JAKARTA, GRESNEWS.COM - Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memutuskan untuk menunda penetapan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terpilih, Eddy Mulyadi Soepardi karena bermasalah. Ia  diketahui masih menjabat sebagai deputi bidang investigasi BPKP RI saat ini, padahal UU BPK mensyaratkan seorang anggota BPK terpilih harus telah meninggalkan jabatan pengelola keuangan negara selama dua tahun. Meski menetapkan empat anggota terpilih lainnya, DPR memutuskan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung atas status Eddy.   

Sebelumnya, dalam paripurna  penetapan lima anggota BPK terpilih yakni Moermahadi Soerja Djanegara, Harry Azhar Aziz, Rizal Djalil, Achsanul Qosasih, dan Eddy Mulyadi Soepardi sejumlah fraksi mempersoalkan posisi Eddy yang masih menjabat sebagai deputi bidang investigasi BPKP RI. Menurut salah satu fraksi, jabatan BPKP mempunyai tugas di bidang pengawasan keuangan, sehingga dikategorikan sebagai pengelola keuangan negara.

Padahal sesuai UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK, Pasal 13 huruf j  syarat utama untuk dipilih sebagai anggota BPK, yang bersangkutan telah meninggaljan jabatan sebagai pejabat dilingkungan pengelola keuangan negara paling singkat dua tahun. Sementara yang bersangkutan tercatat belum melepaskan jabatannya di BPKP. Atas argumen tersebut, sejumlah fraksi meminta paripurna menunda,  bahkan meminta Eddy Mulyadi didiskualifikasi sebagai anggota BPK terpilih.

Anggota DPR fraksi PDIP, Eva Sundari sempat menyampaikan terdapat surat dari masyarakat yang mempertanyakan akuntabilitas proses pemilihan anggota BPK. Sebab panitia kerja meloloskan salah satu anggota BPK yang dianggap bermasalah. Sehingga pemilihan salah satu anggota BPK itu cacat hukum diduga melanggar Undang-undang (UU) BPK. “Terdapat tiga UU yang dilanggar dalam proses pemilihan ini,” ujarnya dalam paripurna DPR, Jakarta, Selasa (23/9).

Anggota DPR fraksi PPP, Zaini Rahman juga meminta paripurna untuk tegas mengambil sikap terhadap fakta dan persoalan tersebut. Ia mengusulkan untuk tetap melantik empat anggota BPK terpilih dan menunda satu yang dianggap masih bermasalah. Kalaupun sudah terbukti secara hukum dengan dokumen yang sah, yang bersangkutan bisa dibatalkan  demi hukum. “Karena itu kita harus memastikan, kita harus menunda dulu,” usulnya dalam rapat paripurna tersebut.

Menanggapi protes itu, anggota Komisi XI DPR yang menangani fit and proper test calon anggota BPK, Edison Bataubun sempat memberi penjelaskan. Bahwa proses fit and proper test sudah dilakukan berdasarkan UU BPK. Surat yang disampaikan masyarakat itu menurutnya tidak pernah ada, padahal Komisi XI telah mengumumkan secara terbuka pada publik siapa saja calon anggota BPK. “Kalau ada surat seperti itu, itu hak masyarakat. Tapi hak yang tidak mengacu pada ketentuan perundang-undangan tidak perlu ditanggapi sepanjang surat ini tidak bisa dibuktikan,” pintanya rapat paripurna.

Menurutnya, posisi yang dilarang UU untuk menjadi anggota BPK adalah deputi pengelola keuangan Negara. Sementara Edy Mulyadi hanya sebagai deputi teknis. Sehingga menurutnya, hal itu tidak melanggar UU dan yang bersangkutan dinilai sah dan proses pemilihan juga telah sesuai prosedur.

Adanya sejumlah protes fraksi atas terpilihnya Eddy Mulyadi sebagai anggota BPK. Membuat pimpinan rapat harus memutuskan untuk menunda penetapan Eddy sebagai anggota BPK. Namun menetapkan calon terpilih lainnnya yakni, Moermahadi Soerja Djanegara, Harry Azhar Aziz, Rizal Djalil, Achsanul Qosasih sebagai anggota BPK. DPR menyepakati untuk meminta fatwa Mahkamah Agung, agar ada kepastian hukum mengenai status Eddy Mulyadi. Apakah ia dinilai melanggar UU BPK atau tidak. 

BACA JUGA: