JAKARTA - Pijar harga batu bara mulai meredup. Harga komoditas energi ini perlahan mulai meredup setelah naik signifikan sejak akhir 2020 hingga awal tahun ini. Pemerintah perlu mengambil kebijakan mengutamakan pasokan batu bara dalam negeri terutama bagi PT PLN (Persero).

"Alasannya, penjualan tersebut bersifat jangka panjang, sedangkan harga batu bara di luar negeri bersifat spot atau jangka pendek," kata Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi kepada Gresnews.com, Jum`at (12/3/2021).

Menurut Fahmy trend harga batu bara global terus menurun. Harga ekspor batu bara setelah dikurangi ongkos kirim, diproyeksikan bisa mendekati US$80 atau bahkan di bawah US$ 80 per ton jika trend penurunan ini terus terjadi.

Dengan trend penurunan harga batu bara dunia yang terjadi belakangan, Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) turun menjadi US$ 84,49 per ton pada Maret 2021, turun 3,3 US$ per ton dibanding HBA Januari 2021 sebesar US$ 87,49 per ton.
Sedangkan harga Domestic Market Obligation (DMO), ditetapkan untuk penjualan batu bara kepada PLN, sebesar US$ 70 per ton.

Selain itu, di tengah masih merebaknya Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, volatalitas harga batu bara dunia cukup tinggi, tetapi belakangan cenderung menurun. Pada minggu kedua Januari 2021, harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle sempat tembus US$89,95 per ton.

Namun pada perdagangan akhir Januari 2021 terkoreksi minus 0,48% menjadi US$ 84,59 per ton, lalu kembali terkoreksi minus 0,42% menjadi US$ 82,55 per ton pada awal Februari 2021.

Fahmy menuturkan bahwa badan International Energy Agency (IEA) telah memprediksi permintaan batu bara global pada 2021 akan meningkat sekitar 2,6% dibanding permintaan global pada 2020.

Namun, permintaan batu bara global pada tahun 2021 diperkirakan di bawah harga pada 2019, bahkan bisa lebih rendah jika asumsi pemulihan ekonomi meleset dan permintaan tidak terpenuhi.

"Penyumbang utama perbaikan permintaan batu bara masih didominasi oleh China, India, dan Asia Tenggara, yang mencapai sekitar 65% dari total permintaan batu bara dunia," tuturnya.

Fahmy menambahkan, bahwa selain sebagai produsen batu bara, China juga merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia.

"Dalam kondisi volume konsumsi batu bara di China lebih besar dari pada volume produksi batu bara, China berperan penting dalam mengendalikan harga batu bara dunia pada harga relatif rendah," tambahnya.

Berakhirnya musim dingin dan perayaan Imlek menyebabkan penggunaan listrik di China melandai sehingga permintaan batu bara di China juga semakin menurun, yang menyebabkan harga batu bara dunia kembali terkoreksi pada bulan berikutnya.

"Selain itu, manufacturing index pun tidak menunjukkan kenaikan, sehingga kebutuhan akan listrik juga tidak melonjak," pungkasnya.

Sementara itu Fitch Ratings punya pandangan berbeda menilik dari hubungan Australia dan China yang retak cenderung menguntungkan bagi sektor batu bara Indonesia. China mengalihkan impor batu baranya ke Indonesia

Impor batu bara China melonjak menjadi 39,08 juta ton pada Desember 2020 dari 2,77 juta ton tahun sebelumnya karena Beijing melonggarkan pembatasan impor untuk mengurangi kendala pasokan di dalam negeri di tengah musim dingin yang ekstrem serta adanya peningkatan aktivitas ekonomi.

Lebih lanjut Fitch Ratings melaporkan impor batu bara China tahun 2020 naik 1,4% (yoy) menjadi 304 juta ton dibanding tahun sebelumnya. Ini merupakan impor tertinggi sejak 2014. Total pembangkit listrik termal naik 6,6% dan 9,2% (yoy) masing-masing pada November dan Desember 2020.

Produksi batu bara China turun 0,1% yoy pada tahun 2020. Produksi di Mongolia Dalam, provinsi penghasil batu bara terbesar di negara itu pada tahun 2019, turun sebesar 3% (yoy) pada tahun 2020 meskipun ada pembalikan kebijakan pemerintah pada bulan Oktober untuk meningkatkan produksi menjelang musim dingin.

Penambang batu bara Indonesia menjadi pihak yang diuntungkan atas impor China yang kuat. Indeks harga batu bara Indonesia 4.200 kcal/kg naik menjadi US$ 45/ ton pada Januari 2021 dari rata-rata US$ 26/ton dalam tujuh bulan hingga November 2020.

Lonjakan tersebut kemungkinan hanya akan berlangsung singkat, meskipun Fitch mengharapkan harga rata-rata 2021 sebesar itu. lebih tinggi dari tahun 2020 sebesar US$ 32,5/ ton.

Fitch juga mengharapkan sebagian besar produsen batu bara Indonesia meningkatkan produksi pada kuartal pertama 2021 sebagai tanggapan atas permintaan dan harga yang lebih baik. (G-2)

BACA JUGA: