JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus kriminal yang dilakukan oleh anak tercatat semakin meningkat setiap tahunnya. Tindakan kriminalitas yang dilakukan anak dinilai  harus menjadi tanggung jawab orangtua. Sementara itu, anak tersebut harus tetap mendapatkan pendekatan restorative justice atau rehabilitasi dan pemulihan atas tindakannya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan dalam perspektif perlindungan anak, meskipun anak bertindak sebagai pelaku kriminal, ia tetap akan dianggap sebagai korban. Sehingga pendekatan terhadap anak korban kriminal adalah restorative justice yang artinya pemulihan terhadap pemahaman anak dan bukan pembalasan atas tindakan kriminalnya.

"Jadi kalau anak melakukan tindak pidana jangan dibalas dengan memenjarakannya," ujar Susanto pada Gresnews.com, Minggu (4/1).

Ia melanjutkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak paradigmanya restorative justice atau pemulihan pada anak. Sehingga anak tidak terjebak pada lingkaran kriminalitas. Tapi justru mengeluarkan anak dari lingkaran tersebut. Maka anak-anak tersebut perlu mendapatkan rehabilitasi pemulihan psikologis, sosial, kepribadian dan emosionalnya.

Menurutnya, proses hukum yang dijalani anak pelaku tindak kriminal harus berdasarkan pada Undang-Undang di atas. Sehingga kepolisian yang masih memenjarakan anak-anak harusnya sudah tahu soal aturan ini karena jelas sudah diberlakukan. Meskipun ada pengecualian untuk anak-anak yang dituntut pidana lebih dari 7 tahun tetap tidak diberlakukan restorative justice. Sehingga penjara menjadi alternatif terakhir.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait juga menuturkan siapapun yang melakukan pelanggaran pidana tetap diproses secara hukum. Tapi karena pelakunya adalah anak-anak dengan berbagai macam usia seperti 14 tahun hingga 12 tahun ke bawah, maka mereka tidak dipidanakan. Aturan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Sehingga tetap orangtuanya yang bertanggungjawab, tidak bisa orang lain yang bertanggungjawab atas tindakan anaknya," ujar Arist pada Gresnews.com, Minggu (4/1).

Sehingga menurutnya, tantangan terbesar di 2015 kini bagaimana orangtua bisa menjadi garda terdepan untuk melindungi anak-anaknya.

BACA JUGA: