JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nasib Ide Syamsuddin, warga Riau yang kini tengah menuntut keadilan di gedung wakil rakyat, Jakarta, memang benar-benar malang. Kabar duka derita yang dialaminya benar-benar tenggelam oleh hiruk pikuk berita politik terkait pelaksanaan PIlpres 2014. Para anggota dewan yang diharapkan bersimpati dan membentu menyelesaikan masalah yan dihadapinya pun jadi tak peduli akan nasib Syamduddin.

Padahal harapan dia, sederhana saja. DPR mau mendengar keluhannya akan sebagai rakyat yang kini tengah tertindas akibat sikap arogan sebuah institusi rumah sakit yang dia tuding telah melakukan malpraktik sehingga anaknya, Ellyana Fitri (10), kini menderita. Gresnews.com, bertemu Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, secara tak sengaja pada Kamis (12/6) lalu. Saat itu seperti biasa, dia tengah melaksanakan aksi diammnya di depan gedung DPR-RI.

Disela aksinya, Syamsuddin akhirnya mau juga bercerita tentang kasus yang memaksanya harus mengadu nasib ke Jakarta. Syamsuddin bilang, dia sudah dua bulan ini melakukan aksi mencoba menarik perhatian dari para anggota dewan agar peduli pada nasib dia dan keluarga. Harapannya lewat bantuan para anggota dewan, dia bisa menuntut keadilan bagi anaknya yang menjadi korban malpraktek di Rumah Sakit Indasari, Riau.

Sayang aksinya selama dua bulan ini belum mendapat respon dari anggota DPR fraksi manapun, Senayan, Kamis, (12/6). "Mungkin mereka lebih sibuk mengurus kepentingan politik sendiri, sehingga lupa pada rakyat yang harusnya diwakili mereka," ujar Syamsuddin kelu.

Kisah pilu ini berawal dari sakit panas yang diderita Ellyana Fitri (10 th) anaknya, pada 29 Juli 2008 silam. Syamsuddin lantas membawa Ellyana ke RS Indrasari, Riau. Disana Ellyana didiagnosa menderita usus buntu oleh dr. Irwanto Bahar dan disarankan untuk melakukan operasi secepatnya, karena jika tidak bisa infeksi dan timbul nanah.

Tanpa sepengetahuan Syamsuddin dan tanpa pemeriksaan lebih lanjut, Ellyana mendapatkan operasi pertamanya pada tanggal 29 Juli 2008 dengan menghilangkan 8 cm ususnya. "Diagnosa dokter hanya dengan cara memegang perut, dan tidak ada surat persetujuan saya," ujarnya kepada Gresnews.com.

Pasca operasi, sesuatu yang janggal terjadi pada diri Ellyana. Dua minggu lamanya pasca operasi, Ellyana tidak dapat melakukan buang air besar dan buang angin. Selama itu pula dokter sama sekali tidak melakukan kunjungan pasien. Bahkan perut Ellyana terlihat membuncit seperti sedang mengandung. Ketika melapor, dokter hanya mengatakan tidak ada masalah. "Namun ketika itu langsung dirujuk ke RS Arifin Rahmat, Pekanbaru.

Kejadian yang hampir serupa terjadi di rumah sakit ini, setelah dilakukan pemeriksaan dalam melalui foto rontgen sebanyak empat kali, tanpa ada diagnosa dari dokter yang bersangkutan, Ellyana didiagnosa menderita usus buntu. Ketidakjelasan soal penyakit anaknya inilah yang kemudian membuat Syamsuddin pergi ke Rumah Sakit Awal Bros, Pekanbaru, untuk mencari pendapat dan diagnosa pembanding.

Disana dari hasil USG dan ronsen usus Ellyana didiagnosa sudah infeksi berat. "Ini kenapa bisa sampai infeksi? Sebelumnya ditangani oleh siapa?" ucap Syamsuddin menirukan perkataan Dr Zulasdi yang memeriksa Ellyana di Awal Bros.

Maka hari itu pula, Ellyana kembali mendapatkan operasi keduanya pada tanggal 12 Agustus 2008 dan kehilangan 22 cm ususnya. Tanggal 11 September 2008  dilakukan operasi ketiga untuk menyempurnakan dan ia kembali kehilangan 6 cm dari ususnya. Total selama 45 hari Ellyana mengalami tiga kali operasi dan kehilangan 35 cm ususnya.

Dua bulan setelahnya, kejang dan koma kerap dialami Ellyana. Melihat keadaan anaknya yang seperti itu, Ide meminta pertanggungjawaban Dr Irwanto dan RS Indrasari. Namun lagi-lagi hanya ketidakjelasan yang didapatkannya. "Hingga kini, saya kerap kali muntah hingga 17 kali sehari, setelah muntah saya amnesia," ungkap Ellyana kepada Gresnews.com. Ia mengaku pernah mendapatkan terapi syaraf pasca operasi.

Berbagai macam cara telah dilakukan Syamsuddin untuk menuntut keadilan, mulai dari mendatangi Komisi Perlindungaan Anak Indonesia (KPAI) Daerah, Bupati, Ketua DPRD, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kemenkes, Mabes Polri, Komnas HAM, Ombudsman, bahkan pelataran Istana Negara pernah juga ia diami selama 111 hari.

Namun hasilnya nihil. Padahal uang dan rumah senilai Rp150 juta sudah raib untuk membiayai itu semua. Bahkan saat di Istana Negara, Syamsuddin mengaku pernah mendapatkan perlakuan kasar berupa pengeroyokan oleh tujuh orang oknum polisi yang tidak diketahui apa penyebabnya.

Ketika dikonfimasi Gresnews.com, dr. Irwanto Bahar seperti enggan berlama-lama menanggapi kasus ini. Dia hanya  mengatakan bahwa segala yang dituduhkan tidak benar dan merupakan perbuatan tidak menyenangkan. "Semua berkas sudah sesuai prosedur, bisa dicek ke Kementerian Kesehatan dan MK," ucapnya, Minggu, (15/6).

Syamsuddin sendiri masih akan melanjutkan aksinya menuntut keadilan walaupun harus diterpa hujan, angin dan panas. Ditemani istri dan anaknya Ellyana, di dalam gubuk beralas kardus beratap terpal ia hanya berharap ditemui oleh wakil rakyat asal Riau di DPR dan didengarkan suaranya.

"Jika memang kami yang salah tolong tunjukkan bukti diagnosa dan bukti persetujuan operasi. Jika saya benar tolong tunjukkan, jangan sampai ada Ellyana-Ellyana yang lain setelah ini," tuturnya sendu.

BACA JUGA: