JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan terdakwa Mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi. Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi Direktur PT Maju Santosa Cemerlang dan pemilik PT Permata Gading Autocenter, Ali Darmadi menjadi saksi untuk terdakwa Rohadi.

Majelis Hakim mendalami pengakuan Ali Darmadi yang menjadi ATM dari terdakwa mantan Panitera Jakarta Utara dan Bekasi, Rohadi. Ali adalah salah satu saksi yang memiliki hubungan pertemanan dengan Rohadi. Dia pernah meminta bantuan atas 4 perkara yang dihadapinya kepada Rohadi untuk dipermudah perkaranya di pengadilan.

Selain itu, ia pernah mentransfer uang ke Rohadi dari tahun 2010 hingga 2016. "Memangnya waktu itu perkara yang saudara hadapi itu dari 2010-2016 itu belum ada yang selesai?" tanya Anggota Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis (18/3/2021).

Ali pun menjelaskan bahwa ia pernah diminta KPK untuk mem-printout rekeningnya dari tahun 2010 hingga 2016.

"Tapi kalau saya jujur pak secara pribadi dari tahun 2003 ada kali pak, kan hubungan saya dari situ. Cuman waktu tranfer itu memang rinciannya 2010 diminta oleh KPK tahun segini sampai segini tolong diprint out semua. Ya saya lampirkan. Ini bukti saya pernah transfer," jawabnya.

Ali mengakui bahwa Rohadi meminta uang kepadanya dari berbagai macam nominal. Mulai dari Rp1 juta Rp2 juta atau Rp5 juta dan Rp11 juta." Terus katanya untuk apa?" cecar majelis hakim.

Ali menjelaskan mengenai transfer pemberian uang kepada Rohadi bahwa dia adalah seorang pemilik bengkel atau jasa jual beli mobil. Sehingga transfer uang itu terkadang untuk DP jual beli kendaraan atau untuk hutang atau bayar fee komisi.

"Kadang-kadang ada DP, dia pinjam uang, ada saya pinjam uang ke dia, kadang-kadang saya entertain waktu saya nggak bayar kontan, saya pinjam saya kembalikan uang. Jadi segitulah, sejuta, 2 juta, 5 juta 6 juta, 11 juta ada hitung-hitungannya komisi," jelasnya.

"Makanya KPK pernah nanya, bahwa apakah saya pernah minta bantuan. Iya benar, saya minta bantuan untuk Pak Rohadi ke saya, saya bagaimana menghadapi kasus 4 ini," sambungnya.

Karena jawaban saksi tidak sesuai, majelis hakim kembali menegaskan. Untuk apa Rohadi meminta uang yang nominalnya kecil dari Rp1 juta Rp2 juta secara berturut-turut. Seperti di bulan September, Rp4 juta pada 22 September, pada 24 September Rp1 juta dan 8 November sebesar Rp2 juta.

"Itu untuk apa, sangkut pautnya dengan perkara itu untuk apa, untuk dia sendirikah, untuk apa gitu maksud saya?" cecar hakim.

Ali pun menerangkan, bahwa sebenarnya di KPK dia sudah menjelaskan bahwa benar ia minta bantuan kepada Rohadi. Tapi kalau soal uang itu tidak semua untuk mengurus perkaranya.

Ali melanjutkan, bahwa hubungannya dengan Rohadi adalah sebagai teman dekat sehingga wajar pinjam meminjam atau bisnis.

Lalu hakim mempertanyakan bahwa saksi Ali dalam memberikan uang itu apakah ada harapan bahwa Rohadi bisa membantu pengurusan perkaranya tersebut. Dan saksi Ali membenarkan hal itu yang dijawab langsung.

"Maaf ini, masa hanya Rp1juta-Rp2 juta. Saudara apa nggak mikir, wah ini saya hanya dijadikan ATM Rohadi. Anda mikir nggak?" tanya hakim tegas.

"Ya nggak pak. Soalnya saya ada beli mobil, atau dari koleganya, jual ke saya, ini segala kan ada hitung-hitungannya, Pak. Dengan saya transfer gitu kan ada catatannya, ada yang 1 juta 2 juta 5 juta bisa jadi kita ingat gituloh," jawab Ali.

Majelis hakim pun menegaskan bahwa tidak habis pikir, kok bisa seperti itu.

"Kalau maksudnya bantu diperkara urusan perkara saudara tapi kok dimintanya ini kecil. Nyicil, seakan-akan saudara dijadikan ATM, 2010-2016. Akhirnya ditotal menjadi besar Rp 1,5 miliar," tanya hakim.

Menurut Ali, Rohadi tidak menjanjikan apa-apa atas perkaranya yang sedang ditangani atau diurusinya tersebut. Lagi pula dari 4 perkara kasus yang dihadapinya yang diurus oleh terdakwa Rohadi semuanya tidak ada yang menang di pengadilan.

Dalam persidangan ini Jaksa menghadirkan saksi yang pernah menggunakan jasa Rohadi untuk mengurus perkara pidana maupun sengketa dipengadilan hingga ditingkat kasasi MA mulai dari pendaftaran perkara hingga ke putusan akhir atau inkracht.

Pengguna jasa Rohadi tersebut memberikan uang gratifikasi yang tidak dilaporkan ke KPK sehingga menjadi tindak pidana suap dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2016 lalu yang mencapai total Rp19 miliar.

Suap dalam bentuk pecahan rupiah dan dolar tersebut melibatkan anak dan istri Rohadi didalam menampung transaksinya dari berbagai kalangan mulai dari pengacara, kolega hingga hakim dan anggota dewan. (G-2)

BACA JUGA: