Indonesia merupakan negara hukum, sehingga setiap kebijakan  pemerintah, memilik landasan dan dasar hukumnya. Misalnya, kebijakan Pengampunan Pajak ( Tax Amnesty), kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan pajak. Namun, jika undang-undang tersebut dinilai sebagian masyarakat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Maka dari itu, uji meteri terhadap undang-undang tersebut dilakukan. Nah, berkait dengan hal ini, Tips Hukum akan menjelaskan siapa yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dan siapa yang memiliki hak mengajukan permohonan uji materi tersebut.

Pada prinsipnya kewenangan mengadili Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, sudah diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar."

Namun, untuk lebih mempertegas kewenangan tersebut Pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Nah, dasar hukum diatas telah menjelaskan bahwa Makamah Konstitusi yang berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945. Berkaitan dengan siapa yang memiliki hak untuk mengajukan permohonan uji materi tersebut? baiklah, tips hukum akan jelaskan, berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK sebagaimana disebut diatas menyatakan pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Yaitu yang pertama perorangan Warga Negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, badan hukum publik dan privat, atau lembaga Negara.

Tetapi, agar dapat diterima oleh Makamah Konstitusi sebagai pemohon dalam perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, orang atau pihak sebagaimana disebut Pasal 51 ayat (1) diatas haruslah menjelaskan kualifikasinya dalam permohonan, yaitu apakah sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badfan hukum atau lembaga negara dan harus menjelaskan kerugian hak dan atau kewenangan konstitusionalnya akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya.

Selain itu, berdasarkan  putusan Mahkamah Konstitusi nomor 006/PUU-III/2005 untuk dapat dikatakan ada kerugian hak atau kewenangan konstitusional harus dapat dipenuhi syarat-syarat sebagi berikut:


1. Adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan UUD 1945.

2. Bahwa hak konstitusional pemohon tersebut di anggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu undnag-undang yang di uji.

3. Bahwa kerugian konstitusional pemohon yang di maksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.

4. Adanya hubungan sebab - akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk di uji.

5. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
 

BACA JUGA: