JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VII DPR memertanyakan proses negosiasi antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia, khususnya terkait divestasi saham Freeport. Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan pemerintah harus menjelaskannya secara terinci.

"Untuk itu Komisi VII DPR meminta kepada Menteri ESDM untuk menjelaskan hasil negosiasi tersebut dengan rinci dan komprehensif," kata Gus Irawan dalam rapat kerja antara Komisi VII DPR dengan kementerian ESDM, Senin (9/10), seperti dikutip dpr.go.id.

Gus Irawan memaparkan, beberapa waktu yang lalu, pemerintah dengan PT Freeport Indonesia telah melakukan negosiasi yang cukup panjang tentang divestasi saham, pembangunan smelter, dan relaksasi ekspor. Dalam negosiasi tersebut dicapai kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk empat hal penting, yaitu PT. Freeport Indonesia akan mengubah bentuk kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang memberikannya hak operasi hingga tahun 2041.

Pemerintah juga disebutkan akan memberikan jaminan kepastian fiskal dan hukum. Sementara PT Freeport Indonesia berkomitmen akan membangun smelter baru di Indonesia dalam waktu lima tahun. Freeport McMoRan juga akan mendivestasikan kepemilikan sahamnya di Freeport Indonesia, hingga kepemilikan Indonesia di Freeport Indonesia menjadi 51 persen.

Belakangan, komitmen-komitmen ini diragukan lantaran sikap Freeport yang seakan ingin mengingkari semua komitmennya. Terkait divestasi misalnya, ada kabar Freeport menolak melakukan divestasi saham sebesar 51% dengan menetapkan harga yang tinggi.

Terkait hal ini, anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menyampaikan penghitungan valuasi saham Freeport Indonesia terhadap pemerintah Indonesia terkait divestasi tidak memyertakan cadangan di dalam perut bumi karena masih milik negara.

"Jangan sampai nilai dalam di perut bumi dimasukkan. Itu milik negara, baru milik kontraktor setelah bahan tambang naik, sepanjang di dalam perut bumi itu milik negara," kata Kurtubi.

Kurtubi meminta penghitungan saham Freeport Indonesia dilakukan dengan menghitung aset serta infrastruktur tambang milik Freeport Indonesia. "Yang dinilai aset mereka, alat, infrastruktur. Kalau cadangan itu milik negara," tambah Kurtubi.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI lainnya, Ramson Siagian mengaku heran terkait realisasi divestasi saham Freeport Indonesia hingga 51%. Pasalnya hingga saat ini wacana tersebut tak kunjung terealisasi.

"Jadi apa yang sudah beres. Ini kadang dunia pencitraan, seharusnya apa adanya dikemukakan ke publik baru tahapan 51%, isi belum, harga belum, apa mampu beli. Terus nanti syarat investasi berikutnya Rp100 triliun, apa siap. Jadi ini belum detail tahu-tahu prestasi 51%. Ini saya heran juga, kok bisa," kata Ramson.

Terhadap permintaan Dewan di Komisi VII tersebut, Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, mengenai renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia itu kesepakatan besar sudah dicapai pada tanggal 27 Agustus 2017, yaitu pemerintah menyetujui perpanjangan maksimum dua kali sepuluh tahun, sesuai dengan Undang-Undang Minerba.

"Diperpanjang pertama dari tahun 2021 sampai 2031, kemudian apabila memenuhi persyaratan maka dapat diperpanjang lagi sampai sepuluh tahun kedua, dengan tiga persyaratan yaitu PT Freeport harus mendivestasikan sahamnya sebesar 51 persen untuk kepemilikan peserta Indonesia, dalam hal ini gabungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," terang Jonan.

Syarat kedua yang diminta pemerintah adalah untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian sesuai dengan amanah Undang-Undang Minerba dalam waktu lima tahun setelah persetujuan diberikan. Dan syarat yang ketiga adalah Pemerintah akan mengupayakan penerimaan negara dari hasil produksi PT Freeport secara keseluruhan akan lebih tinggi. "Dari pertemuan sampai dengan hari ini, sebenarnya tidak ada yang berubah," tandasnya.

Jonan menyampaikan bahwa surat Freeport yang ramai diberitakan media akhir-akhir ini, sebenarnya ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, mengingat Presiden menugaskan agar detil divestasi dibicarakan dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. (dtc/mag)

BACA JUGA: