JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus penjualan organ tubuh manusia menjadi isu yang merebak akhir-akhir ini. Fenomena ini memperlihatkan kondisi sosial masyarakat Indonesia yang ternyata masih rentan terhadap praktik transaksi jual-beli organ tubuh, salah satunya transplantasi ginjal.

Transaksi penjualan organ tubuh manusia merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 64 Ayat (2) disebutkan  Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan. Kemudian, Ayat (3) menyatakan bahwa Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apa pun.

Dari mekanisme hukum sebenarnya sudah diatur bahwa para pihak yang terlibat dalam jaringan transaksi dapat diganjar hukum kurungan dan denda sesuai Pasal 192 UU Kesehatan. Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun dipidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Menjadi pertanyaan apa kelemahan UU tersebut hingga kasus ini bisa terjadi. Serta praktik jual-beli organ tubuh manusia bisa secara bebas dilakukan di Indonesia. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Irma Suryani Chaniago mengatakan, penjualan organ tubuh adalah kejahatan terstruktur yang difasilitasi oleh para mafia atas kerjasama oknum dokter maupun pihak Rumah Sakit.

Walaupun belum mengetahui informasi pasti angka kasusnya, menurut Irma, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu segera bertindak mengambil langkah pencegahan sebelum kejadiannya meluas dan meresahkan masyarakat.

Untuk langkah pencegahan itu, Irma menyebut, Kemenkes dapat membentuk Tim Pengawas Rumah Sakit yang berfungsi mengontrol seluruh aktivitas Rumah Sakit dalam kaitan dengan malpraktik, calo rawat inap BPJS dan sponsorship dokter oleh perusahaan farmasi.

"Kemenkes harus berkoordinasi dengan pihak berwajib seperti Kepolisian karena menyangkut tindakan kriminal," kata anggota DPR  dari Fraksi Nasional Demokrat ini, kepada gresnews.com, Jumat (5/2).

Kewenangan menyelesaikan kasus tersebut tidak bisa hanya diserahkan kepada satu pihak tertentu saja. Mengingat, transaksi jual beli organ tubuh ini berkedok sindikat terencana antara pendonor dan oknum perantara. Langkah penindakan terhadap praktik kriminal semacam ini pun sulit diselesaikan apabila tidak diikuti perangkat aturan hukum yang jelas.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menilai, transaksi perdagangan organ tubuh beberapa merupakan sebuah pelanggaran.  Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan ketika kepentingan transplantasi ginjal bukan untuk kegiatan sukarela namun mengandung unsur komersial.

KELEMAHAN ATURAN KESEHATAN - Marius mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 65 sampai Pasal 68 mengatur kegiatan transplantasi organ tubuh. Disebutkan bahwa pada prinsipnya tidak boleh terjadi transaksi jual beli kalau bukan sifatnya sukarela.

Namun demikian, ia mengkritisi, adanya kelemahan yang belum secara tegas mengatur secara khusus persyaratan soal lazim dan tidaknya dilakukan transplantasi organ tubuh manusia.

"Kelemahannya, belum ada definisi tegas mengenai apa definisi sukarela dan atau jual beli organ tubuh dalam UU kesehatan," kata Marius dihubungi gresnews.com, Jumat (5/2).

Menurutnya, perlu dirincikan yang dimaksud jual beli dan sukarela itu. Kemudian, persyaratan jual belinya bagaimana agar penindakannya di lapangan jelas.

Pada Pasal 65 Ayat (3) UU Kesehatan menyebut ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Persoalannya, tutur Marius, PP yang dimaksud dalam Pasal tersebut sampai saat ini belum dibuat pemerintah. Padahal implikasi dari itu dapat membahayakan keselamatan pendonor atau pun masyarakat yang dijadikan korban praktik kriminal tersebut.

Masalah lainnya, Marius menambahkan, adalah mengenai penjabaran teknisnya yang selama ini belum dibuat pemerintah. Misal, dalam mengawasi atau menjamin proses donor benar-benar kepada pihak yang benar-benar dibutuhkan sesuai ketentuan perundangan.

"Ini menjadi masalah bagi dokter dan Rumah Sakit juga karena terlibat dalam kegiatan transplantasi organ. Tugasnya Kemenkes wajib membuat aturannya supaya semua pihak aman," terangnya.

BACA JUGA: