Hukum Pidana Menghalangi Orang Beribadah
Perayaan Idul Fitri pada tahun ini diwarnai aksi kekerasan. Pada pukul 07.00 WIT, Jumat, 17 Juli 2015, sekelompok orang menyerang umat Islam yang sedang melaksanakan salat Idul Fitri di halaman kantor Koramil 1702/JWY, di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Massa yang datang melempari jemaat yang sedang salat, sambil berteriak "bubarkan!"
Tips hukum kali ini membahas bagaimana hukumnya seseorang atau siapapun yang melarang orang beribadah sesuai agama dan keyakinannya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Kebebasan warga negara Indonesia untuk memeluk agama dan kepercayaannya serta beribadat menurut agama dan kepercayaannya dijamin oleh Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya..." Berikutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kembali menegaskan bahwa, "Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Bagi seseorang atau siapapun yang menghalang-halangi warga negara untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya, maka dapat dijerat dengan Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan."
Mengenai Pasal 175 KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan:
1. "pertemuan umum agama" adalah semua pertemuan yang bermaksud untuk melakukan kebaktian agama;
2. "upacara agama" adalah kebaktian agama yang diadakan baik di gereja, mesjid, atau di tempat-tempat lain yang lazim dipergunakan untuk itu;
3. "upacara penguburan mayat" adalah baik yang dilakukan waktu masih ada di rumah, baik waktu sedang berada di perjalanan ke kubur, maupun di makam tempat mengubur.
Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa syarat yang penting adalah bahwa "pertemuan umum agama" tersebut tidak dilarang oleh negara.
HARIANDI LAW OFFICE
- Larangan Jalankan Ibadah Agama Ujian Presiden Jokowi
- Utuh Melihat Kasus Meiliana
- Bagaimana Cara yang Tepat Menghadapi Persekusi?
- Seluk Beluk Hukum tentang Peninjauan Kembali
- PERJUDIAN AHOK: Skenario di Balik Pengajuan PK
- Menghadapi Masalah Cerai? Begini Solusi Hukumnya
- Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia