JAKARTA - Badan Koordinasi Nasional Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Bakornas LKBHMI PB HMI), Jumat (25/9/2020), melaporkan Bupati Takalar, Sulawesi Selatan, Syamsari Kitta, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah tersebut dilakukan Bakornas LKBHMI PB HMI menyikapi opini Wajar Dengan Pengecualian yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Posisi Keuangan Pemerintah Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, pada Desember 2019.

Wakil Direktur Eksekutif Bakornas LKBHMI PB HMI Ahmad Syahirul Alim meminta KPK mengusut kasus itu. Ia juga menyerahkan dokumen bukti dugaan korupsi itu ke KPK.

"Setelah BPK melakukan pemeriksaan keuangan ada beberapa catatan yang dikeluarkan dan menurut kami, itu wajib ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi (Tipikor). Maka, kami dari Bakornas LKBHMI PB HMI meminta KPK bisa mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kabupaten Takalar," kata pria yang akrab dipanggil Irul dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Jumat (25/09/2020).

Dia lalu menjelaskan enam poin temuan BPK tersebut. Pertama, pertanggungjawaban belanja UP/GU/TU oleh Bendahara pengeluaran Sekretariat Daerah tidak sesuai ketentuan.

Kedua, penyajian nilai investasi permanen pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT BPRS Surya Sejati Palleko, PT BPR Gerbang Masa Depan dan Perusahan Daerah Panranuangku tidak didukung dengan laporan keuangan yang telah diaudit.

Ketiga, realisasi belanja barang dan jasa sebesar Rp1.978.144.486,00 tidak sesuai ketentuan.

Keempat, kelebihan pembayaran atas empat paket pekerjaan sebesar Rp225.265.680,79.

Kelima, realisasi belanja atas pekerjaan peningkatan jalan beton yang bersumber dari DAK tidak sesuai ketentuan.

Keenam, penerimaan dan pembayaran pokok pinjaman RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle sebesar Rp18.000.000.000,00, pembayaran bunga dan biaya kredit masing-masing sebesar Rp84.791.666,00 dan Rp113.075.000,00 tidak dianggarkan pada APBD dan tidak disajikan pada LKPD Pemkab Takalar.

Sebelumnya DPRD Kabupaten Takalar resmi menggunakan hak interpelasi untuk meminta keterangan Bupati Takalar, Syamsari Kitta.

Hak istimewa DPRD Takalar itu resmi bergulir setelah 20 legislator DPRD Takalar mengusulkan dalam Sidang Paripurna, Rabu (23/9/2020).

Ketua DPRD Kabupaten Takalar, Darwis Sijaya, mengatakan pengusulan hak interpelasi itu merupakan sikap fair anggota legislatif terhadap kinerja Bupati Takalar Syamsari Kitta

Bahkan, legislator Fraksi PKS ini menilai kinerja Syamsari Kitta sebagai orang nomor satu Pemkab Takalar sangat buruk.

Ia menyebut Bupati Takalar tidak punya manajemen yang baik. Dia melakukan mutasi kiri kanan dan tidak memperhatikan kinerja ASN bisa stabil dan baik.

Darwis Sijaya melanjutkan, sejumlah mutasi ASN ada yang dianulir oleh PTUN.

Akan tetapi, lanjutnya, Bupati Takalar Syamsari Kitta malah tidak mengindahkan hasil putusan PTUN untuk pengembalian aparatur desa dan ASN tersebut.

Bahkan, lanjut Darwis, sejumlah pengisian jabatan ASN Takalar diduga diperjualbelikan oleh Bupati Takalar Syamsari Kitta.

Darwis Sijaya mengaku kerap mendapatkan aduan dari masyarakat mengenai dugaan tersebut.

Wakil Ketua DPRD Takalar H Muh Jabir Bonto yang tampil mewakili para pengusul mengatakan, hak interpelasi ini didasarkan pada tiga hal pokok.

Pertama, masalah amburadulnya pengelolaan APBD. Lalu transparansi pengelolaan anggaran penanganan COVID-19 dan penundaan pilkades serentak selama tiga kali penganggaran.

Sidang paripurna yang dihadiri 27 legislator dari 30 jumlah anggota sempat diwarnai sejumlah interupsi.

Rata-rata interupsi dari para legislator yang tidak mengusulkan hak interpelasi. Mereka mempermasalahkan tentang dasar pelaksanaan hak interpelasi.

(G-2)

BACA JUGA: