JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Bahwa terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur pada Jumat tanggal 16 Oktober 2020, sekitar pukul 21.00 WIB, bertempat di Sofyan Hotel, Jl Prof. DR Soepomo, Tebet Barat, dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)," kata JPU Kejagung Didi AR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, diikuti oleh Gresnews.com, Selasa (19/1/2021).

Didi mengatakan perbuatan Gus Nur tersebut ditemukan dalam akun Youtube Munjiat Channel, yang berisi pembicaraan antara saksi Refly Harun dengan terdakwa.

Pada menit 03.45: "Saya dulu juga tidak pernah ada apa-apa sebelum ada rezim ini, kemana saja saya dakwah dikawal Banser, saya adem ayem sama NU gak pernah ada masalah. Tetapi setelah rezim ini lahir bang, tiba-tiba 180 derajat itu berubah. Saya ibarat NU, sekarang itu seperti bus umum sopirnya mabuk kondekturnya teler gitu, kernetnya ugal-ugalan,".

"Sopirnya begitu kernetnya juga begitu, dan penumpangnya kurang ajar semua. Merokok juga, nyanyi juga, buka-buka aurat juga, dangdutan juga, jadi kesucian NU yang selama ini saya kenal itu sekarang seakan-akan nggak ada sekarang," kata Sugi berbincang dengan Refly Harun.

Kemudian pada tayangan menit ke 04.34 `.... ini hanya itu aja bang, sekulit ari aja jadi kok saya pusing dengerin apa di bus yang namanya NU itukan ya jadi itu bisa jadi keneknya Abu Janda, kondekturnya Gus Yakut dan supirnya Kyai Aqil Siradj mungkin gitu lah. Nah penumpangnya liberal, sekuler, macem macem disitu PKI disitu numplek.

"Di situ yang selama ini ga ada setahu saya ngerokok, minum campur di situ, ah pusing akhirnya saya turun dari bus itu..`," tutur Didi membacakan dakwaan.

Kemudian, jaksa melanjutkan bahwa setelah rezim ini lahir tiba-tiba 180 derajat ini berubah, terdakwa ibaratkan NU sekarang, maksudnya adalah bahwa dulu sebelum tahun 2015 NU sangat baik, suci, khitoh, mengayomi ulama, menjaga ulama, menjaga agama dan semua masalah selalu diselesaikan secara musyawarah lewat Lembaga Ba`tsul Masail (LBM).

Gus Nur dalam tayangan di saluran Youtube-nya juga mengatakan bahwa dari 2015 sampai dengan sekarang, NU mencampuradukan agama antara lain ibadahnya, sholawatan di gereja, adzan di gereja dan mengikuti upacara misa/upacara agama lainnya.

"Menyebarkan kebencian, makin panjang jenggotnya makin goblok, menghina gamis, menghina jidat yang hitam dan menghina budaya arab, dekat dengan rezim sekarang, tidak konsisten dalam berfatwa, contohnya BPJS haram menjadi halal dan mengenalkan budaya K-Pop," ujar Didi dalam pembacaan dakwaan.

Selanjutnya, jaksa menilai bahwa maksud terdakwa seperti bus umum adalah ormas Nahdlatul Ulama (NU). Supirnya mabok adalah ketua umum KH. Aqil Sirodj dan KH Ma`ruf Amin yang mengeluarkan statment selalu menimbulkan kontroversi di tengah-tengah umat, sehingga umat islam pada umumnya bahkan warga Nahdiyin sendiri terpecah belah.

Kemudian, kondekturnya teler adalah Abu Janda yang meminum alkohol, keluar masuk diskotik, suka menfitnah dan menghina agama Islam.

Selanjutnya, keneknya ugal-ugalan adalah tidak mengikuti aturan dan tidak beradab semua penumpang, atau sekuler, liberal, PKI, joget dangdut dengan biduan wanita yang buka aurat, menjaga gereja dan lain-lain.

Lalu, penumpangnya liberal adalah penumpang yang berfikir bebas tanpa batas dan aturan. Penumpang sekuler adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri berpisah dari agama.

"PKI disitu numplek adalah bahwa di NU terdapat paham PKI," ungkap Didi.

Atas perbuatannya tersebut, Gus Nur diancam dengan pidana Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain itu juga, perbuatan terdakwa diancam pidana pada Pasal 45 Ayat (3) jo, Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (G-2)

BACA JUGA: