JAKARTA - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendesak Polda Metro Jaya segera menetapkan tersangka atas dugaan pelanggaran hak buruh di PT Pahala Express. Perusahaan logistik nasional itu dilaporkan karena diduga tidak membayar upah sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) setempat.

Ketua Departemen Hukum dan Advokasi KPBI Nelson Saragih menyebut penetapan tersangka ini perlu sebagai tindak lanjut dari laporan yang sudah diberikan para buruh ke pihak kepolisian. Selain itu juga agar pelanggar hak buruh di Pahala Express mendapat efek jera dan memberi keadilan pada hak buruh.

"Tersangkanya belum ada dan terlapor adalah manajemen dan pimpinan perusahaan. Ini demi tegaknya kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja Pahala Express," ujar Nelson kepada Gresnews.com, Rabu (9/9/2020).

Dalam laporan anggota Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP-KPBI) Lydia Yuliani pada 13 Mei 2020, Pahala Express diduga telah melanggar hak-hak buruh. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran Pasal 90 Undang-Undang (UU) 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tentang pembayaran upah di bawah UMK Bekasi.

UU Ketenagakerjaan menyebutkan ancaman pidana hingga empat tahun bagi pengusaha yang membayar buruhnya di bawah upah minimum.

Nelson menjelaskan sebagian besar buruh yang bekerja di jasa logistik itu hanya mendapatkan upah di kisaran Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan.

Bahkan, ketika ditambah dengan tunjangan produktivitas, seperti uang makan dan lainnya pun, upah para buruh tidak mencapai UMK Kota Bekasi sebesar Rp4,5 juta.

"Kami sangat berharap kiranya melalui percepatan proses penyelidikan dan penyidikan dapat terungkap dengan terang dugaan tindak pidana ketenagakerjaan," kata nelson.

Kondisi para buruh pun semakin tertekan sejak pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia. Khususnya ketika momen pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), di mana pembayaran cuma cair sekitar 25% dari seharusnya.

"Perusahaan bilangnya merugi, tapi tidak pernah menunjukkan audit laporan keuangan," kata Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih.

Selain itu, perusahaan juga tidak mengikutsertakan buruh sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Mereka menerapkan sistem hubungan kerja yang tidak jelas, seperti kontrak dan mitra. Apalagi, hak-hak maternitas buruh perempuan juga tidak dipenuhi," ungkapnya.

Sementara itu kuasa hukum Pahala Express Albert Luter menegaskan sejak awal sangat koperatif terhadap adanya laporan polisi yg dibuat oleh pekerja di Desk Ketenagakerjaan Polda Metro Jaya.

"Direksi sampai dengan jajaran manajemen sejak awal selalu menghadiri setiap ada panggilan penyidik, dan kami melihat penyidik sangat-sangat profesional dalam menangani laporan dari teman-teman pekerja," katanya kepada Gresnews.com.

Ia menjelaskan sejak awal Pahala Express sudah membuka ruang komunikasi kepada teman-teman pekerja, baik saat bipartit, tripartit bahkan mediasi sudah pernah dilakukan di polda metro jaya.

Salah satu tuntutan teman-teman pekerja adalah selisih upah, pada prinsipnya pahala sudah siap membayar selisih upah berdasarkan data-data yang bisa dibuktikan. Bahkan Pahala express telah berinisiatif untuk menghitung sendiri berdasarkan data yang ada dan bersedia membayarkan sesuai dengan perhitungan.

Ia berharap para pekerja juga mempertimbangkan kondisi dari Pahala Express pada saat ini, dari audit KAP, dua tahun berturut-turut mengalami kerugian dan dengan adanya pandemi COVID-19 tentu semakin merugi.

Menurutnya perlu diupayakan perdamaian antara pekerja dan Pahala Express, meskipun merugi perusahaan terus berjuang memikirkan bagaimana meningkatkan kesejahterahan pekerja yang masih bekerja. (G-2)

BACA JUGA: