JAKARTA - Sidang kasus korupsi importasi tekstil pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe B Batam, Kepulauan Riau, memasuki pemeriksaan saksi. Dalam persidangan kasus yang ditaksir merugikan negara sekitar Rp1,6 triliun itu menghadirkan delapan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (15/1/2021).

Mereka terdiri dari satu orang pegawai Sucofindo Batam yakni David Maulana dan tujuh lainnya dari bea cukai.

David menjelaskan pada Januari 2020 ketika bertugas selaku inspektor, telah melakukan pemeriksaan sebanyak 17 kali terhadap kontainer berisi kain poliester milik PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.

Ia mengaku perusahaan tersebut kemudian membayar fee yang disetorkan langsung ke kasir kantor Sucofindo Batam.

Namun David mengaku mendapatkan uang lelah antara Rp2 juta hingga Rp3 juta dari pengusaha yakni Irianto, Rahman dan Sukim atas pekerjaan mencocokkan dokumen dan fisik kontainer yang berisi impor textil tersebut sebagai surveyor.

David mengaku tidak memeriksa secara detail terhadap isi container terkait jumlah roll meterannya. Dia mengungkapkan tekstil impor tersebut dipindahkan dari kontainer ukuran luar negeri ke kontainer dalam negeri yang berukuran lebih kecil.

"Saksi tidak memeriksa kebenaran dokumen itu, otentikasi dan sebagainya?" tanya jaksa Gusti Sopan Syarif di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang diikuti Gresnews.com, Jumat (15/1/2021).

Menurut David, dia hanya memverifikasi antara dokumen yang satu dan dokumen yang lainnya, seperti VR (verification request) dan Packinglist. Dengan dokumen itu maka David sendiri mencocokkan dengan fisik barang.

Setelah selesai semua dipindahkan. Jadi kontainernya itu berbeda dengan kontainer lokal. Kontainer luar negeri ukuran 45 sementara kontainer lokal 40 sehingga ada sisa.

"Kontainer 45 yang sisa dipindahkan juga ke kontainer lokal yang lain. Jadi jumlahnya bertambah. Misalnya, dari kontainer luarnya 6 dikontainer lokalnya, kalau dikontainer luarnya 6 - 45 size kontainer lokal jadi 7 pak. Karena sisanya masuk ke kontainer yang sisanya," jelas David.

Perkara dugaan korupsi impor tekstil Batam ini melibatkan empat orang oknum pejabat Bea Cukai dan seorang pengusaha yang bernama Irianto selaku Komisaris PT Flemings Indo Batam (FIB) yang juga selaku Direktur PT Peter Garmindo Prima (PGP).

Kemudian dari pihak oknum pejabat bea cukai antara lain, Mokhammad Mukhlas selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai II KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam, Kamaruddin Siregar Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai (PFPC) I KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam, Dedi Aldrian Kepala Seksi dan Cukai III pada Bidang PFPC I KPU Bea dan Cukai Tipe B Batam, dan Hariyono Adi Wibowo Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada Bidang PFPC II KPU Bea dan Cukai Batam.

Kelimanya diduga telah melakukan korupsi dengan modus menjual tekstil yang telah diimpor kepada pihak lain dan mengimpor tekstil melebihi alokasi.

Korupsi dilakukan dengan merubah dokumen impor berupa invoice, packing list, serta menggunakan Certificate of Origin (CoO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) yang tidak benar, yang bertentangan dengan sejumlah aturan yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, dalam dokumen pengiriman kontainer disebutkan bahwa kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India, dengan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India.

Namun, faktanya kapal tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut berasal dari China.

Fakta lainnya juga diketahui bahwa puluhan kontainer berisi kain brokat, sutra dan satin berangkat dari Pelabuhan Hong Kong, China dan singgah di Malaysia, lalu berlabuh di Batam.

Setibanya di Batam, muatan kontainer yang berisi kain premium tersebut dibongkar dan dipindahkan ke kontainer yang berbeda di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batu Ampar tanpa pengawasan oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam.

Setelah seluruh muatan dipindahkan ke kontainer yang berbeda, kemudian diisi dengan kain-lain yang berbeda jenis dengan muatan awal.

Peti kemas itu diisi dengan kain polister yang harganya lebih murah dan kemudian diangkut menggunakan kapal lain menuju Pelabuhan Tanjung Priok. (G-2)

BACA JUGA: