PANGGUNG pergerakan merupakan medan utama mahasiswa dalam menancapkan api perjuangan di Nusantara. Sejak dirangkai oleh visi kemerdekaan, dunia pergerakan pemuda dan mahasiswa berperan aktif dalam menentukan “hitam putihnya Indonesia” yang  notabene baru lepas dari belenggu kolonialisme. Hasrat yang kuat untuk membangun bangsa yang berkeadilan tanpa diskriminasi dan berperadaban adalah isu utama kebangsaan yang diusung oleh mahasiswa.

Sejarah kelahiran pergerakan Mahasiswa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dinamika kebangsaan di atas. Atas andil Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya didirikan sebuah organisasi sebagai wadah pergerakan untuk kalangan mahasiswa, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dalam dinamikanya, PMII dan NU kini hubungan secara interdependen yang masih  terkait secara ideologis, emosional dan kultural walaupun tidak secara struktural. PMII menjadikan aswaja (ahlus sunnah wal jama’ah) sebagai manhaj (metode) berpikir dan pegerakannya. Ada 4 prinsip aswaja yang menjadi landasan gerak PMII yaitu tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran) dan ta’addul (adil).

Pada masa pergerakan mahasiswa 1998 dan era reformasi, PMII bersama kaum muda NU lainnya telah bergabung dengan elemen gerakan mahasiswa untuk mendukung digelarnya people’s power dalam menumbangkan rezim Soeharto. Di jalur intelektual, PMII banyak mengembangkan dan
mengapresiasikan gagasan-gagasan baru, misalnya mengenai hak asasi manusia, gender, demokrasi dan lingkungan hidup.

PMII dan visi Kebangsaan
Kader PMII yang tersebar di seluruh persada tanah air dan berkiprah di berbagai bidang kehidupan, merupakan aset nasional dan merupakan bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia.

Kesadaran ini mendorong PMII untuk berkiprah dalam pembangunan nasional dalam meneguhkan komitmen Negara Kesatuan Republik  Indonesia  (NKRI) sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki.

Awal tahun 2011, persoalan kehidupan beragama di Indonesia kembali mendapat tantangan serius. Kondisi keagamaan pada tahun 2011 juga masih diwarnai fakta tindak kekerasan atau pelanggaran kebebasan beragama yang meliputi penodaan/penyesatan agama/keyakinan, serta penyegelan dan perusakan tempat ibadah.

Untuk memperkuat ketahanan sosial masyarakat Indonesia yang majemuk atau plural yang terdiri
dari beragam suku bangsa, budaya, dan agama, diperlukan toleransi, yaitu sikap : (1) saling menghargai perbedaan; (2) saling menghormati satu dengan yang lain; (3) adanya rasa kepedulian
sosial antara anggota suatu komunitas; dan (4) terjalinnya kerja sama atas dasar kesadaran untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan yang terjadi di lingkungannya.

Pembelaan terhadap kaum mustadl’afin dengan pendekatan advokasi terstruktur bersama-sama dengan organisasai kepemudaan (OKP) lainnya merupakan langkah-langkah startegis untuk menguatkan nilai-nilai multikultural yang semakin rapuh di Indonesia dan membangun semangat keagamaan yang rahmatan lil alamin.

PMII Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik,
sosial, budaya dan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Dari aspek politik, kemenangan Demokrasi
di Indonesia diiringi dengan menguatkan paham liberalisasi di segala sektor, mulai agama,
budaya, sosial bahkan ekonomi menimbulkan beberapa benturan peradaban (class of civilization).

Liberalisasi ekonomi yang terjadi di Indonesia mempengaruhi beberapa hal. Diantaranya; Pertama, masih belum terjembataninya kesenjangan ekonomi negara-negara industrial maju dengan  negara- negara penghasil bahan baku yang sedang berkembang. Kedua, adanya koreksi terhadap sistem dan pola ekonomi pasar yang mengakibatkan kegoncangan sistem finansial negara-negara maestro kapitalisme: Amerika serikat dan Uni Eropa. Ketiga, kebangkitan Cina sebagai kekuatan ekonomi Asia sekaligus sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi paling potensial di dunia.

Dari aspek budaya, globalisasi yang dipacu oleh teknologi informasi memunculkan ironi yang
tidak ada habisnya. Terlampauinya batas-batas geografis di satu sisi, akan tetapi di sisi lain
memporak-porandakan masyarakat dalam unit-unit sosial kecil yang justru fanatik pada identitas.
Ironi globalisasi juga terlihat pada semakin membiasnya nilai-nilai lama yang ada di masyarakat
sedangkan pada saat yang sama terjadi penyeragaman perilaku dan kegemaran.

Sementara itu, di saat bersamaan, semangat untuk menegakkan prinsip Indonesia sebagai rechstaat mengakibatkan seluruh perilaku bernegara dan pola penyelenggaraan negara harus dilandasi oleh tata aturan (undang-undang). Demokrasi membuka kemungkinan siapapun untuk mengakses apapun, termasuk lorong-lorong paling gelap dari sistem ketata-negaraan. Padahal Mobilisasi kesejahteraan yang dilakukan negara belum optimal dalam mengangkat harkat dan martabat mayoritas rakyat Indonesia.

Dinamika kebangsaan ini pada akhirnya mempengaruhi kondisi obyektif organisasi sehingga terjadi pelemahan secara sistematis pada minat mahasiswa terhadap organisasi. Inilah tantangan yang mencoba dipecahkan melalui Kongres Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke VII di Kalimantan Selatan pada tanggal 9 Februari-14 Februari 2011.

Penataan manajemen organisasi dan pengkaderan Penataan organisai merupakan kata kunci yang harus dilakukan untuk optimalisasi peran PMII dalam membangun bangsa. Secara internal perbaikan manajerial organisasi  dapat dilakukan melalui optimalisasi peran kesekjenan dan lembaga-lembaga di bawah naungan PB PMII. Hal ini akan mempermudah koordinasi dengan koordinator cabang (korcab) dan cabang-cabang PMII yang tersebar di 223 kabupaten/kota.

Agenda prioritas lainnya adalah optimalisasi resources dan SDM PMII guna mendukung secara
proaktif koorcab dan cabang-cabang dalam mengembangkan organisasi, mengembangkan kapasitas kader, dan mendistribusikan kader pada peran-peran pembangunan kebangsaan. Upaya meningkatkan kualitas penataan dan pelayanan administrasi (manajerial) organisasi harus dilakukan mulai dari aspek perencanaan, pengelolaan, dan monitoring serta evaluasi  dalam menjalankan program kerja.

PMII sebagai organisasi kader menjadi wadah penggodokan bagi manusia Indonesia agar menjadi
manusia ulul albab. PMII sebagai organisasi yang berbasis kampus (mahasiswa) menjadi lokomotif perubahan (agent of change). Sebagai organisasi pengkaderan, PMII tidak bisa dilepaskan dari ikhtiyar untuk  mempersiapkan kader terbaik guna mengabdi dan mewujudkan kemakmuran segenap rakyat Indonesia.

Sistem pengkaderan yang selama ini telah berjalan mulai: MAPABA, LKD, PKL harus dirumuskan ulang dengan penekanan pada rekontekstualisasi materi dan pola pengkaderan formal. Pelatihan di luar jalur formal, seperti diskusi tematik, akademi, dan Sekolah Kader Nasioanal harus mendapatkan perhatian khusus, sehingga dapat dioptimalkan baik dari sisi jadwal pelaksanaan ataupun materi-materi yang dijadikan kurikulum, serta ditambahkan pemagangan para alumni SKN di lembaga-lembaga multistakeholder sesuai dengan materi yang didapat. Output dari pengkaderan dapat diarahkan melalui distribusi kader di semua jaringan melalui koordinasi dengan Alumni PMII (IKA PMII).

Dengan basis yang tersebar luas di lebih dari 200 kota kabupaten di Indonesia, PMII harus menjadi leader di antara organisasi kepemudaan-kemahasiswaan di Indonesia di berbagai level.
PMII juga dapat berperan aktif menggalang kerja sama dengan berbagai elemen bangsa dalam rangka meneguhkan komitmen kebangsaan dan menjaga rekatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Inilah spirit digelarnya perhelatan kongres PMII yang ke XVII di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Semoga membawa kabaikan untuk mewujudkan kemakmuran bangsa Indonesia. Amin

Kaisar Abu Hanifah
(Kandidat Ketua Umum PB PMII periode 2011-2013)





BACA JUGA: