Yessar Rosendar, The Conversation

Kecepatan pemerintah dalam menyalurkan Bantuan Langsung Tunai atau BLT kepada masyarakat masih terbilang lambat.

Contohnya, saat ini baru ada 2,5 juta orang yang menerima BLT bantuan subsidi gaji pada gelombang pertama dan tiga juta orang di gelombang kedua untuk bulan September dan Oktober. Padahal total penerima bantuan ini mencapai 15,7 juta orang.

Bantuan BLT berupa subsidi gaji sebesar Rp 600 ribu kepada pegawai swasta bergaji di bawah Rp 5 juta yang seharusnya disalurkan tiap bulan, tapi akhirnya dirapel menjadi tiap dua bulan.

Namun menurut beberapa pakar, meskipun lambat, BLT masih sangat diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi nasional yang terkena dampak pandemi COVID-19.

Eric Alexander Sugandi, peneliti senior dari Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Republik Indonesia mengatakan pemerintah perlu menyalurkan BLT untuk membantu memulihkan segi permintaan dari masyarakat.

Pemerintah sendiri telah menganggarkan Rp 37,7 triliun untuk program bantuan subsidi gaji karyawan.

“Idealnya memang tiap bulan ada, tapi lebih baik ada daripada tidak ada sama sekali,” kata Eric.

BLT diperlukan ketika ekonomi Indonesia sendiri telah diperkirakan mengalami kontraksi lebih dalam lagi karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Saat ini Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diterapkan seperti di Jakarta dan juga seluruh provinsi Banten karena penambahan kasus di kedua provinsi tersebut tidak terkendali.

Ekonom sudah memperkirakan kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari 2% di triwulan ketiga tahun ini akibat PSBB yang diberlakukan kembali di Jakarta. BLT diharapkan akan membantu daya beli masyarakat yang pendapatannya berpotensi menurun karena pembatasan kegiatan ekonomi karena PSBB.

BLT membantu merangsang konsumsi

Permintaan atau konsumsi masyarakat Indonesia memang sudah menurun, khususnya setelah berakhirnya era harga komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit yang tinggi beberapa tahun lalu.

Hal ini diperparah dengan adanya Pandemi COVID-19 yang mengganggu roda perekonomian.

Menurut Survei Penjualan Eceran pada Mei 2020 yang dilakukan Bank Indonesia, Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menggambarkan perkembangan penjualan barang-barang konsumsi masyarakat mengalami penurunan sebesar 20,6% pada Mei 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini juga lebih dalam dibandingkan dengan penurunan sebesar 16,9% yang dicatat pada April 2020.

Walaupun saat ini bantuan BLT seperti subsidi gaji dirapel dua bulan sekali, Eric melihat penyaluran BLT akan tetap membantu karena akan ada pembelanjaan besar dari mereka. BLT bisa menjadi salah satu pendorong ekonomi yang efektif karena berhubungan langsung dengan konsumsi masyarakat.

Perluas BLT

Pemerintah seharusnya memperluas cakupan penerima bantuan sosial terutama untuk masyarakat yang termasuk ke dalam kelas calon menengah baru.

Menurut Bank Dunia, kelompok tersebut adalah kalangan masyarakat yang tidak miskin namun belum mencapai kemapanan. Kelas tersebut memiliki pengeluaran sebanyak Rp 532 ribu sampai Rp 1,2 juta per orang per bulannya. Diperkirakan saat ini 45% dari populasi Indonesia atau setara dengan 115 juta orang masuk ke dalam kategori calon kelas menengah ini.

Kelas masyarakat ini adalah salah satu yang paling rentan kembali menjadi miskin di saat pandemi.

“Bentuk bantuan dapat dibuat beragam misalnya pemberian kupon belanja yang memiliki jangka waktu tertentu. Dengan begitu daya beli mereka akan terbantu dan pada putaran berikutnya permintaan akan bergerak dan pertumbuhan ekonomi akan bergulir,” ujar Muhamad Rifki Fadilah, peneliti bidang ekonomi di The Indonesian Institute.

Apa yang harus dilakukan pemerintah

Bantuan BLT subsidi gaji sendiri direncanakan pemerintah akan berlangsung sampai triwulan pertama tahun depan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi.

Untuk mempercepat penyaluran BLT, Eric mengatakan pemerintah harus memperbaiki database penerima bantuan agar bisa lebih tepat sasaran.

Masalah pencairan yang lambat juga harus segera diperbaiki dengan mencari dimana terjadinya penumpukan, pemerintah dan bahkan legislator harus menelusuri bagaimana keterlambatan ini bisa terjadi.

Aparatur negara yang menyalurkan bantuan ini juga harus diawasi dan diarahkan agar tidak terjadi penyelewengan.

Keterlambatan ini juga kemungkinan karena pemerintah kesulitan mendapatkan alokasi dana untuk bantuan ini,

“Untuk itu pendanaan yang berasal dari pos lain bisa dialihkan terlebih dahulu untuk BLT,” kata Eric.The Conversation

Yessar Rosendar, Business + Economy (Indonesian edition), The Conversation

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

BACA JUGA: