JAKARTA - Badan Pangan Dunia (FAO) telah memperingatkan adanya ancaman krisis pangan dunia bukan hanya akibat pandemi COVID-19 melainkan juga dampak dari kekeringan pada tahun ini. Sejumlah negara tetangga seperti India dan Vietnam mulai melarang ekspor pangan seperti beras. Sementara itu Thailand dan Vietnam juga memasuki musim kemarau.

Pengamat Pertanian Entang Sastraatmaja mengatakan pemerintah seharusnya mengantisipasi hal itu sejak tiga bulan lalu. Sudah banyak diketahui bahwa setelah pandemi umumnya terjadi krisis pangan.

"Pasti ujungnya nanti akan terkait dengan persoalan ketahanan pangan. Dan kalau terkait dengan ketahanan pangan berarti negara-negara produsen pangan akan lebih mengutamakan kepentingan warga negaranya ketimbang kepentingan bisnisnya," kata Entang kepada Gresnews.com, Kamis (18/6/2020).

Dia mengatakan pemerintah harus lebih serius dalam mengelola ketahanan pangan. Saat ini sebaiknya dijadikan momentum Indonesia untuk mengurangi impor. Kondisi geografi Indonesia sebagai negara agraris punya beberapa kelebihan, punya beberapa peluang, dan itu harusnya dimanfaatkan secara maksimal.

"Sikap mental untuk ingin importasi pangan harus sudah dihentikan. Bahkan dalam situasi semacam ini harusnya Indonesia bisa menggenjot ekspor pangan-pangan strategis ke negara-negara yang membutuhkan. Semangat ini kan sudah lama digaungkan," tuturnya.

Ia mengingatkan sudah sejak delapan tahun lalu pemerintah merancang undang-undang pangan yang baru sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996. Sebetulnya sudah sangat jelas bahwa sebisa mungkin Indonesia harus mampu meningkatkan produksi dala  negeri dan mengurangi impor bahan-bahan pangan.

Jadi, kata Entang, dalam menghadapi situasi yang semacam ini masih belum ada kata terlambat untuk makin serius. Caranya dengan semakin memberikan perhatian kepada sektor pertanian, khususnya komoditas-komoditas pangan strategis. Dan itu juga harus ditopang oleh politik anggaran yang sangat mendukung.

"Dari politik anggaran ini Indonesia akan bisa meningkatkan produktivitas. Sekaligus akan ikut membantu melakukan percepatan ekonomi, dalam arti pemulihan yang selama ini memang menghadapi persoalan-persoalan karena COVID-19," kata Entang yang merupakan Ketua Harian DPD Himpunan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Selain itu, langkah-langkah untuk antisipasi harusnya sudah dipikirkan. Melihat bahwa negara Indonesia hanya mempunyai dua musim. Musim kemarau dan musim penghujan.

Entang mengatakan persoalan kemarau panjang bukan hanya kali ini akan dialami. Tapi beberapa tahun yang lalu juga Indonesia menghadapi persoalan kemarau yang panjang.

Oleh karena itu, menurutnya, harusnya pemerintah sudah punya langkah-langkah strategis. Bagaimana menghadapi kemarau panjang, pengalaman masa lalu seperti apa, mana yang bisa diredam persoalan-persoalan itu, dan mana terobosan-terobosan yang bisa dilaksanakan untuk ke depan.

"Karena menurut saya kemarau panjang sesuatu yang yang sangat alami dan itu bisa diprediksi tapi solusinya sangat ditentukan oleh kemampuan kita berikhtiar, kemampuan kita berinovasi, dan kemampuan kita bisa melahirkan terobosan-terobosan sebagaimana yang selama ini kita laksanakan," katanya.

Pendekatannya, kata Entang, sudah tidak cukup hanya dengan menyediakan pompa, menyiapkan hal-hal yang memang dibutuhkan pada saat musim kemarau. Tetapi yang lebih penting persoalan kemarau harus diselesaikan pada saat menghadapi musim penghujan. Dan masalah banjir harus diselesaikan pada saat musim kemarau. Sehingga pada saat kemarau panjang itu datang sudah punya jawaban, sudah punya langkah, sudah punya solusi.

"Jadi salah, keliru sekali kalau akan menghadapi kemarau baru hari ini kita bicara, baru hari ini kita bersiap-siap," ucapnya.

Sementara itu, kalau untuk melihat persediaan stok pangan pemerintah seberapa besar mampu bertahan untuk menghadapi ancaman krisis pangan tersebut. Maka masyarakat harus percaya dengan data yang disampaikan oleh Bulog. Misalnya untuk bahan pangan pokok persediaan tercukupi sampai Agustus.

Selain itu, kata Entang, dalam beberapa waktu ke depan para petani akan panen raya. Mudah-mudahan panen raya ini akan bisa menambah stok sekaligus juga menciptakan cadangan pangan bagi kepentingan nasional di masa depan.

"Jadi kalau kita percaya data itu tidak perlu mengkhawatirkan," cetusnya.

Tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana hal-hal lain yang bisa dilakukan, salah satunya adalah bagaimana pemerintah dapat mengurangi konsumsi bahan pangan pokok nasional.

"Kemudian bagaimana kita melakukan diversifikasi terhadap komoditas komoditas pangan yang ada dan yang tak kalah menariknya adalah sejauhmana dunia usaha bisa berkiprah untuk ikut membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan diversifikasi bahan pangan pokok itu," pungkasnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan United States Department of Agriculture (USDA) memproyeksikan produksi padi secara global pada sepanjang 2019-2020 mencapai 493,8 juta ton atau lebih rendah dari realisasi produksi padi secara global pada 2018-2019 yang mencapai 496,5 juta ton.

"USDA dan IGC memproyeksikan produksi padi global 2019-2020 ini menurun 0,4% sampai 0,5% dibandingkan produksi 2018-2019," jelas Airlangga dalam diskusi virtual, Selasa (16/6/2020).

Ia menjelaskan indeks harga pangan dunia periode Januari-Mei 2020 cenderung menurun. Penurunan relatif tajam terjadi pada harga minyak nabati dan hasil peternakan.

Sementara negara pengekspor beras seperti Thailand dan Vietnam, diakui Airlangga juga akan memasuki musim kering. Sementara Vietnam dan India juga sudah melakukan pembatasan ekspor.

"Vietnam dan India melarang ekspor dan harus diproduksi, kalau mengandalkan impor cukup sulit," katanya. (G-2)

 

BACA JUGA: