JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Aksi Ide Syamsuddin membuat gubuk beralas kardus beratap terpal di depan gedung DPR selama berbulan-bulan akhirnya membuahkan hasil. Ayah dari Ellyana Fitri yang diduga mengalami malpraktik itu akhirnya diundang komisi IX untuk rapat dengar pendapat dengan Rumah Sakit Indrasari.

Sejak Juni 2014, ia melakukan aksi orasi di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuntut bukti diagnosa dan bukti izin persetujuan operasi dari rumah sakit yang diakui belum diterimanya. Syamsuddin menjelaskan kronologi yang dialami anaknya hingga mengalami dugaan malpraktik.

Saat itu anaknya mengalami sakit panas dan dibawa ke Rumah Sakit Indrasari, Riau. Ia mengatakan dokter yang menangani anaknya, Irwanto Bahar memegang perut anaknya untuk memeriksa dan didiagnosis menderita usus buntu dan mengatakan harus cepat dioperasi. Karena kalau terlambat dapat menyebabkan infeksi dan pecahnya usus.

Lebih lanjut, ia mengatakan tanpa sepengetahuannya, akhirnya anaknya dioperasi. Lalu paska operasi, dokter bedahnya sama sekali tidak melakukan kunjungan ke anaknya. Padahal selama dua minggu paska operasi anaknya berada dalam kondisi tidak bisa buang air besar (BAB) dan buang angin.

"Saat itu BAB dari mulut, Irwanto mengatakan ususnya tidak apa-apa, ususnya bagus, tidak masalah. Saat itu saya disarankan perawat untuk merujuk pemeriksaan anak saya ke rumah sakit lain, akhirnya dirujuk ke Pekanbaru. Yang dikatakan Irwanto tidak masalah ternyata sudah infeksi 22 cm. Akhirnya mengalami operasi dan dipotong lagi 6 cm," jelasnya dalam rapat komisi IX DPR, Jakarta, Senin (8/9).

Syamsuddin mengaku telah menuntut keadilan buat anaknya hingga rela menjalani proses birokrasi dan bertemu dengan sejumlah lembaga untuk menuntut pihak Rumah Sakit. Namun ia kecewa setelah proses panjangnya, majelis kedokteran DKI Jakarta menurutnya dengan gampang menyatakan Irwanto tidak bersalah.

"Sekarang ini saya ingin minta bukti diagnosa jika anak saya usus buntu dengan izin persetujuan dari saya dan istri. Kalau mereka bisa menunjukkan berarti kan saya yang salah, bredel saya, masukkan penjara. Tapi kalau mereka tidak bisa menunjukkan bukti diagnose dengan izin persetujuan, apa tindakan mereka terhadap dokter? Penjarakan, penjarakan. Atau saya yang dipenjarakan," katanya.

Menanggapi hal ini, Kepala Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Indrasari, Ibrahim Irsan Nasution membenarkan kronologis yang telah diceritakan Syamsuddin di awal rapat. Ia melanjutkan Ellyana telah diperiksa secara klinis dan laboratorium sesaat sebelum rumah sakit menyatakan harus dioperasi karena kondisi yang membahayakan.

Namun saat diberitahu perlu adanya operasi, pihak keluarga belum bisa memberikan jawaban atas izin operasi. Selanjutnya, ia menceritakan pasien datang kembali pada hari selanjutnya ke klinik untuk diperiksa ulang dan saat itu keluarga sudah memutuskan untuk mengizinkan persetujuan operasi.

Ia menegaskan jelas sekali izin persetujuan operasi tersebut telah ditandatangani istri atau ibu dari Ellyana. Setelah dioperasi pasien dikembalikan dan berada dalam status rawat jalan serta dipantau dokter umum karena pihak rumah sakit tersebut hanya memiliki satu dokter bedah.

Beberapa hari kemudian memang terjadi gangguan pada pasien sehingga rumah sakit menawarkan operasi ulang kalau memang ada kemungkinan efek komplikasi. Menurutnya hal itu biasa terjadi. Ia mengakui tidak mengetahui jika ada perawatnya yang merekomendasikan pasiennya untuk dirujuk ke rumah sakit lain.

"Dibuatlah rujukan ke Rumah Sakit Arifin Rahmat. Beliau minta pindah ke Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru. Dari kronoligis itu didiagnosa ada tanda-tanda infeksi maka dioperasi ulang. Pasien sebenarnya sudah mengalami tanda-tanda perbaikan maka pulang," jelasnya dalam rapat di komisi IX DPR, Jakarta, Senin (8/9).

Selanjutnya, ia mengatakan setelah beberapa lama kemudian muncul tuntutan dari Ide Syamsuddin ke bupati untuk menyelesaikan kasus anaknya. Lanjutnya, saat itu Syamsuddin mempertanyakan bukti diagnosis dan minta ganti rugi moril sebanyak Rp 1 milyar dan materil Rp 1 milyar.

"Kami tahu bahwa kondisi ekonomi beliau tidak baik, kami datang dengan keprihatinan untuk memberikan santunan. Beliau tidak puas dan tetap memilih tuntutan ke bupati dann dinas kesehatan. Pemda juga kasih jaminan pendidikan, tapi tidak direspon, sehingga ia langsung ke Jakarta. Kami pernah rapat, ada Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kementerian Sosial, sudah dibahas dan sudah boleh dipulangkan. Bahwa pasien sudah dianggap sehat dan datang berobat secara rutin, dan kami jamin tidak dibebankan biaya," tambahnya.  

Terkait dua poin tuntutan yang diminta Syamsuddin yaitu bukti diagnosa dan bukti izin persetujuan operasi, Ibrahim mengatakan rekam medis lengkap tidak diberikan pada pasien, jadi yang diberikan hanya resume medis. Begitu pula dengan persetujuan izin operasi juga sudah ditunjukkan buktinya.

Ia mengatakan karena Syamsuddin sedang tidak di rumah sakit saat itu, istrinya yang menandatangani. "Yang bisa meminta itu (Rekam medis lengkap) adalah kepolisian, ke keluarga hanya resume medis sesuai peraturan yang ada," katanya.

BACA JUGA: