JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH) kembali bergulir setelah mencuat dugaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melakukan penyimpangan berupa gratifikasi dalam penerbitan sertifikasi halal seperti yang diungkap majalah nasional pekan ini. Komisi VIII DPR RI kembali membahas RUU JPH yang sudah mangkrak sejak tahun 2006 itu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengatakan saat ini pembahasan RUU JPH sedang dibahas dalam tingkat pandangan mini fraksi. Salah satu poin penting yang dibahas mengenai konsep badan yang memberikan sertifikasi jaminan produk halal.

"Kalau tadi kan masih internal, setelah kita menerima dari pemerintah konsepnya ditanggal 22 Februari kita kan harus mengkaji lebih dalam karena selama ini kan segmented pembahasannya. Kalau kita melihat dari sebuah kesatuan dan maunya kemana sih pemerintah dan ternyata ada perbedaan yang mendasar. Nah perbedaan inilah yang akan dibawa ke fraksi masing-masing hari Selasa akan disampaikan pandangan mini fraksi dalam rapat internal setelah itu baru dilaporkan ke komisi," kata Ledia kepada Gresnews.com, Kamis (27/2).

Ledia menambahkan pada awal pembahasannya DPR mengusulkan agar badan produk halal itu berada dibawah presiden dan terpisah dari kementerian negara. Namun dalam pembahasannya, badan itu akhirnya mengarah dibawah kewenangan Kementerian Agama. Bila berada di bawah Kementerian Agama maka badan itu nantinya bersifat regulator.

Namun mengenai pandangan ini rupanya belum ada kesamaan fraksi di Komisi VIII. Salah satu fraksi yang belum sepakat adalah FPAN. Menurut Ledia, FPAN dalam pandangannya masih ingin meminta penjelasan lebih lanjut dari pemerintah.

Terkait dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPOM UI) yang selama ini merupakan lembaga yang menjadi rujukan fatwa halal di Indonesia. Politisi PKS itu mengatakan dalam RUU JPH lembaga itu tidak akan dihilangkan namun strukturnya kelak berada dibawah badan jaminan produk halal yang akan disahkan itu.

"LPPOM tidak diutak-atik. sama seperti lembaga produk halal lainnya dia boleh melakukan pemeriksaan sebagai mandat dari undang-undang ini. Kalau versi DPR lembaga pemeriksa itu boleh siapa saja termasuk LPPOM. Kalau ormas-ormas itu juga dalam arti kata seperti itu juga dibolehkan," imbuh Ledia.

Dalam mekanismenya kelak, LPPOM dan lembaga produk halal milik ormas lainnya akan membantu badan milik pemerintah ini. LPPOM dan lembaga produk halal lainnya akan membantu dalam hal pemeriksaan seperti kandungan obat maupun cara penyembelihan binatang.

LPPOM-MUI sudah berpengalaman 25 tahun di bidang sertifikasi halal telah memiliki 3 buah buku standar halal dan sistem jaminan halal serta pendaftaran permohonan sertifikasi halal di dalam dan di luar negeri secara on-line. LPPOM-MUI telah diakui dan dijalankan oleh 41 halal certifier di 22 negara di dunia. Saat ini di dalam negeri, LPPOM telah memiliki fitur Pro Halal yang dengan menggunakan HP dapat mengetahui halal haram suatu produk.

Lebih lanjut Ledia Hanifa Amaliah katakan bila selama ini fatwa produk halal hanya bersifat sukarela, maka DPR menginginkan bila kelak hal itu menjadi mandatory alias wajib. "Selama ini kan sifatnya voluntary, tapi karena kita sadar ada hak-hak konsumen yang muslim jadi harus jelas artinya kan sudah jelas mengarahkan pada mandatory, dilihat dari hak konsumen sebagai warga negara. kalau kami (DPR) inginnya mandatory, tapi dilakukannya bertahap,"ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI dari FPAN Amran mengatakan fraksinya saat ini memang ingin meminta keterangan lebih lanjut mengenai draft pemerintah. Dikatakan, FPAN ingin meminta penjelasan lebih lanjut mengenai posisi dan kewenangan MUI yang merupakan organisasi yang menaungi LPPOM.

"Karena badan ini dibawah Kemenag, jadi FPAN ingin memastikan posisi MUI dimana dan seberapa jauh kewenangannya," kata Amran melalui sambungan telepon dengan Gresnews.com pada Jumat (28/2).

Amran menambahkan sikap FPAN sejauh ini menilai agar dalam UU JPH kelak MUI tidak dikurangi kewenangannya dan tidak dilemahkan. Amran menambahkan saat ini Komisi menargetkan untuk diselesaikannya RUU JPH pada DPR periode saat ini.


BACA JUGA: