JAKARTA - Ada yang berbeda kali ini dialami oleh buruh alihdaya (outsourcing) di PT PLN (Persero). Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1421 H, mereka diminta menjaga listrik untuk terus hidup namun Tunjangan Hari Raya (THR)-nya dibuat redup. 

Koordinator Nasional Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Achmad Ismail (Ais) mendesak PLN agar segera membayarkan THR sesuai norma Perjanjian Kerja (PK). "Selain itu PLN juga harus berikan upah layak bagi pekerja outsourcing PLN," katanya kepada Gresnews.com Rabu (12/5/2021).

Ais menjelaskan soal THR diatur di Permenaker Nomor 6 tahun 2016. Adapun untuk pelaksanaan nya merujuk ke Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HK04/IV/2021.

Nominal THR berbasis pada upah satu bulan sebagaimana Pasal 3 ayat 2 Permenaker No.6 tersebut. Jika ketentuan Pasal 3 ini, juga dimuat diikatan Perjanjian Kerja yang disepakati, maka hal ini menjadi norma hukum bagi kedua pihak untuk dipatuhi dan tidak boleh dilanggar.

Ini selaras dengan aturan Pasal 4 nya dari permenaker tersebut. Namun berbeda hal di PLN. Meski soal THR sudah tercantum didalam Perjanjian Kerja yang disepakati, faktanya, PLN mengabaikannya.

Pembayaran THR bagi buruh outsourcing, berbasis kehitungan upah yang baru-baru ini direvisi lewat Perdir 219 tahun 2019. Di beleid aturan ini, upah (upah tetap) buruh outsourcing, dipangkas.

Sehingga mempengaruhi ke nominal THR yang didapat.

Jumlah besaran THR Idul Fitri tahun ini, berkurang jauh. Menyusut hingga 30%.

Misalnya saja, di Jawa Tengah. Besaran THR tahun sebelumnya bisa berjumlah Rp3.850.000,- Dan untuk tahun ini, yang diterimanya hanya Rp 2.850.000,- saja.

Ada satu jutaan rupiah dari tiap buruh, yang terpangkas.

Jikasaja di PLN, ada buruh OS (outsourcing) sebanyak 70 ribu orang, maka ada sekitar Rp70 miliar nilai uang yang perlu dipertanyakan soal keberadaan dan penggunaannya.

Beleid baru, Perdir 219, menjadi sumber masalah atas turunnya nilai hak hak normatif buruh outsourcing di PLN.

Kali ini, Nilai THR keagaamaan yang dibuat berkurang. "Besok, bisa saja upah lembur menyusut, nilai manfaat JHT menurun serta sederet persoalan lainnya," katanya.

Kontroversi Perdir 219, telah memantik medan baru perlawanan bagi buruh OS (outsourcing) se-indonesia. Diawali dari Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Jawa Tengah hingga Sulawesi Tengah merespon keras melalui aksi nyata yang melibatkan buruh os di berbagai daerah kabupaten/kodya penyangganya.

Ia menegaskan merea bekerja bertaruh nyawa, mogok kerja siap-sedia diuji. Perlukah pembuktian Nusantara gelap-gulita ? Karena mereka ada di hulu hingga hilir. Dari pembangkit hingga pedistribusian serta penanganan gangguan dan penataan pemakaian. (G-2)

 

BACA JUGA: