JAKARTA - Kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Setia Hati Terate (SHT) senilai Rp37 miliar terus bergulir. Pernyataan salah satu pihak tergugat yakni kuasa hukum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun yang menyebut bahwa selama ini yayasan tak memiliki sumber keuangan dibantah.

Kuasa Hukum Ketua Yayasan Setia Hati Terate (SHT) Mohamad Samsodin menegaskan Yayasan SHT merupakan badan hukum yang memiliki aset produktif. "Ada sekolahan, ada hotel, dan lainnya sampai tidak mendapat pemasukan itu yang menjadi kejanggalan kita, dan hal itu menunjukkan ketidak profesionalan Pengurus Lama dalam mengemban amanah Pengurus yayasan," katanya kepada Gresnews.com, Senin (26/10/2020).

Menurutnya, anehnya lagi pengurus lama ketika masa jabatannya berakhir, tidak mau menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).

Ia melanjutkan, Pembina merombak kepengurusan Yayasan SHT tentu memiliki pertimbangan, Dengan harapan, Yayasan mampu menjalankan operasional kegiatan sesuai maksud dan tujuannya.

Samsodin kembali menegaskan bahwa yang dipersoalkan pihaknya adalah selain pengurus lama tidak mau membuat LPJ juga tidak mau melakukan serah terima ke Brigjen Pol (P) Lanjar Soetarno yang diangkat oleh Pembina sejak 2017.

"Itulah yang kami soalkan bukan pada yayasan berpenghasilan atau tidak itu sih diluar konteks, itu sih tidak nyambung," katanya.

Sebelumnya kuasa hukum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Pusat Madiun, Sukriyanto menyebut yayasan tidak mempunyai penghasilan. Pasalnya, sumber keuangan yayasan dari PSHT yang sifatnya dititipkan.

"Karena PSHT tidak memiliki rekening khusus. PSHT tidak berbadan hukum. Makanya tidak memiliki rekening atas nama organisasi PSHT. Kemudian uang PSHT dititipkan ke yayasan," kata Sukriyanto, Sabtu (24/10/2020).

Menurutnya semua aset yayasan, secara fakta materiil adalah milik organisasi PSHT. Termasuk tanah dimana berdiri Padepokan Agung PSHT.

Menurutnya pada saat membeli tanah tersebut, diatasnamakan yayasan Setia Hati Terate karena organisasi PSHT tidak berbadan hukum.

"Oleh karena itulah, almarhum Mas Tarmadji dkk mendirikan yayasan Setia Hati Terate. Tujuannya tidak lain, agar kedepannya yayasan yang mengelola aset dan keuangan organisasi PSHT yang saat ini ketua umum PSHT adalah Mas Murjoko berdasarkan hasil Parapatan Luhur (Parluh) tahun 2017 dan selaku pemegang lisensi hak merek dan lambang PSHT," ujarnya.

Sebelumnya Ketua Yayasan Setia Hati Terate (SHT) melalui tim kuasa hukumnya, Mohamad Samsodin, dan rekan diantaranya, Hermawan Naulah, Hendrayanto, Agung Hadiono, Anton R. Widodo, mendatangi Ditreskrimum Polda Jawa Timur, untuk melaporkan raibnya uang Yayasan SHT senilai Rp37 miliar yang terbagi Rp8 miliar berupa uang dan Rp29 miliar berupa aset milik Yayasan.

Pelaku yang diduga menggelapkan uang senilai Rp37 miliar itu adalah Wakil Bupati Madiun, HW , I dan R M. Mereka adalah para pengurus lama Yayasan.

HW dan R M masing-masing selaku Ketua Harian dan Sekretaris Umum Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang memerintahkan tanpa hak dan wewenang untuk mentransfer sejumlah uang dari Organisasi PSHT ke Yayasan SHT ke Rekening BNI.

"Atas perbuatannya tersebut patut diduga ada pemufakatan jahat melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang hasil penggelapan uang Organisasi PSHT,” tegas Samsodin.

Dikatakan Samsodin, berdasarkan Laporan Kantor Akuntan Publik Dra. Eliya Noorlisyati dan Rekan bernomor:08006/SK-MKS/VIH/18 tertanggal 16 Agustus 2018 perihal Management Letter Hasil Audit Khusus Atas Laporan arus kas pengelolaan dana Yayasan Setia Hati Terate periode 1 Mei 2016 – 31 Desember 2017 melalui nomor rekening BNI: 0036938285.

“Sebagaimana hasil laporan Akuntan Publik diatas terdapat pengeluaran dana sebesar Rp8.474.300.000 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Samsodin.

Bahwa terlapor dan tim, lanjut Samsodin, telah memerintahkan dan atau menyuruh untuk mentransfer atau menyetor atau menghibahkan uang milik PSHT ke Yayasan SHT tanpa hak dan wewenang, patut diketahui dan dikehendaki terlapor dan kawan kawan.

Menurutnya dalam Anggaran Dasar Yayasan SHT pada 2014 yaitu Akta Notaris Nomor 87 Tertanggal 10 Oktober 2014 Yayasan SHT tidak dimaksudkan untuk menampung atau mengelola uang dari Organisasi PSHT dan didalam organisasi PSHT berdasarkan AD ART tahun 2008, tidak ada keterkaitan afiliasi antara Organisasi PSHT dengan Yayasan SHT.

Selain itu, adanya Surat Edaran untuk penarikan dana ke Cabang-Cabang tidak memberitahukan kepada Dr. R. HM Taufiq yang ditetapkan Majelis Luhur PSHT berdasarkan AD ART Tahun 2016 dalam Parapatan Luhur Tahun 2016 di Jakarta sebagai Ketua Umum PSHT dan tidak berdasarkan Keputusan Musyawarah Mufakat Organisasi Pengurus.

Ia menambahkan sampai saat ini, Ketua Yayasan SHT yang lama, HW tidak melaksanakan apa yang diperintahkan UU Yayasan Nomor 28 Tahun 2014.

"Sehingga klien kami sudah 2 kali datang ke Polda Jatim untuk meminta keadilan hukum. Seperti yang disampaikan penyidik hari ini, hasil gelar perkara untuk unsur pidananya sudah memenuhi,” imbuhnya.

Barang bukti dan data aset yang dipegang berupa Kas Tunai (Logam 12 karung) tidak dihitung, Bank BPR Jatim Rp44.000.000, BNI Rp147.469.766, Rp18.462.263, Rp33.060.196, Inventaris senilai Rp24.040.800.000, Bangunan dan perlengkapan hotel Manise senilai Rp4.539.800.000 dan pembangunan rumah Joglo Hotel Manise senilai Rp377.000.00 dengan total kerugian Rp29.200.688.725. (G-2)

BACA JUGA: