Pernikahan siri merupakan perkawinan di bawah tangan yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk orang-orang yang melakukan perkawinan tanpa prosedur yang diatur di dalam UU Perkawinan. Namun sebenarnya secara agama ataupun adat, nikah siri tersebut adalah sah.

Perbedaan antara nikah siri dan nikah resmi yang diatur Negara adalah, dalam nikah siri, penghulu dan pegawai KUA Kementerian Agama tidak mengetahui berlangsungnya pernikahan tersebut. Selain hal tersebut, sebenarnya nikah siri tidak berbeda dengan pernikahan lain yang bukan siri, yakni perkawinan yang ijab kabulnya dilakukan oleh Wali dan dihadiri oleh minimal dua orang saksi. Oleh karena itu, nikah siri yang model begini hukumnya sah secara agama walaupun belum resmi secara negara.

Mengenai sahnya perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Menurut hukum Islam, dalam pelaksanaan perkawinan harus ada;
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali nikah
d. Dua orang saksi, dan
e. Ijab dan kabul

Mengenai syarat wali nikah, yang lebih baik sesuai urutan kedudukan dalam Islam adalah ayah, sehingga ayah lah yang paling berhak menjadi wali dalam pernikahan.

Namun bagaimana hukumnya jika tanpa wali orang tua? Jika ayah tidak bisa atau tidak mau menjadi wali nikah maka dimungkinkan untuk meminta kerabat yang memenuhi syarat untuk menjadi wali nikah. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam, misalnya kakek (dari pihak ayah); saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan seterusnya.

Dengan demikian, dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nikah siri karena harus sesuai dengan ketentuan agama maka harus ada wali orang tua, namun jika tidak ada, dimungkinan wali dari kerabat lainnya.

TIM HUKUM GRESNEWS.COM

BACA JUGA: