Niknik M. Kuntarto, Universitas Multimedia Nusantara

Kata “anjay” sedang ramai diperbincangkan di media sosial.

Perdebatan tentang kata tersebut muncul dari youtuber bernama Lutfi Azigal. Melalui videonya, Lutfi menjelaskan bahwa “anjay” berasal dari kata dasar “anjing” dan dia khawatir penggunaan yang tidak tepat dapat merusak moral bangsa.

Organisasi non-pemerintah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menanggapi perdebatan tersebut dengan mengeluarkan edaran yang merekomendasikan penghentian penggunaan kata “anjay” karena berpotensi merendahkan martabat seseorang.

Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait pun mengatakan penggunaan kata tersebut bisa terancam tindak pidana karena termasuk dalam kekerasan verbal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Sebagai ahli forensik linguistik yang menganalisis penggunaan bahasa sebagai alat bantu pembuktian di peradilan, saya melihat penggunaan kata “anjay” bisa jadi tidak perlu masuk ke dalam ranah hukum ketika kita melihat konteks penggunaannya.

Pentingnya melihat konteks

Konteks sebuah kata penting untuk mengetahui arti sebuah kata. Apalagi ketika kata tersebut belum masuk dalam daftar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seperti kata “anjay”.

Kata “anjay” belum masuk ke dalam KBBI karena kata ini merupakan bahasa gaul baru yang diciptakan oleh generasi muda masa kini.

Ketika sebuah kata yang belum terdaftar dalam kamus masuk ke dalam sengketa hukum, ahli linguistik forensik biasanya mencoba melihat konteks penggunaan kata tersebut untuk mengetahui maknanya.

Ahli bahasa dari Amerika Serikat Deborah Schiffrin menjelaskan pentingnya memahami konteks dalam linguistik forensik untuk mengetahui makna sebuah kata di masyarakat.

Analisis tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsionalis atau pragmatis yang membantu proses pencarian makna sebuah kata lewat penggunaannya di masyarakat.

Analisis kata “anjay”

Schiffrin menjelaskan adanya delapan unsur yang bisa digunakan untuk melakukan analisis forensik linguistik.

Mereka adalah latar, peserta, tujuan, amanat, cara, sarana, norma, dan jenis pertemuan.

1. Latar

Latar ini mengacu pada tempat dan waktu terjadinya percakapan. Kata “anjay” biasa digunakan oleh kaum muda di tempat santai, misalnya tempat berkumpulnya anak muda, kafe, dan waktu yang tidak resmi, misalnya waktu sepulang sekolah atau kuliah.

2. Peserta

Peserta mengacu kepada peserta percakapan, yakni dilakukan oleh anak-anak muda di perkotaan, lebih tepatnya anak-anak gaul dalam suatu komunitas tertentu.

3. Tujuan

Hasil mengacu pada hasil percakapan dan tujuan percakapan. Kata “anjay” biasanya digunakan dalam percakapan yang akrab dalam suatu pergaulan.

4. Amanat

Kata “anjay berdasarkan pengunaannya lebih banyak dalam bentuk ungkapan atau ekspresi yang memiliki amanat suatu kekaguman pada suatu peristiwa. "Anjay, mobil itu keren bingit!”

5. Cara

Cara mengacu pada semangat melaksanakan percakapan. Percakapan yang menggunakan kata “anjay” biasanya berlangsung secara santai, hangat, dan akrab dengan selipan gurauan pembicara yang disambut gelak tawa para penutur.

Misalnya, “Anjay, lo udah punya cewek ya? Bagi-bagi kebahagiaan dong!”

6. Sarana

Unsur ini berusaha melihat pada apakah pemakaian bahasa dilakukan secara lisan atau tulis dan mengacu pula pada variasi bahasa yang digunakan. Pada percakapan di video, kata “anjay” mengacu pada bahasa secara lisan.

7. Norma

Norma mengacu pada perilaku peserta percakapan di antara anak muda. Kata “anjay” bisa digunakan oleh anak muda yang sudah memiliki hubungan akrab.

8. Jenis pertemuan

Kata “anjay” merupakan bagian dari bahasa gaul yang merupakan kreasi bahasa anak muda pada generasi milenial.

Berdasarkan analisis di atas, saya dapat menyimpulkan kata “anjay” merupakan bagian dari bahasa gaul yang digunakan sebagai simbol keakraban yang bermakna kekaguman. Hasil ini menunjukkan bahwa “anjay” tidak perlu masuk ke ranah hukum.

Peran sosial bahasa

Kita dapat mengetahui hubungan bahasa dengan sekelompok masyarakat secara khusus dengan mendefinisikan secara jelas bagaimana cara mereka berkomunikasi dalam kelompoknya.

Pendekatan fungsionalis bisa membantu kita melihat bagaimana sebuah dituturkan dalam konteks tertentu.

Pendekatan ini juga mencakup pengetahuan tentang berbagai dialek dari daerah, bahasa multilingual, dan termasuk bahasa-bahasa yang digunakan oleh anak-anak muda.

Meskipun “anjay” termasuk kata kasar, selama tidak digunakan sebagai hinaan, makian, alat untuk menyerang seseorang dan tidak menimbulkan konflik, kata “anjay” tidak dapat diajukan sebagai bahasa kriminal.

Apalagi mengingat kata tersebut berangkat bahasa gaul dari lingkungan kalangan muda yang penggunaannya sangat cair bergantung pada konteksnya.

Wiliam Reynold berkontribusi dalam penulisan artikel ini.The Conversation

Niknik M. Kuntarto, Lecturer, Universitas Multimedia Nusantara

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

BACA JUGA: