JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menggagalkan upaya transhipment atau memindahkan muatan kapal secara ilegal yang dilakukan oleh tiga kapal ikan asal Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir KKP, operasi tangkap tangan dilakukan oleh Tim Pengawas KKP saat tiga kapal pelaku transhipment tersebut melakukan pendaratan hasil tangkapan milik PT Bintang Mandiri Bersaudara (BMB) di dermaga Bitung, Sulawesi Utara.

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Asep Burhanudin menyatakan tiga kapal pengangkut ikan yang terlibat dalam transhipment ilegal yaitu KM. Jaya Bali Bersaudara 92 (144 GT) membawa 56 ton ikan, KM. TIP 102 (86 GT) mengangkut 20 ton ikan, dan KM. Nusantara VIII (172 GT) mengangkut 45 ton ikan.

KKP menyatakan, dalam melancarkan aksi ilegalnya, tiga kapal yang berhasil ditangkap KKP tersebut sebelumnya bekerjasama dengan kapal-kapal lainnya di tengah laut. Kapal yang dimaksud antara lain KM. Jaya Bali Bersaudara 10, KM. Mahakam I, KM. Helsinki, KM. Adi Kusuma, KM. Kupang Jaya 06, KM. Fak-fak Jaya 189.

"KKP langsung menindak upaya operasi tersebut setelah mendapat pengakuan dari salah satu nahkoda yang menyebutkan bahwa ikan-ikan tersebut merupakan hasil transhipment di tengah laut," kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Mina Bahari 3 KKP, Jakarta, Selasa (13/1).

Dirjen PSDKP itu menambahkan, ketiga kapal pengangkut ikan yang terbukti melakukan transhipment tersebut telah melanggar peraturan tentang larangan transhipment yang dimuat dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 57/Permen-KP Tahun 2014. Aturan pelarangan transhipment itu hasil revisi Permen KKP No 30/2012. Dalam peraturan sebelumnya transhipmet diperbolehkan.

Terkait hal itu, secara normatif, Asep menyatakan kapal-kapal tersebut akan segera diproses hukum oleh Penyidik Perikanan Pangkalan PSDKP setempat.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pelarangan praktek bongkar muat atau transhipment di tengah laut adalah untuk mempersempit terjadinya pencurian ikan.  Selain itu dengan adanya praktek tersebut maka tidak ada gunanya keberadaan bea cukai dan pelabuhan.

"Praktek bongkar muat itu sangat merugikan negara. Sebab ikan tangkapan dari laut Indonesia  itu harusnya didaratkan di pelabuhan bukan langsung diekspor ke tengah laut," katanya.

Namun kebijakan itu sempat ditentang oleh para nelayan. Sebelumnya Rudi Walukow, Ketua Asosiasi Kapal Perikanan Nasional (AKPN) Sulut pernah mengatakan pelarangan transhipmen menimbulkan keresahan para nelayan.

Karena selama ini semua kapal-kapal tangkap harus menggunakan kapal angkut, bila tidak maka akan terjadi pemborosan bahan bakar. Alasan lainnya mereka menggunakan kapal pengangkut agar pengawetan ikan lebih segar.  Bila begitu menangkap ikan langsung pulang para nelayan malah rugi karena tidak sesuai dengan biaya pengeluaran solar.

Menurutnya kebijakan itu seharusnya diterapkan pada kapal-kapal yang memiliki tonase besar. Kalau kapal dalam negeri dengan bobot hanya bobot 50 sampai 70 ton hanya kapal nelayan kecil  yang memasok untuk industri pengolahan.

Ia menuntut kepada Menteri KKP untuk memberikan dispensasi khusus terhadap nelayan-nelayan yang ada di Indonesia Timur, karena beda penangkapan Indonesia Timur dan Barat, Indonesia Timur kedalaman laut yang cukup dalam sehingga membutuhkan ada kapal angkut.

BACA JUGA: