mengaku ragu terkait pembahasan BUMN penerima PMN tahun anggaran 2016. Sebab beberapa perusahaan yang sudah menerima PMN di tahun anggaran 2015, ternyata kembali mengajukan PMN dengan jumlah PMN yang sama.

Dia menilai dari beberapa perusahaan BUMN yang kembali mengajukan PMN, Komisi VI DPR RI akan memprioritaskan sesuai dengan program pemerintah. Saat ini pemerintah fokus kepada pembangunan infrastruktur dan kedaulatan pangan.

Dia juga menyoroti bagi perusahaan BUMN yang menerima PMN dalam bentuk cash dan non cash. Dia menilai bagi perusahaan yang menerima PMN dalam bentuk non cash, seolah-olah sama dengan pemindah bukuan keuangan perusahaan ke pihak tertentu. Sehingga dimungkinkan dapat menimbulkan penyimpangan. Maka dari itu, Komisi VI DPR RI perlu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit kepada perusahaan BUMN yang menerima PMN non cash.

"Ternyata memang penerima PMN itu belum semuanya menerima. Saya jadi agak ragu. Nanti kedepannya jadi banjir rekomendasi untuk penerima PMN," kata Lili.

BACA JUGA: