JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah mengajukan hak bertanya kepada Presiden Joko Widodo lantaran harga kebutuhan pokok dan tarif transportasi belum juga turun seiring  kebijakan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). DPD menegaskan pengajuan hak bertanya ini sama sekali tak ada kaitannya dengan kepentingan apapun termasuk politik. Berbeda dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang sebelumnya mewacanakan interpelasi tapi belakangan isu tersebut tetap hanya sekadar wacana.

Inisiator interpelasi DPD Andi Mappetahang (AM) Fatwa menuturkan hak tanya tersebut telah disampaikan pada Jokowi Senin (2/2) kemarin dalam pertemuan dengan DPD di istana negara. Hak tanya ini sudah ditandatangani sebanyak 53 dari 132 senator di DPD. Hak tanya yang diajukan DPD berisi pertanyaan atas strategi pemerintah menurunkan harga barang dan ongkos transportasi akibat kenaikan BBM sebelum akhirnya harga BBM diturunkan sebulan kemudian.

"Hak tanya merupakan hak paling dasar dan pantas dilakukan karena menyangkut kepentingan rakyat," ujar Fatwa dalam konferensi persnya di DPD, Selasa (3/2).

Permasalahan pokoknya penurunan harga BBM tidak berpengaruh terhadap penurunan harga barang dan tarif transportasi lantaran harga tersebut terlanjur mengikuti kebijakan sebelumnya untuk menaikkan BBM. "Sehingga penurunan harga BBM jelas tidak menyelesaikan permasalahan ekonomi rakyat khususnya di daerah," kata Fatwa.

Sehingga tentu masyarakat perlu penjelasan atas kebijakan yang telah dibuat. Fatwa berharap presiden mau menjawab pertanyaan DPD saat sidang paripurna DPD pada Februari 2015 yang merupakan akhir masa sidang parlemen.

Ia melanjutkan secara detail DPD mengajukan total lima pertanyaan pada Jokowi. Pertama, DPD ingin agar presiden menjelaskan dasar filosofis, hukum, dan strategi pemerintah untuk menaikkan harga BBM namun sebulan kemudian malah menurunkan harga BBM bersubsidi.
Kedua, DPD mempertanyakan mekanisme kebijakan perlindungan sosial untuk masyarakat paska menaikkan BBM. Pasalnya DPD menilai kebijakan tersebut seringkali tidak tepat sasaran.

Ketiga, DPD mempertanyakan soal kebijakan energi presiden. "Sejauh mana kebijakan presiden atas energi dilandasi pasar atau lebih memilih untuk kepentingan orang banyak," ujar Fatwa.

Keempat, DPD ingin Jokowi bisa menjelaskan mekanisme pengaturan yang dikonsepkan presiden untuk cadangan penyangga dan cadangan strategis BBM. Kelima, DPD mengkritisi kebijakan Jokowi soal kemana pengalihan dana BBM mengalir.

Fatwa menegaskan hak tanya yang diajukan DPD sama sekali jauh dari kepentingan politik. Sebab DPD sama sekali tidak ada urusannya dengan persoalan mendukung atau tidak mendukung Jokowi. Berbeda dengan DPR yang memunculkan pertama kali wacana interpelasi.

Senada dengan AM Fatwa, anggota DPD asal Sulawesi Tengah Nurmawati Dewi Bantilan menilai persoalan di daerah misalnya terkait dampak kebijakan harga BBM justru diabaikan lantaran panasnya isu politik di pusat. Sehingga ia berharap hak tanya tersebut bisa segera dijawab Jokowi dan menjadi acuan bagi masyarakat di daerah.

"Misalnya akibat kenaikan harga terjadi pada gas elpiji. Harganya naik jauh dari harga yang telah ditetapkan," ujar Nurmawati pada kesempatan yang sama di DPD.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjelaskan subsidi BBM merupakan akar permasalahan terhadap sejumlah masalah lainnya. Misalnya subsidi BBM justru digunakan mereka yang bermobil mewah. Padahal seharusnya subsidi dialirkan untuk mereka yang tidak mampu secara ekonomi.

Sehingga penghapusan subsidi pada BBM bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif. "Subsidi ini dialihkan untuk memberikan bantuan di sektor pertanian, kelautan, dan infrastruktur," ujar Jokowi.

Presiden Jokowi menaikkan harga BBM subsidi untuk premium dari Rp 6500 ke Rp 8500. Lalu solar dari Rp 5500 ke Rp 7500. Akibatnya banyaknya protes dari masyarakat dan lembaga negara lainnya, Jokowi menurunkan harga BBM sebanyak dua kali. Sehingga harga BBM kembali ke harga normal yang tak jauh dari harga sebelum dinaikkan.

BACA JUGA: