JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah diminta melakukan evaluasi terhadap PT Star Energi terkait kegiatan Eksploitasi Panas Bumi dan Geothermal di Pangalengan Jawa Barat. Hal ini lantaran kegiatan geothermal yang dijalankan disinyalir membawa dampak buruk pada lingkungan dan masyarakat hingga merenggut korban jiwa.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar menilai pemerintah dan Star Enery mengabaikan keamanan dan keselamatan warga pangalengan. Akibatnya pada Selasa (5/5) terjadi longsor disertai ledakan pipa gas PLTP Star Energi Wayang Windu Pangalengan yang berada di lokasi Kampung Cibitung Desa Marga Mukti Kec. Pangalengan Kabupaten Bandung.

"Retakan tanah sebagai pemicu yang mengakibatkan terjadinya longsor di kawasan Perhutani," kata Iwank Wahyudin Staff Advokasi Kebencanaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar dalam pesannya kepada Gresnews.com, Kamis (7/5).

Longsor tersebut menyeret pipa gas dan menyebabkan ledakan hingga menimbun enam rumah warga. Total korban mencapai delapan orang, dimana satu diantaranya meninggal dunia, tiga luka berat, dan empat orang dinyatakan luka ringan.

"Ledakan pipa juga menyemburkan gas beracun yang mengancam kesehatan dan keselamatan warga," katanya.

Sebelumnya Badan geologi dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan investigasi serta penelitian langsung di kawasan Perhutani. Hasilnya ditemukan retakan tanah sedalam 2,5 meter seluas 300 meter yang berpotensi terjadi longsor.

Mengingat intensitas hujan masih berlangsung, PVMBG dan Badan Geologi merekomendasikan 2 hal yakni perusahan harus melakukan pemindahan pipa dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diminta melakukan evakuasi warga yang berada dilokasi tersebut.

Pengamatan Walhi Jabar pun menyatakan kawasan bencana tersebut telah lama gundul hutannya hingga seluas 5 hektare. "Kemungkinan retakan tanah terjadi diakibatkan rusaknya hutan," katanya.

Di sisi lain, aktivitas geothermal pun bisa menyebabkan kondisi tanah berubah dengan adanya getaran-getaran eksploitasi panas bumi, ditambah instensitas hujan selama beberapa hari kebelakang cukup tinggi. Ia menyayangkan keberadaan Perum Perhutani sebagai institusi yang memiliki kewenangan dalam mengelola hutan malah mengabaikan kondisi lingkungan yang rusak.

"Hutan yang gundul seharusnya segera dihijaukan kembali bukan malah dibiarkan, karena bisa memicu  terjadi bencana," katanya.

Pemerintah harus mempertanyakan kinerja perhutani terkait dengan pengelolaan hutan yang bekerja sama dengan perusahaan geothermal pemerintah. "Perusahaan pun harus segara menjamin keamanan, perbaikan, dan keselamatan korban pasca bencana," katanya.

Di samping itu, Polres Bandung masih terus melakukan penyelidikan untuk mencari tahu kemungkinan unsur kelalaian. "Langkah ini kami lakukan setelah mendapatkan informasi dari berbagai pihak, terutama warga sekitar," kata Kapolres Bandung AKBP Erwin Setiawan.

Berdasarkan keterangan dari sejumlah saksi ledakan pipa terjadi karena ada hantaman dari material longsoran. Namun, polisi akan tetap menyidik hal ini dari sisi perusahaan.

Sementara itu, Bupati Bandung Dadang M Naseer mengungkapkan longsor yang terjadi di Kampung Cibitung bukan disebabkan oleh pipa gas dari eksplorasi panas bumi atau geotermal milik Star Energy. Karenanya ia mengharapkan tidak terjadi salah informasi di antara warga yang saat ini geram terhadap keberadaan PT Star Energy di wilayah Pangalengan. "Yang sebenarnya menurut sejumlah saksi memang yang terjadi longsor dulu lalu pipa meledak karena terkena hantaman longsor," katanya.

Kementerian ESDM juga meluruskan informasi terkait kejadian ledakan pipa panas bumi. Penyebab awalnya adalah karena longsor akibat hujan yang berlangsung cukup lama. "Begini saya ingin jelaskan, kejadian tersebut awalnya bukan karena pipa panas buminya, tapi karena longsor. Kalau tidak diluruskan ini dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan masyarakat di lokasi PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), padahal pemerintah sedang dorong pemanfaatan panas bumi untuk listrik," jelas Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Rida Mulyana, Selasa (5/5).

Rida mengatakan, kejadian tersebut karena di atas bukit di Kampung Cibitung ada aktivitas pertanian dan perkebunan. Intensitas hujan yang cukup tinggi mengakibatkan tanah longsor sehingga masyarakat sekitar bukit ikut tertimbun material tanah.

"Tanah longsor tersebut menimbun pipa panas bumi yang ada di bawahnya dan menyebabkan putusnya pipa. Sementara di dalam pipa masih mengalir cairan atau uap panas bumi, akibat menumpuk kemudian keluar, seperti meledak, padahal tidak, itu hanya uap panas yang bertekanan tinggi. Jadi korban yang meninggal dan yang masih tertimbun di dalam tanah bukan karena meledaknya pipa panas bumi," katanya.

Akibat putusnya pipa panas bumi tersebut, membuat suplai listrik sebesar 2x227 megawatt PLTP Wayang Windu Unit 1 dan 2 berhenti beroperasi. Kementerian ESDM sudah mengirim tim untuk mencari solusi agar panas bumi di Pengalengan bisa segera beroperasi kembali.

BACA JUGA: