JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tindakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menerbitkan Surat Peringatan Kedua (SP2) terhadap warga Bukit Duri RT 06 RW 12 menuai kritik pedas. Langkah Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Basuki Thajaja Purnama alias Ahok dengan menerbitkan SP2 membuktikan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta tak ramah bagi warga miskin yang bermukim di Ibukota Jakarta. Apalagi saat ini warga sedang mengajukan gugatan class action atas rencana Pemprov DKI.

Koordinator Advokasi Urban Poor Consortium (UPC) Gugun Muhammad menganggap pemerintah DKI dengan menerbitkan SP2 terhadap warga Bukit Duri tak punya landasan hukum yang kuat. Dia mengatakan, proses penggusuran tak bisa dilakukan semena-mena namun mesti mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

"Saya nilai Pemprov DKI tidak taat hukum," ujar Gugun kepada gresnews.com, Sabtu (10/9), melalui pesan singkatnya.

Mestinya, lanjut Gugun, pemerintah tidak hanya memikirkan kepentingan Pemda DKI Jakarta tetapi juga menghitung dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat yang tergusur nantinya. Kalau mengacu pada UU Pengadaan Tanah bagi Kepentingan umum, warga yang terdampak juga mendapatkan ganti rugi berupa pemukiman kembali.

"Salah satu hak warga adalah mendapat ganti kerugian dalam bentuk pemukiman kembali. Warga Bukit Duri sudah memiliki konsep pemukiman kembali namun Pemda tidak menghargai. Bahkan Pemda juga tidak menggunakan undang-undang tersebut, tapi yang digunakan adalah Perda Nomor 8 Tahun 2007," tegas Gugun.

Padahal tuntutan warga Bukit Duri sebenarnya memiliki dasar yang kuat, namun hal tersebut tak dipertimbangkan oleh Pemerintah DKI. Warga, kata Gugun, tak menginginkan ganti rugi dalam bentuk uang namun meminta Pemda membangun pemukiman bagi warga.

"Yang dituntut warga Bukit Duri bukan ganti rugi dalam bentuk uang tapi pemukiman kembali dan itu diakomodir dalam undang-undang," katanya.

RENTAN PELANGGARAN HUKUM - Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga mengecam tindakan sewenang-wenang Pemprov DKI Jakarta yang menerbitkan SP2 terhadap warga Bukit Duri RT 06 RW 12, Jakarta Selatan, pada Rabu, 7 September 2016.

Tigor Gemdita Hutapea, Kepala Bidang Advokasi Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, menyatakan Pemda DKI Jakarta tak taat konstitusi. Pasalnya, menurut Tigor, warga Bukit Duri sedang melakukan gugatan class action terhadap Pemda DKI dan sampai saat ini belum ada keputusan pengadilan.

Namun begitu, Pemda tetap mengeluarkan surat peringatan kedua kepada warga Bukit Duri. "Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap pengadilan dan proses hukum," kata Tigor. Bahkan, terhadap warga Bukit Duri RT 06 RW 12 tak mendapat ganti rugi dari Pemda DKI.

Tigor menyayangkan tindakan Pemda DKI tersebut. Menurut catatan LBH, tindakan tak menghormati hukum ini telah dilakukan beberapa kali oleh Pemda DKI Jakarta terhadap warganya. Terhadap warga Bukit Duri RW 10, RT 02, RT 11, dan RT 15, Pemda juga melakukan hal yang sama. Waktu itu, tanggal 12 Januari 2016 warga sedang melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait Surat Perintah Bongkar oleh Pemda DKI Jakarta.

Tigor mengecam keras tindakan yang dilakukan Pemda DKI yang dinilainya bertentangan dengan konstitusi. Pendekatan yang dilakukan dengan cara menerbitkan surat peringatan itu, kata Tigor, bertentangan dengan amanat undang-undang.

Lebih jauh dia mengatakan, seharusnya Pemda DKI Jakarta melakukan tindakan maupun keputusannya atas dasar hukum. Selama proses hukum masih berjalan maka itu mesti dihormati.

"Seharusnya Pemprov DKI harusnya menjalani proses hukum dulu sebelum melakukan penggusuran," kata Tigor.

Atas dasar itu, Tigor berharap Pemda DKI Jakarta menghormati langkah hukum warga Bukit Duri yang sedang berjalan di pengadilan. Selain itu pula, Tigor meminta Pemda DKI Jakarta tidak melakukan penggusuran terhadap warga Bukit Duri RT 06 RW 12 sebelum adanya keputusan inkracht dari pengadilan.

BACA JUGA: