JAKARTA, GRESNEWS.COM - Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mendesak pemerintah untuk mengakui keberadaan serta peran serta nelayan perempuan di Indonesia. Karena selama ini perempuan belum mendapatkan hal politik dari pemerintah, termasuk di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. "Negara harus merevisi UU Perikanan untuk mengakui peran perempuan nelayan," kata Ketua Presidium PPNI Jumiati, di Nyonya Dua Restoran, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (18/5).

Dikatakan Jumiati, perbedaan gender masih terjadi antara nelayan laki-laki dan perempuan. Padahal, selama ini partisipasi mereka cukup nyata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor perikanan. Karena itu selain mendesak pemerintah mengakui peran nelayan perempuan, PPNI juga mendorong hadirnya pemerintah dalam mendukung produksi budidaya kelautan. Seperti menyediakan program, mengadakan pelatihan dan memasarkan hasil dari budidaya tersebut.

Tercatat, perempuan nelayan selama ini sudah menghasilkan beberapa produk hasil budidaya kelautan, seperti onde mangrove, kerupuk ikan, teh daun jeruju, udang dan ikan krispi, hingga kosmetik. PPNI juga mendesak pemerintah memprioritaskan anggaran kebijakan negara untuk menyejahterakan perempuan nelayan. "Karena selama ini modal mereka hanya dari swadaya masing-masing, dan belum ada bantuan nyata dari pemerintah," kata Jumiati.

Ketua Presidium Koalisi Rakyat Untuk Perikanan (KIARA) Armand Manila yang memfasilitasi pertemuan nasional tersebut mengungkapkan nelayan perempuan mempunyai kontribusi besar dalam menopang perekonomian keluarga nelayan. " Sebanyak 48% penghasilan keluarga nelayan berasal dari perempuan," kata Armand.

Lebih jauh ia berharap PPNI menjadi lokomotif gerakan perempuan nelayan di Indonesia. Ia juga berharap negara akan segera mengakui peran perempuan serta memprioritaskan kesejahteraan dan perlindungan di dalam kebijakan anggaran nasional dan daerah.

Konferensi pers ini adalah hasil dari pertemuan nasional PPNI di wisma PGI, Jakarta pada 14-16 Mei 2014 lalu. Dalam pertemuan ini hadir 15 kelompok pertemuan nelayan dari berbagai daerah seperti Langkat dan Serdang Bedagai (Sumatera Utara), Bumi Dipasena, Tulang Bawang (Lampung), Indramayu, Jepara, Demak, Batang, serta berbagai daerah di Sulawesi dan Lombok.

BACA JUGA: