JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dianggap kembali kecolongan menyusul peredaran obat PCC (Paracetamol, Caffein, and Carisoprodol) yang masih di Sulawesi Tenggara. Bahkan hingga mengakibatkan jatuh korban dikalangan remaja dan anak-anak.

"Aparat kecolongan lagi. Kami meminta BPOM agar lebih bekerja keras sehingga tidak boleh kecolongan," ujar Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto menegaskan, Sabtu (16/9).

Pimpinan DPR dari Fraksi Demokrat ini mempertanyakan,  kenapa hal seperti ini bisa kecolongan lagi? Darimanakah asalnya? Untuk itu dia meminta hal tersebut di usut sampai tuntas.

Menurutnya hingga tanggal 14 September 2017 tercatat  sudah ada 61 orang yang menjadiu korban dan harus dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Kendari. Mereka rata-rata mengalami overdosis akibat obat PCC. Kebanyakan korban diketahui merupakan siswa SD dan SMP.

Agus meminta, hal ini harus diinvestigasi secara menyeluruh oleh pihak terkait, baik Badan Narkotika Nasional (BNN), Kepolisian, Kementerian Kesehatan dan juga BPOM agar dapat mengusut tuntas terkait beredarnya obat PCC tersebut. Ke depan tidak boleh lagi terjadi peredaran obat jenis tertentu yang lolos tanpa pengawasan.

Konsumsi obat yang diduga diberikan secara sengaja oleh pihak tertentu itu telah mengakibatkan sejumlah anak langsung tak sadarkan diri. Bahkan ada yang meninggal setelah mengonsumsi obat itu. Ada yang selamat tapi mentalnya terganggu. Untuk itu Agus mewanti-wanti BPOM harus bisa mendeteksi secara dini serta melakukan pengawasan maksimal terhadap peredaran obat-obat di masyarakat

Wakil Ketua DPR Bagian Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) meminta pengusutan tuntas, karena efek obat tersebut sangat berbahaya hingga membuat orang menjadi tidak sadar, dan seperti orang yang tidak waras. "Saya juga inginkan para korban dapat segara mendapatkan penanganan medis secara serius dan maksimal agar bisa sembuh total," tutur Agus seperti dikutip dpr.go.id.

Pernyataan yang sama juga disampaikan anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati dalam rilisnya, Senin (18/9). Okky menilai kasus peredaran obat PCC ini bukan peristiwa biasa, hal itu merujuk dari banyaknya korban yang berjatuhan dalam waktu yang hampir bersamaan.

Dalam kasus ini, ia melihat, betapa mandulnya peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengawasi peredaran obat-obatan di tengah masyarakat.

"Berkali-kali saya sampaikan di forun resmi Raker Komisi IX DPR dengan BPOM tentang pentingnya uji pre-market," tegasnnya.

Kenyataannya, kata politisi PPP ini, BPOM tidak memiliki uji klinis atas obat yang beredar. BPOM hanya mengecek dokumen saja. Tradisi seperti ini harus diubah. BPOM harus bisa memastikan bisa hadir mulai dari hulu produksi obat hingga hilir ke konsumen.

"Mekanisme Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang disusun oleh BPOM mestinya tidak hanya di atas kertas berupa aturan saja, namun BPOM harus memastikan implementasi di lapangan," ujarnya.

BPOM harus benar-benar mengawasi dengan ketat jalur mata rantai distribusi obat-obatan dari produsen hingga konsumen. Menurutnya
PCC yang beredar di Kendari merupakan produk impor. Oleh karenanya, BPOM harus bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memastikan obat yang masuk ke Tanah Air aman dikonsumsi masyarakat. "Ini pelajaran penting bagi pemerintah untuk memproteksi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat," tambahnya.

Salah satu yang paling menonjol dalam kasus PCC ini, lemahnya peran dan fugsi BPOM. Pemerintah harus punya langkah konkret dengan memaksimalkan BPOM sebagai lembaga yang kuat secara fungsi dan peran untuk pengawasan terhadap makanan dan obat-obatan. "Ini menyangkut masa depan negeri,” kata Okky.
 
Untuk itu pemerintah harus memiliki road map dalam menangani kasus seperti peredaran PCC ini. (rm)
 

BACA JUGA: