JAKARTA, GRESNEWS.COM - Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) menolak pengajuan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenakerjaan). Mereka juga  mendesak RUU yang diprakarsai oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tidak dimasukan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019.

"Draft revisinya kita belum tahu, buruh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan draf RUU Ketenagakerjaan itu. Kita menolak karena pemerintah seolah-olah main petak umpet dengan buruh," kata Kepala Direktorat Hukum dan HAM DPP FSPS, Chairul Eillen Kurniawan kepada Gresnews.com, Selasa (2/2).

Selanjutnya mereka meminta DPR menyampaikan kepada masyarakat luas terkait isi draft RUU Ketenagakerjaan itu sebagai bagian dari Keterbukaan Informasi Publik melalui Website Resmi DPR. Alasannya, lanjut Chairul, FSPS menilai draf RUU Ketenagakerjaan tidak akan lebih baik dari UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini.

Sebab orang-orang sekeliling pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla telah banyak tokoh-tokoh pengusaha, seperti mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi.

Menurutnya,  Sofjan yang kini menjabat Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla sangat berambisi untuk melakukan revisi UU Ketenagakerjaan yang hingga kini masih banyak dilanggar sebagian besar pengusaha. UU Ketenagakerjaan yang ada saat ini, belum melindungi hak-hak kepastian bekerja, upah layak, kebebasan berserikat dan jaminan sosial bagi pekerja atau buruh.

"Hingga kini, pemenuhan dan penegakkan pasal per pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, masih menjadi mimpi bagi sebagian besar pekerja atau buruh untuk mendapatkannya," tegasnya.

Di sisi lain Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja setempat masih sulit menegakkan undang-undang itu. Chairul khawatir, dengan masuknya RUU Ketenagakerjaan ke Prolegnas Prioritas 2015 akan membuat pengusaha semakin leluasa melanggar. Baik  melanggar sistem kerja kontrak dan outsourcing, serampangan membayar upah di bawah ketentuan upah minimum, memecat atau memutasi pengurus serikat pekerja/serikat buruh sesukanya, serta sama sekali tidak bersedia mengikut-sertakan pekerja dan buruhnya ke dalam program jaminan sosial nasional.

Kondisi demikian, telah menyudutkan posisi buruh yang kedudukannya lebih lemah dibandingkan pengusaha. Sehingga, pekerja/buruh terpaksa menggunakan hak mogok kerja. Namun, seketika itu pula, pengusaha mencari-cari alasan untuk menggiring pemogokan menjadi tidak sah, dan kemudian memecat buruh dengan murah, tanpa pesangon.

Sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Kementerian Hukum dan HAM  menggelar rapat kerja  penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Baik untuk jangka menengah maupun prioritas tahunan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly setidaknya mengusulkan Prolegnas jangka menengah 2015-2019 sebanyak 84 Rancangan Undang-undang (RUU).  Sebanyak 12  RUU merupakan  Prioritas Prolegnas 2015.  Salah satunya adalah RUU Perubahan RUU Ketenakerjaan yang diprakarsai oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Kedua belas RUU Prioritas tersebut adalah, RUU KUHP, RUU tentang Merek, RUU tentang Paten, RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, RUU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU tentang Perubahan Harga Rupiah, RUU tentang Perkoperasian.

Kemudian RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan pengganti UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan dan  RUU tentang Perubahan Atas UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BACA JUGA: