GRESNEWS.COM - Di depan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menolak semua tudingan pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu. Tapi bukan berarti perseteruan berhenti sampai di situ.

Pada Selasa (26/3) lalu, Majelis Hakim DKPP dipimpin Jimly Assidiqie melanjutkan sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu terhadap KPU, yang diajukan oleh beberapa partai politik (di antaranya Partai Republik, Korek, Partai Buruh, Partai Peduli Rakyat Nasional) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam sidang kedua ini, jatah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi laporan-laporan miring tersebut.

KPU dilaporkan atas tujuh dosa pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu. Di antaranya ketidakakuratan verifikasi parpol, tidak transparannya pelaksanaan administrasi, sementara Bawaslu mempermasalahkan penolakan KPU terhadap rekomendasi Bawaslu, termasuk yang menyatakan PKPI berhak jadi peserta Pemilu 2014.

Seperti sudah diduga, KPU mementahkan seluruh tuduhan. Mereka merasa sudah bekerja 24 jam sehari 7 hari seminggu untuk memverifikasi partai politik peserta Pemilu 2014 secara faktual, adil, dan akurat. Tentang perseteruan dengan Bawaslu, kata KPU semata karena perbedaan pandangan.

KPU menyangkal tidak menghormati Komisioner Bawaslu, karena pada akhirnya PKPI lolos juga sebagai peserta, meski setelah melewati proses gugat-menggugat di PT TUN. Lewat Ida Budhiati, Komisioner KPU, juga dijelaskan, KPU merasa tindakan mencari kepastian hukum untuk PKPI sudah benar dan seharusnya Bawaslu tidak mempermasalahkannya. "Sebab, PKPI sudah dinyatakan lolos oleh KPU," jelasnya.

Ketua KPU Husni Kamil Manik berkeinginan mempercepat tahapan sidang dengan langsung menghadirkan saksi ahli. "Kami secara kelembagaan memohon sidang DKPP ini dapat lebih singkat dibandingkan dengan sidang pemeriksaan terduhulu, karena tahapan pencalonan akan segara masuk dan sedikit banyak (berlarut-larutnya persidangan) ini akan mempengaruhi proses tahapan," katanya. Namun permohonan itu ditolak Majelis Hakim yang masih berkeinginan mengumpulkan bukti-bukti dulu di sidang-sidang berikutnya.

Ketidakcermatan di Daerah

Di tempat yang sama, Ketua Bawaslu Muhammad mengakui, lembaganya sebetulnya enggan mengadukan KPU ke DKPP. Namun sikap itu berubah karena KPU tetap cuek dengan putusan Bawaslu meloloskan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014. "Dalam sidang ajudikasi yang kami lakukan sebelum memutuskan menerima PKPI, sesungguhnya Bawaslu tidak hanya menilai sisi normatif, tapi juga keadilan substansif. Bukan cuma soal hitung-menghitung, tapi juga proses yang mempengaruhi hasil verifikasi faktual tersebut," katanya.

Muhammad menegaskan, PKPI tidak memenuhi syarat karena ada campur tangan KPUD yang tidak profesional dalam memverifikasi. Sedangkan KPU pusat hanya menghitung secara matematis atas apa yang dilakukan bawahannya. PKPI pun menjadi korban. "KPU hanya bisa melihat secara sistematis, jika tidak terpenuhi sekian maka tidak lolos. Sedangkan kami menemukan ketidakcermatan aparat di daerah."

"Lalu, apa yang menjadi perbedaan putusan PT TUN (yang meloloskan PBB) dan putusan Bawaslu (yang meloloskan PKPI). Pasalnya Undang-Undang memberikan kewenangan yang sama," imbuhnya. "Ditambah lagi terkait putusan Bawaslu tentang PKPI, teman-teman KPU sengaja memperlambat respons agar PKPI tidak bisa mengajukan upaya hukum ke PT TUN yang hanya berjarak tiga hari dari pembacaan putusan," tambah Muhammad.

Sedangkan Ketua Umum Partai Pengusaha Pekerja Indonesia (PPPI) Daniel Hutapea mengaku siap untuk membongkar kejahatan sistemik yang dilakukan KPU yang akhirnya memengaruhi hasil verifikasi. Daniel dan beberapa penggugat lainnya akan menghadirkan saksi dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berikutnya.

Daniel melanjutkan, pada saat verifikasi administrasi ada setidaknya empat parpol parlemen yang tidak lolos verifikasi yaitu Golkar, Hanura, PPP, dan PKS. Sebab menurut jadwal KPU, pengumuman hasil verifikasi harusnya 23 Oktober 2012. Namun karena empat parpol itu tidak siap maka diundur menjadi tanggal 25 Oktober. "Di tanggal 25 juga ada yang tidak lolos, makanya diubah ke tanggal 28," imbuhnya.

Daniel minta Majelis Hakim yang dipimpin Jimly Assidiqie bertindak tegas dengan memecat anggota KPU karena melanggar Kode Etik. Hakim juga jangan terpengaruh dengan permintaan KPU untuk mempercepat sidang. "Jangan sampai DKPP tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," pungkasnya.

Pakar hukum Tata Negara Refly Harun berpendapat, sebaiknya para pemain itu melihat bahwa UU Pemilu itu final dan mengikat, yang berarti harus dilakukan ´suddenly´. Yang tidak final dan mengikat dalam pelaksanannya, karena masih ada cara yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan. "UU menyatakan, kalau penyelesaian di Bawaslu dianggap belum selesai, bisa dilanjutkan ke PTUN. Kalau tidak terima juga bisa mengajukan Kasasi," jelasnya. Jadi, "Putusan belum final dan belum mengikat bila tidak dilakukan upaya hukum oleh pihak yang berkepentingan," tambahnya.

Saat ditanyakan, jika ternyata ditemukan adanya pelanggaran Kode Etik di KPU, siapa yang harus bertanggungjawab? "Ya semuanya, karena itu ´kan keputusan kolektif kolegial. ´Nothing´s personal´." (LAN/GN-02)

BACA JUGA: