JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memberikan apresiasi atas gugatan mantan Menteri Koordinator Maritim (Menko Maritim) Rizal Ramli yang mengajukan pengujian ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) bulan lalu.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan Perludem juga pernah mengajukan gugatan yang sama di MK tapi ditolak.

"Kalau saya melihatnya sebetulnya apa yang diajukan oleh Rizal Ramli hampir sama dengan apa yang pernah kami ajukan. Biasanya di MK akan mempertanyakan apa yang menjadi hal baru dalam gugatan ini, karena sebelumnya ada gugatan yang sama dan ditolak oleh MK," kata Khoirunnisa kepada Gresnews.com, Kamis (8/10/2020).

Lanjut Khoirunnisa, Perludem sangat mengapresiasi atas hal tersebut. Meskipun sudah banyak yang ditolak oleh MK.

"Tapi sebagai bagian dari ikhtiar advokasi tentu kami mengapresiasi hal ini. Karena stand point Perludem saat ini masih sama. Presidential Threshold tidak perlu ada," jelasnya.

Ia mengatakan dasar Perludem mengajukan gugatan pada waktu itu adalah Presidential Threshold 20% ini tidak relevan dengan pemilu serentak dan sistem pemerintahan presidential. "Adanya Presidential Threshold ini justru menyebabkan pemilih tidak punya banyak alternatif pilihan dalam pemilu," terangnya.

Perludem sendiri tidak setuju dengan adanya ketentuan syarat minimal pencalonan ini. Karena menurutnya hal ini tidak sesuai dengan bangunan sistem pemerintahan presidensial.

Dalam sistem presidensial, antara Presiden dan DPR tidak saling mempengaruhi, khususnya dalam hal pencalonan. Apalagi keduanya dipilih secara langsung oleh masyarakat

Selain itu, kata Khoirunnisa, adanya syarat minimal pencalonan ini menjadikan pemilih tidak bisa punya alternatif pilihan capres, pilihannya menjadi terbatas.

Argumentasi Perludem adalah masyarakat punya hak untuk mendapatkan alternatif calon presiden, supaya calonnya tidak itu-itu saja. Jadi setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu bisa mengajukan pasangan calon.

"Kalau perkembangan saat ini di mana sedang pembahasan RUU Pemilu sepertinya masih akan ada syarat minimal pencalonan itu," pungkasnya.

Saat ini, MK sedang membahas kelanjutan perkara pengujian ketentuan Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli adalah pihak pemohon yang mengajukan uji materi tersebut.

Rizal datang ke MK didampingi kuasa hukumnya, Refly Harun, untuk permohonan uji materi terhadap PT yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu diterima MA dengan tanda terima surat nomor 2018/PAN.MK/IX/2020.

"Hakim panel akan melaporkan kepada sembilan orang hakim dalam rapat permusyawaratan hakim bagaimana kelanjutan sikap Mahkamah atau sikap Majelis terhadap permohonan ini," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang perbaikan permohonan yang digelar Senin (5/10/2020), dilihat dari siaran YouTube MK RI, Senin (5/10/2020).

Arief menyampaikan dalam persidangan tersebut, saudara prinsipal, saudara kuasa hukum tinggal menunggu nanti ada pemberitaan dari panitera.

Rizal Ramli menekankan pentingnya penghapusan ketentuan Presidential Threshold dalam UU Pemilu.

"Kami betul-betul minta Pak Hakim, coba mohon betul-betul supaya bisa terbuka matanya. Indonesia ketinggalan kok dibanding negara lain, negara lain udah nggak pakai threshold, 48 negara, kok kita ketinggalan zaman amat," katanya.

Rizal Ramli bersama rekannya Abdulrachim Kresno mengajukan uji materi ketentuan ambang batas Presidential Threshold tersebut dan meminta agar ambang batas presiden dihilangkan dan Mahkamah menyatakan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

Pasal 222 UU Pemilu menyatakan "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya".

"Menyatakan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kalimat  petitum dalam berkas permohonan yang diunggah laman MK RI.

Rizal Ramli mengatakan bahwa adanya Presidential Threshold telah mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sebab, dengan ketentuan itu, tak semua warga negara bisa mencalonkan diri sebagai presiden. (G-2)

BACA JUGA: