GRESNEWS.COM - Petani tembakau bersuara bulat, menolak keras PP Nomor 109 Tahun 2012, dan sebaliknya mendukung DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Pertembakauan yang dianggap lebih bersahabat terhadap industri rokok.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Desember 2012 lalu. PP ini membatasi peredaran, iklan, dan penjualan produk tembakau, khususnya rokok. Tujuannya agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Di antara banyak pasal, barangkali Pasal 10 yang banyak dikeluhkan oleh industri rokok. Di situ disebutkan, setiap orang yang memproduksi produk tembakau berupa rokok harus melakukan pengujian kandungan kadar nikotin dan rar per batang untuk setiap varian yang diproduksi. Meskipun ditegaskan, ketentuan mengenai pengujian ini tidak berlaku terhadap rokok klobot, rokok klembak menyan, cerutu, dan tembakau iris.

Kenapa PP yang bertujuan mulia, diantaranya membuat jantung manusia tetap sehat, dengan papu-paru bebas asap rokok ini dibenci para petani? Entah apakah ada yang salah dalam sosialisasi PP tersebut, yang jelas para petani merasa PP membatasi gerak rezeki mereka, sama seperti yang dirasakan industri rokok, kecil maupun besar. Jadi, ujung-ujungnya memang persoalan perut.

Sebaliknya, RUU Pertembakauan yang akan dibahas DPR, meski belum jelas bentuknya-lekuknya, dipercaya berpihak pada mereka. Berkali-kali, dalam berbagai kesempatan, DPR mengumandangkan niatnya untuk melindungi industri rokok nasional, sekaligus mengurangi impor tembakau.

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Dimyati Natakusumah menegaskan, RUU Pertembakauan ini merupakan inisiatif DPR. "Kami jelas punya komitmen untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara," ujarnya. RUU Pertembakauan ini, lanjut Dimyati, juga merupakan salah satu program legislasi nasional (prolegnas) yang menjadi prioritas tahun 2013 sebagai RUU insiatif DPR yang ditugaskan kepada Badan Legislasi. Mudah-mudahan, pada sidang pertama nantinya sudah terbentuk judul dan topik RUU tersebut," tandasnya.

Ada Perdebatan Sengit

Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) mendesak DPR RI untuk segera mensahkan Rancangan Undang Undang Pertembakauan (RUU Pertembakauan). Kepala Bidang Advokasi dan Regulasi DPN APTI, Agus Setiawan menegaskan, desakan tersebut merupakan salah satu hasil rekomendasi yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) DPN APTI yang digelar di Jatinangor, 4-6 April 2013.

"RUU Pertembakauan yang saat ini sedang dibahas di DPR semangatnya adalah melindungi petani tembakau dan melindungi keberlangsungan industri hasil tembakau. Kita dukung DPR untuk segera mensahkan RUU ini," ujar Agus. Lebih lanjut Agus mengatakan, rekomendasi lain yang dihasilkan dalam Rakernas DPN APTI 2013 adalah penolakan terhadap Peraturan Pemerintah No 109/2012 tentang Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Tembakau).

Sikap penolakan terhadap PP Tembakau, kata Agus melalui perdebatan yang sangat alot dan memakan waktu sangat lama karena ada dua kubu yang berbeda pendapat. "Satu kubu tidak mau memasukkan penolakan PP 109/2012, sementara kubu lain mendesak untuk memasukkan penolakan terhadap PP 109/2012," jelas Agus.

"Saat pleno, memang ada upaya untuk menghilangkan rekomendasi penolakan PP 109/2012. Namun, karena kebersamaan pengurus DPD APTI se-Indonesia, akhirnya desakan untuk memasukan rekomendasi penolakan PP 109/2012 berhasil," urai Agus.

Rekomendasi lain, tambah  Agus adalah mendesak Pemerintah Indonesia untuk menolak Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). "Adanya FCTC yang menjerit justru pertani tembakau. Dengan adanya FCTC itu, petani tembakau diminta melakukan diversifikasi atau pengalihan lahan tembakau. Jelas hal itu melanggar UUD 1945 yang menjamin tentang hak hidup dan memperoleh penghidupan layak bagi seluruh rakyat," jelasnya.

DPN APTI, lanjut Agus, juga mendesak pemerintah untuk membatasi impor tembakau. "Adanya impor tembakau yang diuntungkan justru pihak luar, sementara petani tembakau makin menjerit," ujar Agus. "Saat ini impor tembakau yang masuk Indonesia per tahun mencapai 91.000 ton. Jadi Pemerintah harus berani membatasi impor tembakau," kata Agus.

"Hasil Rakernas DPN APTI 2013 ini diharapkan betul-betul berpihak kepada kepentingan petani tembakau dan tidak berpihak kepada kepentingan-kepentingan tertentu. APTI harus betul-betul bisa menjadi jembatan kokoh yang menjembatani kepentingan petani tembakau dengan pemerintah dan kepentingan tembakau dengan pihak pabrikan," pungkasnya. (DED/GN-02)

BACA JUGA: