JAKARTA - Jadwal pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 terbuka peluang untuk kembali ditunda lantaran kasus COVID-19 masih terus bertambah.

Data per Selasa (14/7/2020) pukul 12.00 WIB, terjadi penambahan kasus baru COVID-19 sebanyak 1.591 orang sehingga total kasus positif nasional 78.572 orang. Pasien sembuh bertambah 947 orang sehingga total 37.636 orang. Sementara itu pasien meninggal dunia bertambah 54 orang sehingga total pasien meninggal 3.710 orang.

"Pemikiran kami itu tiada lain adalah didasarkan pada data dan fakta. Jadi kami kalau di Komite I itu terdiri dari 34 anggota adalah mewakili seluruh provinsi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Agustin Teras Narang dalam webinar Angka Positif COVID-19 di Indonesia Semakin Meningkat, Mungkinkah Pilkada Lanjutan Diundur Kembali? yang diadakan bersamaan dengan Launching Assessment sebagai Indikator Pilkada Di Tengah Pandemi COVID-19 yang diikuti Gresnews.com, Selasa (14/7/2020).

Teras mengatakan Komite I DPD melakukan pengumpulan data dan turun langsung untuk memperoleh fakta. Saat ini ada sekitar 260 negara yang terpapar COVID-19. Sementara itu, angka kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Dia khawatir pada Desember nanti belum dipastikan apakah pandemi COVID-19 sudah berakhir atau belum.

Mengacu pada World Health Organization (WHO), COVID-19 merupakan pandemi, sesuatu yang bersifat global.

"Kemudian kami melihat dari sisi Indonesia sendiri bagaimana dan ternyata keadaannya terakhir saya membaca berita bukannya makin menurun tetapi ada tren-tren kenaikan yang berkenaan dengan masalah terpaparnya akibat pandemi COVID-19," ujarnya.

Ia mengatakan ada ketentuan dalam Perppu 2/2020 tentang Pilkada yang kini sudah menjadi undang-undang, yang mana pelaksanaan pilkada dapat ditunda kembali jika Desember 2020 belum bisa dilaksanakan. Menurutnya KPU yang bisa dimintai pertanggungjawabannya sebagai penyelenggara pilkada.

"Yang paling memprihatinkan bahwa siapa yang menjamin saudara-saudara kita di 270 daerah? Siapa yang memberikan jaminan sekiranya ada tim kampanye yang door to door turun dan turun ke saudara-saudara di desa?" ujarnya.

Menurutnya jangan hanya lihat di Pulau Jawa, tapi lihat juga di Papua, di Sulawesi, di mana mereka tidak familiar memakai masker dan hand sanitizer. "Siapa yang melindungi mereka? Siapa yang melengkapi mereka dengan APD-nya?" ujarnya.

Sementara itu peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan dari aspek dan pengawasan penegakan hukum, Kode Inisiatif melihat pilkada akan sulit diterapkan karena pada aspek ini partisipasi masyarakat dalam hal pengawasan dan pengaduan akan berkurang. Masyarakat akan lebih fokus pada aspek kesehatan dirinya.

Selain itu aspek pengawasan dan penanganan pelanggaran masih tetap berjalan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun dengan protokol kesehatan yang diatur melalui surat edaran belum melakukan perubahan terhadap peraturan Bawaslu, yang dalam konteks pengawasan pemilu tidak dilengkapi dengan APD, juga pengetahuan penyelenggara tentang COVID-19 yang masih kurang, serta komitmen yang tidak memadai akan melemahkan fungsi pengawasan di lapangan yang menyebabkan pelanggaran akan sulit ditindaklanjuti.

"Ini adalah hasil assesment kami terkait dengan regulasi pilkada. Dari aspek regulasi kami melihat bahwa penyelenggara pemilu masih lamban dalam hal melakukan perubahan dan juga penyesuaian peraturan teknis dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini," kata Ihsan dalam webinar tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari perubahan Peraturan KPU (PKPU) yang baru ditindaklanjuti tujuh hari pasca-Perppu 2/2020 dikeluarkan dan itu bahkan sampai H-9 tahapan pilkada lanjutan akan dilaksanakan.

Melihat kondisi tersebut, dia tidak menyalahkan penyelenggara pilkada karena memang ada kewajiban penyelenggara harus melakukan uji publik dan konsultasi dengan DPR dan pemerintah semasa pandemi. "Tahapan-tahapan itu akan sulit bisa dilaksanakan," ungkapnya.

Terakhir, soal aspek bagaimana pemilu bisa dilaksanakan secara demokratis, jurdil, dan partisipatif dapat terpenuhi. "Dengan posisi modalitas atau ketersediaan prasyarat ini, setting terhadap aspek ini menjadi kurang optimis," tandasnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian hadir dalam pengambilan keputusan RUU tentang Perppu Pilkada menjadi undang-undang. Tito mengatakan Pilkada 2020 bisa dijadwalkan ulang jika pandemi COVID-19 belum selesai. "Pilkada dapat dijadwalkan kembali atas persetujuan pemerintah, KPU dan DPR,” ujar Tito di Kompleks Parlemen, Selasa (14/7/2020).

RUU tentang Penetapan Perppu 2/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 1/2015 tentang Penetapan Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota telah ditetapkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (14/7/2020).

Meski faktor kemungkinan diundurnya Pilkada 2020 bisa terjadi, namun pemerintah dan penyelenggara Pemilu sudah mempersiapkan agar Pilkada 2020 dapat berjalan mulus pada 9 Desember nanti, seperti penerapan protokol kesehatan COVID-19 yang ketat bagi masyarakat.

Tito berharap Pilkada Serentak 2020 menjadi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan pemimpin terbaik di daerah masing-masing. Pilkada 2020 bisa menjadi momentum adu gagasan kepala daerah dalam mengatasi pandemi COVID-19. (G-2)

 
BACA JUGA: