JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilik kamar di Apartemen Capital Residence di kawasan SCBD, Supriansyah menyebut satu nama baru yang ikut dalam pertemuan antara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dengan sejumlah elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yakni Maruarar Sirait. Maruarar datang setelah Pelaksana Tugas Sekjen Partai Demokrasi Indonsia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristyanto; mantan Sekjen PDIP yang kini menjabat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; dan David Andriasmito (dr. Gigi, teman Supriyansyah), meninggalkan apartemennya sekitar Bulan Maret-April 2014.

"Pernah datang, saya yang jemput Maruarar Sirait. Hanya itu yang saya ingat, di tempat saya, bisa dikonfrontir ke orangnya," kata Supriansyah, saat menjawab pertanyaan pimpinan Komisi III, Aziz Syamsuddin yang menanyakan apakah benar pertemuan terjadi berkali-kali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/2).

Supriansyah mengaku hadir dalam pertemuan tersebut. Ia juga sempat menjemput Hasto dan Tjahjo beserta David ketika bertemu Abraham di tempatnya yang berlangsung sekitar 45 menit.

Hal itu terungkap ketika Komisi III memanggil mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Jend TNI (Purn) Hendro Priyono;  mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla yang saat ini menjabat Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto; mantan Sekjen PDIP yang kini menjabat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; anggota Divisi Hukum PDIP, Arteria Dahlan; dan pemilik kamar di Apartemen Capital Residence, SCBD, Supriansyah.

Namun Hendro tidak datang. Mereka dimintai klarifikasi atas pernyataan Hasto terkait pertemuan Abraham dengan sejumlah pengurus PDIP menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, salah satunya di Apartemen Capital Residence, SCBD.

Pemanggilan tersebut merupakan tindak lanjut dari pengkuan Hasto kepada Komisi III. Dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III pada 4 Februari lalu, Hasto menyebut, Abraham pernah bertemu dengan Tjahjo pada April 2014. Pertemuan itu diduga dilakukan untuk memuluskan niat politik Abraham yang ingin menjadi pendamping Presiden Joko Widodo saat Pilpres 2014.

Setidaknya, ungkap Hasto, ada sekitar enam pertemuan yang dilakukan Abraham dengan sejumlah petinggi PDIP dalam waktu dan tempat yang berbeda. Namun, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri memutuskan Jusuf Kalla sebagai pendamping Jokowi.

Saat konstelasi penunjukan dan penetapan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden menuai polemik dan memunculkan kisruh KPK dan Polri, sebuah tulisan bertajuk "Rumah Kaca Abraham Samad" terbit di Kompasiana. Tulisan itu bercerita tentang keinginan Abraham menjadi pendamping Jokowi, tetapi Ketua KPK membantah kebenaran tulisan itu.

Sebaliknya, Hasto membenarkan isi artikel itu dan menggelar jumpa pers untuk mengungkapkan secara detail runtutan pertemuan itu. Hasto juga sudah menjelaskan mengenai pertemuan tersebut saat diperiksa Bareskrim Polri dan di hadapan Komisi III DPR.

Selain Hasto, adanya pertemuan antara Samad dan sejumlah tokoh yang dekat dengan PDIP untuk membahas pencalonan sebagai wakil presiden mendampingi Jokowi juga disampaikan Ketua Advokat Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia PDIP, Arteria Dahlan.

Ia menyebut, Samad pernah bertemu dengan seorang anak petinggi TNI berinsial RNH. Untuk membuktikan pernyataanya, Arteria menunjukkan sebuah foto Samad dengan RNH, inisial anak dari seorang mantan petinggi TNI yang dekat dengan PDIP. Pertemuan berlangsung di kediaman bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M Hendropriyono di daerah Patal Senayan, Jakarta, menjelang penentuan cawapres Jokowi.

Menurutnya, dalam pertemuan keempat dari enam pertemuan yang dilakukan Samad tersebut telah terjadi lobi dalam bursa pencalonan Samad sebagai calon wakil presiden pendamping Jokowi. Samad, menurutnya, mengaku telah membantu PDIP dengan cara meringankan perkara korupsi yang menimpa kader PDIP, Emir Moeis.

Arteria menengarai, pertemuan sebagai sebuah pelanggaran pidana. Ia merujuk Pasal 36 poin 1, Pasal 37, Pasal 65, Pasal 66 dan 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Ketentuan itu intinya menyatakan anggota KPK dilarang bertemu atau mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

"Ini pertemuan keempat dari enam pertemuan yang dilakukan AS. Ini bukan hanya pelanggaran kode etik tapi merupakan pelanggaran pidana," ujar Arteri belum lama ini.

BACA JUGA: