JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bermula dari perang pernyataan antara Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang kritik Rizal tentang pembelian pesawat oleh PT Garuda Airlines. Perseteruan itu berujung pada polemik dan diskursus soal tugas dan peran seorang wakil presiden yang dinilai tidak jelas dalam undang-undang.    

Salah satu yang menganggap peran wakil presiden belum jelas adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman. Ia menilai bahwa peran seorang wakil presiden harus diperjelas. Satu-satu cara untuk memperjelas peran itu adalah dengan mengamandemen UUD 1945.

"Jadi apakah sistem presidensial kita sudah kokoh belum, termasuk juga hubungan presiden dan wapres, yang kita baca itu memang kesannya peran wapres seolah-olah sama-sama pembantu dengan menteri. Jadi artinya menurut saya ini harus diperjelas," kata Irman.

Irman mengaku, bahwa UUD 1945 perlu banyak penyempurnaan, termasuk juga penguatan peran dan hubungan lembaga legislatif seperti MPR, DPR, dan DPD. Diakuinya UUD 1945 memang telah mengalami beberapa kali amandeman, bahkan sampai empat kali. Namun ia menilai amandemen itu dilakukan tidak dengan konsep yang rapi. Sebab saat ini ternyata masih ada sistem ketatanegaraan yang belum sesuai harapan dengan cita-cita besar bangsa Indonesia.

Dalam  demokrasi, menurut dia,  tidak boleh ada lembaga yang surplus kewenangan dan defisit kewenangan, harus ada check and balances baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif. Karena itu ia menyarankan jika UUD diamandemen kembali, harus dilakukan pembahasan komprehensif termasuk soal keterwakilan dari puncuk pimpinan negara. Misalnya pasal soal presiden dan wakil presiden tidak boleh dari satu daerah yang sama.   

"Ini penting supaya ada representasi yang luas apalagi negara Indonesia ini negara yang majemuk,  sehingga meletakkan posisi wapres itu agak lebih kokoh," katanya.

Tak adanya aturan yang jelas tentang tugas dan peran wakil presiden. Maka aturannya kerap kali ditentukan secara konvensi antara presiden dan wakil presiden. Banyaknya persoalan ketatanegara ini, memang tengah menjadi perhatian MPR. Menurut Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, MPR tengah melakukan kajian  untuk melakukan amandemen UUD 1945 yang kelima.

"Di MPR ada badan pengkajian, oleh karena itu banyak masukan-masukan seperti ini, apakah sistem ketatanegaraan kita, apakah soal otonomi daerah, apakah presidensial atau semi parlementer, tugas-tugasnya seperti apa sekarang ditampung lembaga pengkajian," kata Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Senin (14/8).

USUL AMANDEMEN UUD 45 - Politisi dari Fraksi Partai Gerindra Edhy Prabowo juga mengakui peran Wakil Presiden (Wapres) di UUD 1945 belum dijabarkan dengan jelas. Karena itu persoalan ini menjadi kajian MPR. Di dalam konstitusi disebutkan bahwa presiden dibantu oleh Wapres yang dipilih oleh rakyat. "Jadi bantuan Wapres ke Presiden tidak sama dengan menteri," katanya.

Ia menuturkan kajian yang dilakukan di MPR saat ini bertujuan untuk memperkuat konstitusi. Bila penjelasan peran Wapres akan memperkuat konstitusi, maka hal itu akan menjadi pertimbanganya. Menurutnya saat ini badan pengkajian masih mempersiapkan materi amandemen UUD 1945. Materi ini akan menjadi usulan yang harus mendapat persetujuan dari anggota MPR.

Selama ini  peran Wapres hanya disebutkan dalam Bab III UUD 1945  tentang Kekuasaan Pemerintah Negara Pasal 4 ayat 2: Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Penyebutan sebagai pembantu presiden menimbulkan penafsiran seolah-olah kedudukan wakil presiden sama seperti para menteri. Pasal 17 ayat 1 UUD 1945 disebutkan Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Persoalan tugas dan peran wapres yang tidak diatur ini, sebenarnya merupakan isu lama, sejak zaman mundurnya Wapres M Hatta pada tahun 1956. "Di zaman Orde Baru, Wapres identik dengan tukang potong pita. Dinamika pasang surut sampai dengan Wapres Megawati dan JK," kata ahli hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr Riris Ardhanariswari, Senin (24/8).

Seiring munculnya dinamika politik yang kurang baik, Riris menilai sudah saatnya diperlukan amandemen UUD 1945, salah satunya untuk menegaskan peran dan tugas Wapres. "Sepakat jika salah satu poin amandemen, memasukkan rumusan yang tegas tentang tugas wakil presiden karena dari perjalanan sejarah memang menunjukkan hubungan presiden dan wakil presiden ada pasang surut," ujarnya.

Menurutnya secara ideal tugas Wapres disebutkan dengan tegas di dalam  UUD 1945 lalu dijabarkan lebih lanjut dengan UU. Namun jika nanti tugas Wapres telah jelas, maka tidak elok jika Menteri Koordinator menjadi banyak.

"Tapi yang pasti jangan sampai Wapres hanya tukang potong pita, harus diberdayakan," beber Riris.

Ahli hukum tata negara Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono juga sependapat dengan Riris, perlu ada penegasan dalam UUD 1945 tentang tugas Wapres. Sebab isu ini merupakan isu yang belum selesai dibahas  sejak dulu.

TUGAS WAPRES SUDAH JELAS - Namun tak semua sepakat untuk memperjelas tugas dan peran wakil presiden dalam amandemen UUD 1945. Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun peran dan tugas seorang Wapres sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sudah jelas.

Menurutnya memang dalam konstitusi hanya disebutkan, "Dalam melakukan kewajibannya, presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden".  Sehingga muncul anggapan posisi seorang wakil presiden sama dengan menteri, yakni sama-sama ´pembantu´ presiden.

Refly tak sepakat dengan anggapan tersebut. Menurutnya  ada yang membedakan antara peran dan tugas seorang Wapres dengan menteri. Seorang wakil presiden adalah ´pembantu´ presiden dengan jabatan tertinggi.

Sementara menteri-menteri membidangi urusan tertentu, urusan spesifik. Kalau wakil presiden itu tidak. "Seluruh urusan presiden itu urusan wakil presiden. Bahkan wapres menggantikan presiden saat presiden berhalangan," kata Refly, Selasa (25/8).
 
Sehingga, menurutnya, tugas dan wewenang wapres dalam UUD 1945 saat ini sudah jelas. "Sudah jelas, karena wakil presiden itu mengerjakan tugas presiden dan mengerjakan penugasan dari presiden. Jadi fungsi wapres tak bisa dispesifikan (dikhususkan)," kata Refly.

LAMA JADI POLEMIK - Peran dan tugas yang belum jelas ini juga kerap memicu polemik. Tengok saja keputusan Jusuf Kalla mengeluarkan Surat Keputusan Wakil Presiden tentang pembentukan Tim Nasional Penanganan Bencana Aceh. Jusuf Kalla yang saat itu  menjabat wapres  bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005 keputusannya  itu menimbulkan kontroversi. Alasannya dalam ketatanegaraan yang berhak mengeluarkan surat keputusan hanya lembaga kepresidenan  

Bahkan keluarnya SK tersebut, juga memicu tudingan JK ingin berperan lebih dari yang diberikan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan aksi JK tersebut memunculkan adanya isu matahari kembar.

Namun pakar Refly Harun mengatakan bahwa sesuai Undang-undang Dasar 1945, wakil presiden adalah membantu presiden dalam menjalankan tugas kenegaraan.
Wakil presiden juga kerap memperoleh penugasan dari presiden.  Misalnya mengawal di bidang ekonomi, atau menjadi ketua dari Tim Penilai Akhir bagi calon pejabat Badan Usaha Milik Negara.

Meski diberi tugas khusus, namun semua keputusan tetap ada di tangan presiden. "Keputusan presiden harus dihormati, presiden itu tunggal," kata Refly. ia menegaskan bahwa seorang wakil presiden, tidak boleh ingin lebih ´bersinar´ dari presiden. Hal ini agar tak muncul anggapan ada matahari kembar antara presiden dan wapres.

Jika ada anggapan matahari kembar itu,  menurutnya,  justru wakil presiden yang harus tahu diri. "Dari sisi etika, wakil presiden tak boleh katakanlah, ingin lebih bersinar dari presiden," tegasnya.

Soal surat keputusan yang dikeluarkan wakil presiden, Refly menilai hal itu tidak bisa dilakukan sebab, "Tidak boleh begitu, wapres tidak punya keputusan presiden, kalau menteri justru bisa mengeluarkan keputusan menteri," ujar Refly.

Jika kebetulan wakil presiden berbeda pendapat. Refly menyarankan agar ia meniru sikap Muhammad Hatta yang mundur karena berbeda pendapat. Menurutnya jika Wapres memegang ´rumus´ itu, maka wakil presiden selamanya menjadi pendamping bukan pesaing presiden. (dtc)

BACA JUGA: