JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengamat Polisi Bambang Widodo menilai masalah utama konflik antara TNI dan Polri bukan terletak pada pimpinan kedua instansi tersebut. Walaupun Kapolri berganti masalah itu belum tentu dapat diatasi, karena masalah utama terletak pada presiden.

"Jadi meskipun Kapolrinya bagaimana hebatnya. Masalah kerukunan antar unsur-unsur keamanan, Polri-TNI, keamanan dalam negeri dan pertahanan ini adalah presiden. Jadi kalau itu difokuskan kepada Kapolri atau Panglima saya kok tidak yakin," katanya dihubungi Gresnews.com, Senin (22/12).

Menurut dia, soal status polisi yang berada di bawah presiden juga dapat menyebabkan konflik. Karena akan menimbulkan kecemburuan dari pihak TNI terhadap polisi.

"Tidak sekedar orang (Kapolri atau Panglima TNI)-nya tetapi dalam konteks kelembagaan, katakanlah posisi TNI di bawah Menteri Pertahanan, posisi polisi di bawah presiden juga menjadikan faktor terjadinya konflik," ujar dia.

Lebih lanjut Bambang menyebut bahwa presiden harusnya mengatur struktur ketatanegaraan ini dimana memposisikan Polri dan TNI itu secara tepat. Hal-hal yang menjadi perhatian sekarang ini adalah dimana kepolisian yang sudah diberikan kewenangan mengatur keamanan dalam negeri, harus mampu melaksanakan itu.

"Kalau Kapolri mampu di dalam negeri ini aman dan tertib, situasi keamanan kondusif maka TNI tidak akan ribut, rakyat tidak akan ribut," katanya. Menurut Bambang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, polisi itu sudah diserahi kewenangan keamanan dalam negeri tetapi pada kenyataannya ribut terus artinya mampu pimpinan-pimpinan polisi ini tidak mampu.

Bambang juga mengatakan untuk menyelesaikan konflik ini bukan siapa Kapolri dan Panglima TNI-nya. Namun dibutuhkan peran presiden untuk membuat kedua instansi tersebut berjalan harmonis.

Jadi bagaimana presiden mengatur sistem keamanan dalam negeri ini agar kondusif. Artinya unsur-unsur keamanan yang ada itu saling berangkulan, saling koordinasi, saling berintegritas dan sistemik.

Saat ini ia menilai hal tersebut belum terwujud dan masih bekerja sendiri-sendiri. Hal itu yang menyebabkan terganggunya stabilitas nasional, muncul kelompok separatis dan lain-lain. "Saya tidak tahu apakah presiden tahu akan hal itu atau tidak, kalau kerja sendiri-sendiri akan kebobolan lagi seperti mengganggu kestabilan nasional, separatis dan macam-macam," pungkas dia.

Senada dengan Bambang Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga menilai bahwa tidak mudah menghilangkan konflik antara TNI dan Polri. Karena hal itu sudah sejak lama dan melewati sejarah yang panjang.

"Ada langkah-langkah yang harus diambil, pertama, tidak cukup hanya dari sisi Polri tapi dari sisi presiden juga sebenarnya Panglima tertinggi yang membawahi TNI dan Polri. Dari sisi Polri saya kira koordinasi intensif harus dilakukan dengan TNI," katanya.

Menurut dia, intelijen Polri harus dimaksimalkan. Begitu ada tanda-tanda konflik, intelijen langsung melaporkan untuk kemudian diantisipasi supaya ada koordinasi antara pimpinan TNI dan Polri di wilayah setempat.

"Jadi ini yang harus dibangun oleh Kapolri baru, membangun koordinasi, memaksimalkan kinerja intelijen untuk memantau dinamika hubungan TNI-Polri kemudian membangun keakraban untuk semua lapisan TNI-Polri," ujar dia.

Tentu ini harus didukung oleh presiden sebagai Panglima tertinggi dalam arti, dukungan itu untuk mendukung pimpinan Polri dan TNI bertindak tegas. Ketika ada yang bermain-main langsung dipecat.

"Intelijen tidak hanya mengurusi masalah teroris, mengurusi masalah kriminal. Tetapi juga potensi konflik dalam dinamika hubungan TNI dan Polri," tegas Neta.

BACA JUGA: