Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya kecenderungan pemberian fee sebesar 10 persen dari nilai proyek pemerintah. Karena akivitas tersebut masyarakat tentu dirugikan lantaran kualitas proyek menjadi turun.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut ada kesamaan pola dari serangkaian penangkapan Kepala Daerah yang terlibat korupsi. "Dari serentetan OTT yang dilakukan KPK dalam beberapa bulan terakhir, ada motivasi atau hal-hal mengapa orang-orang melakukan penerimaan suap dengan memotong uang dari proyek itu rata-rata hampir 10 persen. Jadi 10 persen ini kelihatannya menjadi norma umum dari setiap anggaran pemerintah," kata Laode, Minggu (17/9).

Syarif melanjutkan, bila setiap proyek pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa dipotong 10 persen untuk memberikan suap. Dirinya tak dapat membayangkan kualitas barang yang digunakan masyarakat.

"Jadi bisa kita membanyangkan bagaimana kualitas bangunan atau pengadaan barang dan jasa yang dipakai. Karena yang akan rugi adalah rakyat," imbuhnya.

Dirinya mencontohkan kasus Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, yang tersandung kasus suap proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun 2017 dengan nilai proyek Rp 5,26 miliar, meminta jatah sekitar 10 persen dari nilai proyek sehingga Eddy menerima jatah Rp 500 juta.

"Oleh karena itu jangan dilihat jumlah uang transaksinya tapi bagaimana yang didapatkan proyek yang besar itu, agar sesuai yang direncanakan oleh pemerintah. Karena yang dirugikan itu masyarakat secara umum," ujarnya.

Sebelumnya wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Kepala Bagian Layanan dan Pengadaan (Kabag ULP) Pemkot Batu Edi Setyawan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Keduanya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, pengusaha Filipus Djap ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Dia diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelum Wali Kota Batu, KPK menangkap Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain. Di kasus ini Arya juga dijanjikan fee sebesar 10 persen dari proyek pembangunan jembatan dan betonisasi jalan.

"Lalu kesepakatan mereka, yang kalau kita lihat jumlah total yang diterima (dijanjikan) Rp4,4 miliar, berarti 10 persen. Ya ini fee yang diterima oleh OK sebagai bupati," kata pimpinan KPK Basaria, dalam jumpa pers, 14 September lalu.

Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang juga dijadikan tersangka oleh KPK dijanjikan mendapat fee dari bos PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya sebesar Rp 4,7 miliar. Janji fee ini terkait dengan dua proyek peningkatan jalan di Kabupaten Rejang Lebong.

"Diduga pemberian uang terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS dari komitmen 10 persen per proyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya. Dari 2 proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan akan mendapatkan fee sejumlah Rp 4,7 miliar setelah dipotong pajak," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di gedung KPK, 21 Juni 2016 lalu. (dtc/mfb)

BACA JUGA: