JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia segera akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di akhir 2015. Satu dari 12 sektor prioritas yang akan diliberalisasi adalah sektor perikanan. Karena itu itu pemerintah ke depan didesak untuk memperkuat hilirisasi produk perikanan berbasis desa. Hal tersebut terungkap dalam Forum Dialog Kerakyatan II yang berlangsung di Tanjung Balai Sumatera Utara, Kamis (5/6).

Muslim Panjaitan, Ketua DPW KNTI Tanjung Balai menuturkan, untuk dapat memanfaatkan MEA persoalan-persoalan domestik kenelayanan perlu dituntaskan sesegera mungkin. Salah satunya adalah menghentikan penggunaan alat tangkap trawl yang merugikan nelayan tradisional.

"Di perairan Asahan Sumatera Utara, teridentifikasi sebanyak 80 kapal ikan trawl masih bebas beroperasi. Kami optimis, jika  penggunaan alat tangkap trawl segera dihentikan, maka produksi nelayan dapat ditingkatkan," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Gresnews.com, Kamis (5/6).

Masalah produksi ikan di tingkat nelayan tradisional memang masih menjadi kendala besar bagi Indonesia. Selama ini mereka kalah bersaing karena banyak kapal-kapal besar terutama milik asing ikut beroperasi di wilayah pesisir. Berdasarkan analisa Institute for Global Justice yang diolah dari ASEAN Statistical Year book 2012 diketahui bahwa nilai ekspor ikan Indonesia belum mampu melampaui Thailand dan Vietnam.

""                                                  Sumber: ASEAN Statistical Year book 2012 

Bahkan, jika kondisi ini terus bertahan, Indonesia yang merupakan negara maritim dengan luas lautan melebihi luas daratan, malah berpeluang menjadi negara dengan tingkat ketergantungan ikan impor dari negara-negara anggota lainnya. Selain di hulu, sektor perikanan Indonesia mendapati persoalan pelik di hilir. Mulai dari ketersediaan bahan baku minim, utilisasi industri perikanan rendah, dan tenaga kerja di tingkat pengolahan masih sangat kurang.

"Faktanya, dari 13,8 juta total tenaga kerja yang bergerak di sektor perikanan, hanya 10 persen yang bekerja di sektor pengolahan. Hal tesebut menggambarkan tersendatnya hilirisasi perikanan nasional. Maka ke depan, insentif perlu diberikan oleh pemerintah untuk mengembangkan sekurang-kurangnya 10 ribu unit usaha pengolahan ikan skala desa," ungkap Riza Damanik Direktur Eksekutif IGJ sekaligus Ketua Dewan Pembina KNTI.

Sayangnya upaya perlindungan terhadap nelayan tradisional tak juga dilakukan pemerintah. RUU Perlindungan Nelayan sendiri saat ini sebenarnya sudah dibahas di DPR. Hanya saja entah kenapa RUU itu tidak menjadi prioritas dan diperkirakan tidak akan selesai dalam periode keanggotaan DPR saat ini.

BACA JUGA: