JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai TNI/Polri telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap anggotanya yang diduga memiliki perbedaan orientasi seksual atau LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Itu jelas melanggar hukum dan konstitusi negara.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan keputusan represif tersebut adalah bentuk diskriminasi yang menyerang orientasi seksual dan ekspresi gender seseorang yang dilindungi oleh hukum dan konstitusi negara.

"Diskriminasi jelas telah melanggar konstitusi. Termasuk diskriminasi terhadap lesbian, gay, biseksual, dan transeksual atau transgender (LGBT)," katanya dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Rabu (21/10/2020).

Ia menjelaskan konstitusi Indonesia telah menegaskan beberapa hak yang dimiliki warga negara, termasuk di dalamnya hak atas privasi, ekspresi dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Persamaan di hadapan hukum diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 j.o Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan hak bebas dari perlakuan diskriminatif diatur dalam Pasal 28B ayat (2) jo. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

"Maka pembedaan perlakuan berdasarkan orientasi seksual jelas telah melanggar konstitusi negara. Atas dasar itu, maka segala tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan terlarang," ungkapnya.

Ia menjelaskan pengaturan yang memberikan pembedaan dalam kondisi tertentu diperbolehkan selama tindakan-tindakan tersebut bersifat khusus dan sementara yang dinamakan affirmative actions dan hanya dapat digunakan untuk mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga tercapai perkembangan yang sama dan setara antar tiap kelompok masyarakat, seperti contoh perlakukan khusus untuk perempuan dan anak-anak.

Sedangkan pembedaan yang dilakukan oleh TNI/Polri ini jelas bukan merupakan suatu affirmative action.

Polri juga seharusnya memperhatikan aturan internalnya sendiri, telah dimuat dalam Surat Edaran Polri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian, bahwa ujaran kebencian salah satunya adalah penistaan yang memiliki tujuan dan bisa berdampak pada tindakan diskriminasi, kekerasan, bertujuan untuk menyulut kebencian pada berbagai komunitas yang dibedakan.

Secara jelas Surat Edaran tersebut menyebut komunitas yang dibedakan tersebut termasuk berdasarkan gender dan orientasi seksual, ujaran kebencian terhadap kelompok berbasis hal tersebut harus dilarang. Justru pihak kepolisian lah yang harusnya melindungi kelompok minoritas orientasi seksual berbeda, bukan melakukan tindakan diskriminatif. 

Sebelumnya Polri menyebut telah menindak anggota yang diduga masuk ke dalam kelompok LGBT.

Asisten Sumber Daya Manusia Inspektur Jenderal Sutrisno Yudi Hermawan menuturkan, anggota Polri tersebut bahkan sudah diberikan sanksi oleh Div Propam.

"Kan sudah diproses penegakan hukumnya," kata Sutrisno di Jakarta Selatan, Selasa, 20 Oktober 2020.

Adapun TNI mengatakan tak akan menoleransi adanya kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual/Transgender (LGBT) di tubuh korps mereka.

Pihak TNI menyatakan menolak keras LGBT yang dinyatakan telah dimuat dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST No ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 yang ditekankan kembali dengan Telegram Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019.

"TNI menerapkan sanksi tegas terhadap Prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk LGBT," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Pusat Penerangan TNI Kolonel Sus Aidil, dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020. (G-2)

BACA JUGA: