Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban meminta Komisi III DPR mempertimbangkan sebelas kriteria di luar ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban saat memilih tujuh anggota LPSK periode 2013-2018. Proses seleksi telah memasuki tahap uji kelayakan dan kepatutan DPR.

Kesebelas kriteria itu disampaikan oleh koalisi yang terdiri dari ELSAM, ICW, KontraS, WALHI, Sawit Watch, TuK Indonesia, YLBHI, LBH Pers, ICJR, YLBHUniversalia, MAPPI FH UI melalui pernyataan tertulis yang diterima oleh gresnews.com, Selasa (24/9/2013).

Kriteria itu adalah independensi yang tinggi (tahan terhadap tekanan-tekanan); berani mengambil risiko, bukan safety player; low profile (bukan tipe orang yang suka mencari popularitas); bekerja penuh waktu (tidak rangkap jabatan/fokus bekerja untuk LPSK); memegang teguh prinsip kerahasiaan; mampu bekerja dalam tim; memahami persoalan HAM, perlindungan, dan hak-hak saksi dan korban; siap mendampingi saksi maupun korban; memiliki keahlian khusus yang berkaitan dengan program-program perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban; perencana strategis (strategic thinker); rekam jejak bersih, berkualitas, berintegritas (public trust).

Emerson Yuntho dari Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban mengatakan LPSK sangat diperlukan untuk mendukung proses penegakan hukum, khususnya dalam penuntasan kasus yang mendapatkan perhatian publik seperti korupsi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelanggaran hak asasi manusia. "Oleh karenanya jangan sampai lembaga ini diisi oleh orang-orang yang tidak berkualitas yang akan mengakibatkan terganggunya tugas dan fungsi LPSK," kata Wakil Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

Sebagai catatan komposisi 14 calon anggota LPSK yang akan menjalani seleksi di DPR terdiri atas enam orang advokat, tiga akademisi, dua purnawirawan Polri, dua dari Kementerian Hukum dan HAM, serta satu orang jurnalis.

(*/GN-01)

BACA JUGA: