JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR dan pemerintah akhirnya sepakat menunda pembahasan pengucuran dana Penyertaan Modal Negara untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga pengajuan APBN Perubahan 2016. Penundaan ini dikhawatirkan akan menghambat program pembangunan infrastruktur yang melibatkan beberapa BUMN.

PT Perusahaan Listrik Negara misalnya, rencananya akan menggunakan dana sebesar Rp10 triliun dari PMN untuk membangun jaringan listrik terkait progaram pembangkit listrik 35.000 megawatt. Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto pernah mengatakan, 60% dana PMN akan digunakan membangun pembangkit seperti PLTU Pangkalan Susu dan PLTA Jatigede. Sisanya adalah untuk perawatan jaringan.

Demikian pula dengan BUMN infrastruktur yang sedang menggarap proyek-proyek pembangunan jalan tol dan juga kereta api cepat. Kemudian BUMN yang terlibat dalam proyek pembangunan rumah untuk kelas menengah bawah oleh Perusahaan Umum Pembangunan Perusahaan Nasional (Perum Perumnas).

Perum Perumnas menyatakan hanya bisa mengembangkan pembangunan rumah dan rusunami setengah dari target. Pada tahun 2016 nanti, Perum Perumnas menargetkan pembangunan rumah dan rusunami sekitar 30.200 unit dengan rincian 15.000 unit rumah dan 15.200 unit rusunami.

Namun untuk merealisasikan target itu, Perumnas hanya memiliki modal sebesar Rp900 miliar dengan aset Rp4 triliun. Modal tersebut tidak cukup membiayai pembangunan proyek yang membutuhkan dana sekitar Rp2 triliun-Rp3 triliun.

Dana PMN sebesar Rp40 triliun tersebut tentu sangat dibutuhkan BUMN-BUMN yang terlibat proyek infrastruktur tersebut untuk mendanai proyeknya. Penolakan DPR untuk meloloskan PMN dalam APBN 2016 adalah lantaran realisasi serapan PMN sebelumnya yang rendah yaitu hanya Rp17,5 triliun dari pagu Rp43,27 triliun.

Meski demikian, keputusan DPR ini mengundang kritik lantaran DPR sendiri dinilai tak transparan. Pasalnya, dibalik penolakan PMN yang dinilai lebih dibutuhkan, ada pengesahan pengucuran dana sebesar Rp740 miliar untuk pembangunan gedung baru DPR.

Peneliti Populi Center, Nico Harjanto menyatakan seharusnya DPR menjelaskan setiap keputusan penting terkait PMN yang bisa berdampak pada pengerjaan pembangunan infrastruktur yang sudah dimulai atau direncanakan. "Jika DPR menilai PMN kurang tepat, mestinya mereka punya alternatif jalan keluarnya," katanya kepada gresnews.com, Selasa (3/11).

Ia menyatakan, sayangnya hingga pengesahan APBN pada Jumat (30/10) lalu belum jelas usulan DPR untuk pendanaan pembangunan infrastruktur yang ditugaskan ke BUMN. "Selama ini hanya ditentang tapi tak ada jalan keluarnya," ujarnya.

TOL SUMATERA TERANCAM - Dampak penundaan pengucuran PMN ini sendiri diyakini Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tak akan mengganggu kinerja BUMN. Namun beberapa proyek yang sedang atau akan dikerjakan diyakini tetap akan mengalami gangguan.

Salah satunya adalah proyek Tol Trans Sumatera. Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero), Ngurah Putera menjelaskan pihaknya kini harus menghitung ulang pembiayaan 4 ruas Tol Trans Sumatera. Alasannya, pembiayaan proyek tol yang secara finansial tidak laik tersebut seluruh perhitungannya memasukkan skema PMN.

Hutama Karya sendiri ditugasi menggarap 4 proyek jalan tol Trans Sumatra, yaitu Bakauheni-Terbanggi Besar, Palembang-Indralaya, Pekan Baru-Dumai, dan Medan-Binjai.

"Karena Tol Sumatera skema pembiayaan pakai skenario PMN maka saya harus berpikir lagi karena PMN tidak jadi turun," kata Direktur Utama Hutama Karya, Ngurah Putera, Sabtu (31/10).

Hutama Karya akan memaksimalkan penggunaan alokasi dana PMN fase I yang telah turun Rp3,6 triliun, untuk memulai dan melanjutkan proyek. PMN ini cair dalam APBN-P 2015. Pendanaan fase I ini juga telah didukung oleh pembiayaan perbankan.

"Langkah pertama PMN yang kita terima 2015, kita optimalkan dan jelas leverage juga dijalankan," ujarnya.

Agar proyek tidak terhenti di tengah jalan karena kehabisan pendanaan, Hutama Karya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi pembiayaan. Apalagi, proyek jalan tol dinilai sangat strategis untuk menggerakkan perekonomian di koridor Sumatera.

"Kita cari alternatif lain sampai PMN (2016) turun. Kita akan bicara dengan Kemenkeu. Kita bicara dengan Kementerian BUMN kemudian internal sendiri akan berbicara dengan institusi keuangan," ujarnya.

Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, program yang sudah direncanakan tetap akan berjalan sesuai dengan rencana, berupa pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik maupun jalan tol.

"PMN kan tambahan modal bukan belanja. Jadi si BUMN bersangkutan nggak akan terganggu kerjanya. Misalnya dia tahu akan dapat Rp1 triliun misalnya, buat dua proyek jalan tol. Ya dia kerjain saja jalan tol," jelas Bambang.

Dari sisi anggaran Bambang memastikan tidak mengubah postur anggaran dalam APBN. Hal ini karena pagu untuk penyaluran PMN terletak di pembiayaan.

"Defisitnya tetap, pokoknya semua UU-nya posturnya nggak berubah, yang ditahan atau ditunda adalah pelaksanaan PMN, dibahas dulu oleh komisi terkait dan pemerintah, ketika APBN Perubahan pembahasannya dimulai," katanya.

GARA-GARA KEMENTERIAN BUMN - Banyak perusahaan milik negara yang mengeluh lantaran proyeknya terancam tersendat akibat penundaan pengucuran PMN tahap II. Hanya saja, hangusnya PMN ini ini menurut pihak DPR terjadi justru karena kinerja buruk Kementerian BUMN sendiri.

Selain serapan PMN tahap pertama rendah, menurut Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, kinerja Kementerian BUMN juga masih harus dibenahi agar dana sebesar Rp40 triliun itu tak mengucur sia-sia.

"Anggaran PMN sekarang belum bisa digunakan semua, saya lihat BUMN banyak yang harus dibenahi dan dilaksanakan, seperti penunjukan direksi dan komisaris," ujarnya di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (3/11).

Agus mengkritisi Kementerian BUMN yang dia nilai kurang memperhatikan Good Corporate Governance (GCG) sehingga kinerja perusahaan milik negara semakin memburuk. Misalnya saja pada kasus Bulog yang dipimpin oleh orang yang tak memiliki latar belakang sesuai untuk urusan pangan.

Padahal, Bulog diharapkan menjadi lembaga terdepan dari penanganan pangan dan ekonomi. "Ini pengorbanan yang sia-sia, penunjukan direksi harus perhatikan kaidah GCG, nah menteri BUMN kurang memenuhi kaidah GCG," ujarnya.

Ia pun menyatakan Rini belum bisa meyakinkan DPR bahwa PMN ini baik bagi Indonesia, sehingga harus menunggu pembahasan yang detail. Untuk itu Agus menampik pembekuan PMN bertujuan untuk menghambat proyek infrastruktur.

Sebab pada BUMN karya yang mendapat konstruksi PMN seharusnya pembangunan infrastruktur tak sepenuhnya diambil dari APBN. Pembangunan infrastruktur, menurutnya bisa diambil dari BUMN tersebut dan juga program kerjasama dengan swasta sehingga APBN bisa mengcover program rakyat untuk menolong pertumbuhan ekonomi.

"Infrastruktur penting tapi kepentingan jangka menengah ke atas, terutama penguatan ekonomi dan daya beli masyarakat lebih penting, jangan semua digelontorkan ke infrastruktur," tutupnya

Berdasarkan hasil survei Lembaga Klimatologi Politik (LKP) Menteri BUMN Rini Soemarno memang menempati urutan kedua menteri dengan kinerja terburuk dalam pemerintahan dengan persentase sebesar 40,6 persen.

"Berdasar laporan pemerintah tentang peelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, serapan anggaran kementerian BUMN semester 1 tahun 2015 memiliki ambang batas 26,2 persen namun realisasinya hanya 20,7 persen," ujar CEO LKP Usman Rachman dalam konferensi persnya di Pulau Dua, Senayan, Selasa (3/11).

Kementerian BUMN ljuga dinilai memiliki posisi organisasi yang lemah dan tak memiliki penyerapan infrastruktur yang baik. "Hasil surveynya masih jalan di tempat, kabinet memang harus diperbaiki," ujarnya. (dtc)

 

BACA JUGA: