JAKARTA - Konsep bela negara perlu ditanamkan dalam masyarakat terutama para pemuda. Bela negara dapat menghalau pemecahbelahan bangsa serta memperkuat persatuan dan kesatuan. Bela negara juga dapat memperkukuh kesadaran dan menjauhkan dari tindakan-tindakan yang mengarah pada radikalisme.

"Keberhasilan bela negara ini akan memperkukuh kesadaran kita jauh untuk membina generasi muda menjadi para pemimpin bangsa sehingga kedaulatan bangsa dan negara tetap terjaga seutuhnya," kata Rektor Universitas Moestopo Beragama Jakarta Rudi Hariyanto dalam webinar Bela Negara: Pembinaan Kesadaran Bela Negara Dan Menangkal Radikalisme, yang diikuti Gresnews.com, Rabu (29/7/2020).

Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainuddin Amari mengatakan kegiatan di Kemenpora dipandu oleh lima program prioritas.

"Dengan tentu ukuran-ukuran yang jelas dan pasti. Jelas output, outcome-nya, jelas kemanfaatan buat masyarakat. Sehingga kita bisa berkontribusi terhadap pembangunan bangsa ini. Dengan teratur, sistematis dan jelas tujuannya," kata Zainuddin.

Ia menjelaskan program bela negara penting terutama bagi para pemuda. Penguatan ideologi Pancasila, penguatan karakter, serta budaya bangsa penting dilakukan mengingat akhir-akhir ini mengalami penurunan.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komisaris Jenderal (Komjen) Boy Rafly Amar mengatakan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1), bela negara hak dan kewajiban setiap warga negara.

"Kita tidak boleh alergi dengan kata-kata bela negara ini, seolah-olah bela negara ini milik dari pihak-pihak institusi yang bersenjata saja. Tapi tentunya banyak aspek negara ini yang bisa kita kembangkan," kata Boy dalam acara tersebut.

Merujuk kontitusi negara, siapapun dan apapun posisinya, sebagai pelajar, mahasiswa/mahasiswi, seluruh pejabat di kementerian/lembaga atau tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, punya hak dan kewajiban untuk melakukan aktivitas bela negara.

Boy mengutip beberapa fakta sejarah pascakemerdekaan, Indonesia perlu mengingat kembali momen 19 Desember 1948 ketika Syarifuddin Prawiranegara diberikan mandat oleh Presiden Soekarno untuk membentuk pemerintahan darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, sebagai langkah penting dalam upaya menyelamatkan kelangsungan hidup negara dan memberikan sinyal kepada dunia bahwa NKRI tetap utuh. Hal itu dijalankan dengan baik oleh Syarifuddin Prawiranegara sehingga NKRI tetap utuh sampai saat ini.

Pemerintah kemudian menetapkan 19 Desember sebagai Hari Bela Negara yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006.

"Menyikapi peristiwa tersebut tentu kita dapat memaknai bela negara sebagai mana dituangkan didalam UU Nomor 3 Tahun 2002 Pasal 9 ayat (1), sebagai sebuah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," jelasnya.

Demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara, bela negara bukan hanya sebagai kewajiban dasar warga negara melainkan merupakan kehormatan warga negara sebagai wujud pengabdian dan kerelaan berkorban kepada bangsa dan negara. Kesadaran akan hal itu perlu diamalkan oleh setiap warga negara Indonesia.

Oleh karena itu sebagaimana dituangkan dalam UUD 1945 pemaknaan dan bela negara tidak hanya dilakukan dengan kekuatan militer. Tetapi juga dilakukan oleh seluruh warga negara dengan kesadarannya masing-masing.

Bela negara harus dapat dipahami sebagai sebuah upaya menyeluruh untuk mempertahankan NKRI dari berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

Dengan demikian perwujudan atau manifestasi dari sikap dan perilaku bela negara dapat disesuaikan dengan profesi masing-masing. Dalam rangka satu tujuan untuk menjaga keutuhan NKRI.

"Kalau ada warga negara yang tidak cinta NKRI maka perlu dipertanyakan, perlu kita ajak untuk introspeksi. Apalagi kita dilahirkan, dibesarkan, mendapatkan rezeki, mendapatkan karunia, mendapatkan kehidupan yang baik, mendapatkan kesejahteraan, tentu adalah kewajiban bagi kita semua balas budi kita pada negara ini adalah dengan menjaga keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia pada aspek setidaknya ipoleksosbudhankam," kata Boy.

Penetrasi global hari ini secara geopolitik nasional dan internasional banyak pihak yang menjadikan NKRI ini sebagai ruang hidup. Sebagai ruang hidup yang bisa membuat masyarakat Indonesia menjadi tamu di negaranya sendiri.

Kemudian untuk menangkal radikalisme melalui bela negara tentu adalah sebuah tuntutan yang harus dilakukan. Bela negara dapat dijadikan sarana atau metode yang dibangun untuk melawan berbagai ancaman yang mengancam keamanan manusia.

"Jadi, tinggal sarana, metode pendekatan yang hendak dilakukan tentunya disesuaikan dengan profesi kita masing-masing," imbuhnya.

Menurut Boy, wujud program dari BNPT yang dilakukan antara lain mendiseminasi nilai-nilai kebangsaan, penguatan nilai-nilai Pancasila. Tentunya ini akan mempersempit ruang gerak paham-paham atau transnasional ideologi, yang saat ini sedang berlangsung, yaitu ideologi non-Pancasila.

"Harus kita waspadai. Jangan sampai anak-anak muda kita merujuk pada nilai-nilai yang tidak sejalan dengan nilai-nilai leluhur bangsa. Yang tidak sejalan dengan akar budaya bangsa kita," jelasnya.

Situasi dan kondisi yang dihadapi tidak lagi bersifat militeristik. Karena aktor-aktor yang terlibat bukan lagi aktor negara/state actor tetapi berupa non-state actor dengan lingkup transnasional.

Atas dasar itu bela negara harus dikembangkan secara komprehensif. Karena permasalahannya bersifat multisektor. Seperti permasalahan narkoba, human trafficking, climate change, wabah penyakit sedang dihadapi hari ini. Hingga radikalisme dan terorisme yang tentu saja tidak bisa dihadapkan oleh pendekatan militeristik semata.

"Jadi hari ini ancamannya asimetrik, tidak semetrik, tidak ancaman yang konvensional. Tetapi tentu dengan kejahatan yang sifatnya asimetrik ini kita memerlukan berbagai pendekatan. Pelibatan lintas profesi, meningkatkan kesadaran warga negara, bahwa ancaman itu nyata di tengah-tengah kita," terangnya.

Sementara itu Guru Besar Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Paiman Raharjo mengatakan perlunya pembinaan kesadaran bela negara bagi generasi muda dan mahasiswa.

"Di era kemerdekaan ini, mungkin kita tidak harus ikut berperang. Tetapi kita dengan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Terus juga dengan toleransi dan bergotong royong," kata Paiman.

Saat ini Indonesia tidak menghadapi penjajah namun berperang melawan paham-paham radikalisme, terorisme. Semua bertujuan untuk mengadu domba, memecahkan belah persatuan dan kesatuan.

"Maka perlu saat ini kita terus melakukan pembinaan bela negara," katanya. (G-2)

BACA JUGA: