JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengumuman hasil Pilpres 2014 secara resmi akan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 22 Juli mendatang. Pada saat itu siapa yang bakal terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia baru akan ditentukan. Siapapun yang terpilih nantinya, mereka akan mengemban amanat dan harapan kebanyakan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, terasuk para nelayan tradisional Indonesia.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan, di kampung-kampung nelayan, kata sejahtera masih jauh panggang dari api. Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2014) mencatat sedikitnya 255 nelayan tradisional hilang dan meninggal dunia di laut. "Nelayan tradisional melaut tanpa perlindungan asuransi iklim dan kepastian nasib jika mereka hilang atau meninggal dunia di laut," kata Halim lewat siaran pers yang diterima Gresnews.com, Minggu (20/7).

Hal senada juga diungkapkan oleh  Ketua Perkumpulan Nelayan dan Perempuan Nelayan Sulawesi Tenggara Beloro. Dia mengatakan, para nelayan tradisional khususnya di Sulawesi Tenggara, melaut dengan resiko besar hilang dan meninggal dunia di laut akibat derasnya ombak Laut Banda dan Laut Flores. "Untuk itu, Presiden terpilih 2014 harus menyegerakan payung hukum perlindungan dan pemberdayaan nelayan," ujar Beloro.

Di sisi lain, hingga hari ini nelayan masih mengalami kesulitan ketika mengurus perizinan melaut. Birokrasi yang berbelit dan minimnya pengetahuan nelayan tradisional Indonesia dalam mengurus izin membuat nelayan menjadi rentan dikriminalisasi. "Hal ini secara langsung berdampak bagi kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela di kampung nelayan," ujarnya menambahkan.

Pada Juni 2014, FAO telah mengesahkan Internasional Guidelines for Small Scale Fisheries (IGSSF) yang secara jelas mengakui pentingnya peran nelayan serta pembudidaya skala kecil bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dunia. Melihat langkah positif yang dilakukan FAO dalam mengakui peran nelayan dan pembudidaya, melihat momentum penting penyegeraan pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Abdul Halim melihat, Progam Legislasi Nasional DPR RI tahun 2010-2014 jalan di tempat. Sampai akhir masa periode anggota DPR pun belum ada upaya konkrit dari negara untuk memberikan payung hukum bagi perlindungan dan pemberdayaan bagi nelayan Indonesia. "Nelayan masih dianggap masyarakat kelas dua, padahal kontribusi mereka dalam pemenuhan gizi bangsa bisa dirasakan setiap hari di piring-piring masyarakat Indonesia," ujarnya.

Koordinator Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir  (JPKP) Buton Arman Manila dalam dalam acara Rembug Pesisir Nelayan se-Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu mengatakan, JPKP Buton bersama 20 perwakilan nelayan dan perempuan nelayan dari 13 kabupaten kota mendesak negara untuk Menyegerakan pengesahan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. "Nelayan dan pembudidaya Indonesia menaruh harapan besar pada hadirnya Negara sebagai payung hukum perlindungan hak-hak mereka sebagai pahlawan protein bangsa," ujarnya.

BACA JUGA: