JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masyarakat Indonesia ternyata paling kurang pergaulan alias kuper dalam urusan mengerti tentang apa itu perubahan iklim dan bagaimana cara meresponsnya. Kesimpulan itu didapat dari hasil survei yang dilakukan BBC Media Action bekerja sama dengan Kedutaan Inggris mengenai perilaku dan respons masyarakat terkait perubahan iklim di Asia. Hasil survei itu dipresentasikan, Selasa (29/10), di Wisma Antara, Jakarta, yang dihadiri sejumlah undangan diantaranya Direktur Program Climate Asia Damian Wilson, Wakil Duta Besar Inggris Jennifer Anderson, perwakilan pemerintah Indonesia, dan sejumlah media.

Hasil studi mengenai perilaku dan respons masyarakat terhadap perubahan iklim yang pertama kali dilakukan di Indonesia ini menunjukkan hasil mengejutkan. Ternyata, kampanye-kampanye komunikasi terkait perubahan iklim yang dilakukan selama ini tidak sampai ke masyarakat pedesaan, dan tidak cukup memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang mereka hadapi saat ini.

Climate Asia, yang diprakarsai oleh BBC Media Action, melakukan survei kepada lebih dari 33.500 orang di Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Nepal, Pakistan dan Vietnam. Hasil riset menunjukan bahwa kelompok paling rentan di Indonesia merupakan golongan yang paling kurang mendapatkan informasi bagaimana masyarakat merespon perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan mereka—dan juga paling sedikit yang berminat untuk melakukan perubahan.

Padahal, 15% dari 5.000 responden menyatakan bahwa mereka beradaptasi bahkan mengubah pekerjaan mereka demi merespons perubahan lingkungan, tetapi kebanyakan dari mereka tidak memiliki informasi yang cukup.

Survei menunjukkan bahwa masyarakat di kota-kota besar, target utama kampanye perubahan iklim media massa, sangat khawatir akan cuaca ekstrim (69%) dan dampak yang lebih besar di masa mendatang. Akan tetapi dibandingkan dengan negara lain yang disurvei, hanya sedikit orang yang mengambil tindakan untuk mempersiapkan diri menghadapi cuaca ekstrim. Hanya 19% responden mendengarkan prakiraan cuaca dan 11% responden yang memiliki rencana persiapan bencana.

Sementara itu, masyarakat pedesaan mengaku merasakan dampaknya saat ini. Banyak dari mereka menyatakan bahwa semakin tidak jelasnya cuaca membuat mereka semakin tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk menanam. Beberapa hasil pertanian gagal dikarenakan kekeringan, dan sebagian lainnya hanyut terguyur hujan lebat. Mereka juga mengatakan bahwa perubahan iklim membuat pekerjaan mencari ikan semakin sulit dan berbahaya.

Misalnya, Sahabuddin, seorang responden di Riau yang mengatakan tidak lagi bisa mengatasi banjir yang kerap terjadi. "Saya tidak bisa tidur jika hujan turun lebat," katanya. Petani asal desa Kakong itu mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, semakin sulit untuk melakukan aktivitas pertanian.

"Biasanya, kami selalu panen biji coklat dua kali dalam setahun. Namun, sejak 2009, panen hanya terjadi satu kali," ujarnya lagi.

Sahabuddin, mungkin mewakili sedikit saja masyarakat desa yang paham mengenai perubahan iklim. Hasil survei menunjukkan, yang paham bagaimana merespons perubahan tersebut di pedesaan masih sangat rendah. Sebanyak 61% masyarakat pedesaan mengatakan mereka tidak mendapatkan informasi seperti masyarakat lain yang tinggal di kota-kota besar.

Jumlah yang sama juga mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa ada sumber-sumber informasi yang tersedia untuk membantu mereka merespons, dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dengan temuan ini, Climate Asia ingin membawa hasil penelitian dari perilaku tersebut menjadi hal utama untuk diperbincangkan dalam diskusi perubahan iklim global, dan membantu para pengambil keputusan.

Penelitian ini menyoroti 20 kelompok utama termasuk para pemuka masyarakat, petani, dan nelayan di Indonesia. Damian Wilson, Direktur Program Climate Asia mengatakan, Climate Asia dirancang untuk menempatkan pengalaman dan pandangan masyarakat secara langsung sebagai jantung dari upaya penanggulangan perubahan iklim di masa mendatang.

"Survei kami menunjukkan bahwa disaat upaya luar biasa dikerahkan dalam memberikan informasi kepada masyarakat pedesaan mengenai dampak perubahan iklim, masih ada sejumlah masyarakat di pedesaan dan di kota-kota kecil yang masih bergulat dalam menghadapi dampak perubahan lingkungan dan siap untuk berbuat lebih banyak lagi," kata Damian Wilson dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi Gresnews.com.

Sementara itu Jennifer Anderson, Wakil Duta Besar Inggris, mengatakan, pihaknya mendukung Indonesia dalam memenuhi target domestik perubahan iklim, pertumbuhan hijau, dan masa depan yang berkesinambungan. "Saya berharap penemuan-penemuan ini dapat membantu seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi isu-isu perubahan iklim," ujarnya.

(GN-03)

BACA JUGA: