JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melontarkan wacana membiayai partai politik sebesar Rp1 triliun per tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pro dan kontra bermunculan menanggapi rencana tersebut bahkan ada yang menyebut sebagai upaya melegalisasi korupsi.

"Saya tidak sependapat, kalau memberikan APBN ke partai politik namanya bukan menghilangkan praktik korupsi, tapi melegalisasi korupsi," kata Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang, Muhammad Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Senin (9/3).

Sebab, menurut Syafaat, pertanggungjawaban pembiayaan parpol atas pendanaan melalui APBN sangat mustahil dilakukan. Alasan lainnya, partai yang berorientasi kekuasaan untuk kepentingan bangsa sudah seharusnya dapat menyelesaikan masalah dirinya sendiri, termasuk keuangan.

Sebelumnya, Mendagri menggulirkan wacana pembiayaan untuk partai politik hingga Rp1 triliun yang bersumber dari APBN untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi. Alasannya menekan politik uang akibat persaingan finansial yang besar di setiap perhelatan Pilkada.

Menurutnya, partai politik memerlukan dana untuk melakukan persiapan dan melaksanakan pemilu serta melakukan pendidikan kaderisasi dan program operasional. Sementara kekhawatiran terhadap mekanisme pertanggungjawabannya bisa dilakukan melalui pengawasan ketat yang dibarengi pemberian sanksi tegas terhadap parpol yang melakukan pelanggaran, termasuk pembubaran partai politik.

"BPK bisa mengawasi dan mengendalikan penggunaan anggaran yang juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat," kata Tjahjo dalam Diskusi di kafe Brewerkz, Senayan City, Jakarta Pusat, Minggu (8/3).

Selain parpol, ia juga menilai para calon kepala daerah yang ikut pemilihan kepala daearah (Pilkada) juga bisa dibiayai negara.
Sejatinya gagasan untuk membiayai parpol sudah lama digaungkan. Salah satunya oleh mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa. Ia menggagas pembiayaan partai politik peserta pemilu berasal dari negara atau dicantumkan dalam APBN.

Selama ini negara telah mengatur keuangan partai politik lewat Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 mengatur tentang sumber-sumber keuangan partai politik. Sumber keuangan parpol yang pertama adalah iuran anggota parpol bersangkutan, dalam UU tersebut tidak diatur besaran sumbangan anggota kepada partainya.

Kedua adalah sumbangan yang sah menurut hukum. Dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 mengatur tentang sumbangan tersebut, yaitu Perseorangan anggota parpol yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, Kemudian Perseorangan bukan anggota parpol paling banyak senilai Rp 1.000.000.000 per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran, dan terakhir adalah Perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

Lalu yang ketiga adalah bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan belanja Deaerah (APBD). Bantuan dari APBN/APBD diberikan secara proporsional kepada parpol yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dengan didasarkan pada jumlah perolehan suara.

BACA JUGA: