JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezki Suyanto mengatakan televisi banyak digunakan untuk mengaburkan kebenaran terutama berkaitan dengan pemilik dan afiliasinya, sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang benar dan utuh.

"Ada penggiringan dan berpotensi untuk mempengaruhi opini masyarakat, masyarakat digiring untuk mendukung kelompok tertentu," kata Ezki di Jakarta, Senin (15/10).

Dia menjelaskan, adanya monopoli media penyiaran di Indonesia yang dikuasai oleh orang yang bermodal kuat dan termasuk pengusaha yang terlibat dalam struktur pemerintah, tidak dapat terbantahkan.

"Frekuensi itu milik publik, sehingga mereka dengan mudahnya melakukan pengkritikan terhadap lawan politiknya terutama dalam korupsi," terang Ezki.

Menurutnya, kondisi itu justru membuat pemberitaan korupsi jadi tebang pilih karena terkait kepemilikannya.

"Ada penggiringan opini untuk menjatuhkan pihak lawan, jadi orang-orang yang bekerja di sana adalah mesin, sudah disetting," kata Ezki.

Senada dengan hal tersebut, Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Dono Prasetyo mengatakan hal itu membuat hilangnya kesempatan komunikasi bagi masyarakat setempat.

"Seperti televisi merah menggunakan frekuensi publik seharian untuk kepentingan partainya," kata Dono.

Media Penyiaran hari ini lebih banyak dikuasai oleh MNC Group Harry Tanoesoedibyo, di antaranya RCTI sebanyak 18 daerah, MNC sebanyak 18 daerah, Global sebanyak 17 daerah, SUN Network sebanyak 16, Radio sebanyak 18 daerah, Indovision sebanyak 100 persen mengudara di seluruh Indonesia, dan Okevision sebanyak 18.

Untuk Viva Group di antaranya, Antv sebanyak 12 daerah, TVOne sebanyak 12 daerah. Sedangkan group Emtek yaitu SCTV sebanyak 25 daerah, dan Indosiar sebanyak 22 daerah. Tempo TV sebanyak 41 daerah. Metro TV sebanyak 28 daerah. Trans TV sebanyak 20 daerah, Trans7 sebanyak 17 daerah.

BACA JUGA: