JAKARTA - Saksi Wahyu Hidayat pelatih Triathlon mengungkap dirinya pernah diminta Mark Sungkar untuk menandatangi kerja sama Training Center (TC) di Cipaku Hotel untuk keperluan Asian Games 2018 terkait perkara korupsi senilai Rp694 juta untuk dana bantuan Kemenpora tahun 2028. Mark saat itu adalah Ketum Pengurus Pusat Federasi Triathlon Indonesia (PPFTI) masa bakti 2015-2019.

"Ya untuk persiapan Asian Games rencananya di Hotel Cikapu, Bapak meminta tolong saya menyampaikan bahwa kita akan di sana," ucap Wahyu persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Selasa (16/3/2021).

Wahyu menyatakan saat itu dibekali surat kuasa untuk menandatangani surat perjanjian kerja sama.

Kemudian Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi nomor 6, Wahyu bertemu Manager Cipaku Garden Hotel, Adhe Sudarmono, untuk menandatangi kerja sama tersebut.

"Tanggal 16 Desember 2017 saya ditelepon Adhe untuk menandatangani surat perjanjian kemudian saya menuju Cipaku Hotel dan di sana sudah ada surat perjanjian yang disiapkan Adhe dan langsung saya tanda tangani lalu melaporkannya via telepon ke Mark," kata Jaksa dan dibenarkan oleh Wahyu.

Wahyu menyebutkan bahwa dalam perjanjian disebutkan TC pertama di Cipaku Hotel berlangsung dari bulan Januari-April 2018. Namun, kenyataannya penginapan TC di sana hanya berjalan dari 3-21 Januari 2018.

"Kalau untuk kontraknya tagihannya itu dari Januari sampai April ya. Pelatihan berlangsung Januari sampai April itu, kan di Cipaku hanya menginap saja, itu hanya berlangsung sampai 21 Januari," jelasnya.

Dia bahkan sempat mengatakan soal tim pelatih dan atlet yang akhirnya memutuskan keluar dari Cipaku Hotel lantaran khawatir membebani biaya TC. Para pelatih dan atlet, akhirnya memutuskan menginap di indekos masing-masing.

"Waktu awalnya TC itu di Hotel Cipaku, kami masuk tanggal 3 (Januari), lalu berjalannya waktu anak-anak khawatir akan ada yang terlambat atau tidak turun akhirnya kami aklamasi daripada membebankan federasi lebih baik kita di kosan aja lah gitu," terang Wahyu.

Wahyu menjelaskan selama menjalani TC sambil menginap di indekos, para pelatih dan atlet menggunakan biaya akomodasi sendiri. Tetapi, Wahyu menyebutkan setelah itu ada biaya akomodasi yang diberikan pihak federasi. Wahyu saat itu mendapatkan uang sebesar Rp 41.300.000.

Namun, uang tersebut sudah dikembalikan ke penyidik karena dianggap berpotensi sebagai kerugian negara. Wahyu tidak mengetahui kenapa uang itu dianggap berpotensi menjadi kerugian negara.

"Jadi saya hanya disampaikan (dari penyidik), `Apakah Anda menerima uang dari Mark Sungkar?`. Tidak. `Tapi dari federasi?`. Ada. `Apa Bunyinya?`, penggantian akomodasi konsumsi Januari sampai April selama kami tidak TC di dalam hotel. Katanya pakai uang pribadi terus sama federasi diganti Rp41,3 juta, cuma ini berpotensi menjadi kerugian negara, bersedia nggak dikembalikan," ungkap Wahyu.

Sebelumnya pengacara Mark Sungkar melalui pengacaranya menilai saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) rata-rata lempar handuk atau lepas tangan terkait perkara dugaan korupsi bantuan dana Asian Games.

Menurut pengacara Mark Sungkar, Fahri Bachmid saksi yang dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum rata rata mengaku lupa dan merasa tidak tahu.

"Iya, tentunya dia menerangkan sesuai pengetahuannya. Saksi itu kan apa yang dia lihat, dia dengar, dia alami dan dia tahu. Jadi disini saja pastinya ada hal yang berbeda. Seperti Minggu lalu kan, ada beberapa kesaksian, contoh dari Kemenpora semua kan lempar anduklah. Tidak ada yang mau mengakui, tidak ada yang mengerti bahkan ada juga yang pura-pura lupa," kata Fahri.

Fahri mengakui bahwa itulah saksi dalam menyampaikan keterangannya sesuai dengan pengetahuannya dan sesuai apa yang dia ketahui.

"Dan kami tentu menghargai itu semua sebagai suatu sikap yang, pengakuan dari apa saksi dapatkan dalam persidangan," jelasnya.

Untuk persidangan kemarin, Fahri berpendapat belum ada saksi yang terlalu signifikan, yang sifatnya menerangkan atau menjerumuskan Pak Mark itu sendiri. "Belum ada," cetusnya.

Untuk sidang kali ini dan kedepannya, dari pihak pengacara menghimbau agar para saksi berikutnya dari pihak Kemenpora dapat memberikan keterangan yang jujur dan apa adanya.

"Kita berharap sementara ini, karena ada beberapa saksi-saksi yang strategis dalam perkara ini yang akan kita gali lebih jauh. Kita berharap saksi ini bersikap jujur mengungkap sesuatu dalam persidangan. Karena yang kita cari adalah kebenaran materil dari perkara ini apakah Pak Mark salah ataukah tidak," terangnya.

Menurut dia, jangan sampai pengadilan memutus perkara yang bukan karena perbuatan orangnya. Pihaknya tidak mau seperti itu. Makanya ada pameo, bahwa lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menjebloskan 1 orang yang tidak bersalah.

"Jadi kami kuasa hukum meyakini itu, jangan sampai pak Mark tidak bersalah tapi dipenjarakan. Nanti kita akan menggali lebih dalam," ungkapnya.

Mark Sungkar selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Triathlon Indonesia masa bakti 2015-2019, didakwa melakukan korupsi senilai Rp694 juta pada dana bantuan kemenpora tahun anggaran 2018.

Ayahanda aktris Shireen Sungkar ini diduga membuat pelaporan fiktif terkait dana pelatnas Asian Games Triatlon, yakni pada 2018, Mark mengajukan proposal kegiatan bertajuk Era Baru Triathlon Indonesia ke Menpora dengan total biaya Rp5,072 miliar. Namun, sisa uang dari kegiatan itu digunakan untuk memperkaya dirinya sendiri sebesar Rp399,7 juta.

Mark juga didakwa telah memperkaya orang lain, di antaranya Andi Meera Sayaka, yakni sebesar Rp20,650 juta, Wahyu Hidayat sebesar Rp41,3 juta, Eva Desiana sebesar Rp41,3 juta, Jauhari Johan sebesar Rp41,3 juta, dan The Cipaku Garden Hotel atas nama Luciana Wibowo sebesar Rp150,650 juta. (G-2)

BACA JUGA: